Antrean Beras Murah Mengular, Waketum MUI: Pertanda Rakyat Kita Banyak yang Miskin

Senin, 26 Februari 2024 - 09:49 WIB
loading...
Antrean Beras Murah Mengular, Waketum MUI: Pertanda Rakyat Kita Banyak yang Miskin
Warga Kota Palembang mengantre untuk mendapatkan bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tahun 2024 di Kantor Pos, Jalan Merdeka, Palembang, Minggu (25/2/2024). FOTO/MPI/MUSHAFUL IMAM
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Anwar abbas menanggapi fenomena antrean panjang masyarakat mendapatkan beras kualitas medium dari program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP). Beras dijual lebih murah dengan harga Rp10.600 per kilogram atau Rp53.000 per satu kantong ukuran 5 kilogram.

Setiap orang hanya dapat membeli tidak boleh lebih dari 2 kantong yaitu 10 kg dengan harga Rp106.000. Harga beras itu jauh lebih murah dibanding pasaran yang dipatok Rp75.000 per 5 kg.

"Jadi sebenarnya selisih yang diharapkan oleh orang yang antre tersebut hanya Rp22.000 per 5 kg dan atau Rp44.000 per 10 kg. Jadi kesimpulannya uang sebesar itu bagi masyarakat lapis bawah ternyata sangat-sangat berarti, sehingga untuk mendapatkan hal tersebut mereka rela berpanas-panas dan antre berjam-jam bahkan ada di antara mereka yang pingsan," kata Anwar dalam keterangannya, Senin (26/2/2024).



"Ini sebuah pertanda bahwa rakyat kita banyak yang miskin atau pendapatannya sangat-sangat rendah," katanya.

Menurutnya, secara logika naiknya harga beras tidak menjadi masalah karena akan dapat menaikkan pendapatan dari para petani. Anak-anak muda yang hari ini tidak tertarik dengan dunia pertanian menjadi tertarik lalu akan mendorong bagi meningkatnya produksi beras secara nasional.

"Meningkatnya pendapatan petani dan ini tentu saja sangat kita harapkan karena dia sudah jelas akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap barang-barang yang lain sehingga kehidupan ekonomi akan bisa menggeliat," katanya.

Namun dalam praktiknya, selama ini harga beras benar-benar dijaga oleh pemerintah supaya tetap murah yang berakibat para petani dan anak-anaknya tidak akan tertarik untuk bertani. Karena untuk apa mereka bekerja kalau tingkat keuntungan yang bisa mereka dapatkan sangat rendah.

Baca Juga: Potret Pembagian Bantuan Beras Bulog di Palembang

"Sementara risiko rugi yang mereka hadapi sangat tinggi berupa gagal panen apakah karena faktor hama, atau cuaca dan lain-lain apalagi juga ada masalah-masalah lain seperti menyangkut sulitnya mendapatkan benih yang berkualitas bagus dan pupuk yang bersubsidi," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1941 seconds (0.1#10.140)