Kantor Kewedanan Rengasdengklok, Saksi Bisu Penculikan Soekarno-Hatta

Senin, 06 Agustus 2018 - 05:00 WIB
Kantor Kewedanan Rengasdengklok, Saksi Bisu Penculikan Soekarno-Hatta
Kantor Kewedanan Rengasdengklok, Saksi Bisu Penculikan Soekarno-Hatta
A A A
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 tentu tak bisa dipisahkan dari penculikan terhadap Soekarno-Hatta oleh para pemuda pada 16 Agustus 1945. Peristiwa itu dikenal sebagai Peristiwa Rengasdeklok.

Warga Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, tidak akan melupakan Kantor Kewedanan di Jalan Proklamasi, Desa Rengasdengklok Selatan, Karawang. Sebab, gedung itu menjadi saksi sejarah peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta yang dilakukan oleh kelompok pemuda pada 16 Agustus 1945.

Saat itu, kelompok pemuda antara lain Soekarni dan Chaerul Saleh, memaksa Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Kantor Kewedanan Rengasdengklok. Namun, Bung Karno menolak keinginan kelompok pemuda itu dengan alasan tidak ingin terburu-buru dan butuh persiapan matang.

Padahal, kelompok pemuda sudah mempersiapkan upacara pembacaan teks Proklamasi di halaman kantor kewedanan yang saat itu menjadi markas tentara PETA.

Kala itu, tanggal 16 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan puasa. Di halaman Kantor Kewedanan Rengasdengklok sudah berkumpul pemuda dan anggota PETA untuk mendengar pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Namun, karena Soekarno menolak membacakan teks proklamasi, akhirnya upacara pun dibubarkan.

"Sejarah penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok tidak bisa dilepaskan dari kantor kewedanan dan rumah Djiaw Kie Tsong. Dari situlah sejarah kemerdekaan Indonesia dirumuskan," kata Ketua Forum Pemuda Peduli Sejarah Rengasdengklok (FPPSK) Yuda Febrian Silitonga.

Selama diculik, Soekarno dan Hatta tinggal di rumah tokoh masyarakat Rengasdengklok Djiaw Kie Tsong.

Menurut Yuda, masyarakat Karawang, terutama yang tinggal di Rengasdengklok, merasa bangga karena menjadi bagian dari sejarah berdirinya Indonesia. Namun, kebanggaan rakyat Karawang tak diimbangi oleh sikap pemerintah daerah untuk menghargai sejarah dan merawat Gedung Kewedanan yang menjadi bagian dari sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Julukan Karawang sebagai Kota Pangkal Perjuangan itu berasal dari Peristiwa Rengasdengklok. Harusnya pemerintah daerah menjaga tempat bersejarah tersebut yang saat ini sudah rusak parah," ujar Yuda.

Dia mengemukakan, kondisi bangunan bersejarah tersebut sudah sangat memprihatinkan dan tidak terpakai. Pemkab Karawang dinilai tak memiliki kepedulian untuk merawat Kantor Kewedanan Rengasdengklok.

Upaya untuk memperbaiki bangunan tersebut sudah berkali-kali diperjuangkan oleh Forum Pemuda Peduli Sejarah Karawang (FPPSK). Namun, Pemkab Karawang belum juga terpanggil untuk memperbaiki.

"Kami sudah lelah untuk bicara dengan Pemkab Karawang dan memutuskan menggalang dana dari masyarakat yang peduli dengan bangunan bersejarah ini untuk direhab," ujar dia.

Aksi penggalangan dana dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan juga menyindir pemerintah daerah yang kurang peduli dengan kondisi bangunan yang rusak parah. Saat ini, halaman Gedung Kewedanan dijadikan tempat parkir liar.

Rencananya, FPPSK menggelar kegiatan pada 16-17 Agustus di Gedung Kewedanaan Rengasdengklok dengan meluncurkan buku Rengasdengklok Undercover dan mereka ulang peristiwa 16 Agustus 1945.

"Sebelum melakukan kegiataan itu, kami akan melakukan rehab. Untuk dana rehab, kami menggalang donasi di kitabisa.com. Setelah direhab, gedung kewedanan akan dijadikan Museum Sejarah Rengasdengklok," tandas Yuda.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3781 seconds (0.1#10.140)