LBH Yogya Kutuk Perobohkan Paksa Rumah Warga di Lahan Bandara

Kamis, 19 Juli 2018 - 16:30 WIB
LBH Yogya Kutuk Perobohkan Paksa Rumah Warga di Lahan Bandara
LBH Yogya Kutuk Perobohkan Paksa Rumah Warga di Lahan Bandara
A A A
YOGYAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengutuk tindakan PT Angkasa Pura (AP) 1 Yogyakarta yang melakukan pembersihan lahan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Paliyan, Temon, Kulonprogo, Kamis (19/7/2018) dengan cara merobohkan rumah milik warga. Tindakan tersebut dinilai tidak mengindahkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang menyebut adanya maladministrasi dalam pembersihan lahan bandara sehingga harus dihentikan. Selain itu juga dinilai bertentangan dengan kovenan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, terutama soal pengusiran paksa.

"Tindakan AP itu jelas melanggar ketentuan," kata Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli, Kamis (19/7/2018).

Yogi menjelaskan sesuai dengan konvensi perjanjian internasional atas hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, sangat jelas dinyatakan, setiap orang harus memiliki kepastian kedudukan yang menjamin perlindungan hukum dari pengusiran paksa, kekerasan, dan ancaman-ancaman lainnya. "Hal ini berarti pengusiran paksa merupakan prima facie (contoh pertama) yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian ekosob. Komunitas internasional telah lama mengakui bahwa pengusiran paksa adalah persoalan yang serius," paparnya. (Baca Juga: Rumah-Rumah di Lahan Bandara Kulonprogo Dirobohkan Paksa
Salain itu, Pasal 28A UUD 1945 juga sudah menjamin setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Artinya usaha warga mempertahankan rumahnya adalah ikhtiar yang konstitusional dan perbuatan pengusiran paksa yang dilakukan Angkasa Pura adalah inkonstitusional. "Kalau dalih tanah-tanah itu sudah dikonsinyasi, tentu salah kaprah," katanya.

Menurut Yogi, konsinyasi dilakukan jika pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya. Atau bisa saja karena objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian sedang menjadi objek perkara di pengadilan, masih dipersengketakan kepemilikannya, diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, dan menjadi jaminan di bank.

"Masalahnya kondisi itu tidak sedang dialami warga yang saat ini menolak bandara, sehingga tidak tepat jika dilakukan konsinyasi. Artinya, hak atas tanah tidak hapus," katanya. (Baca Juga: AP 1 Babat Habis 33 Rumah Warga di Lahan Bandara Kulonprogo(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5582 seconds (0.1#10.140)