Penanganan Malaria di Teluk Bintuni Raih Penghargaan Internasional

Kamis, 31 Mei 2018 - 21:50 WIB
Penanganan Malaria di Teluk Bintuni Raih Penghargaan Internasional
Penanganan Malaria di Teluk Bintuni Raih Penghargaan Internasional
A A A
JAKARTA - Usaha Pemkab Teluk Bintuni, Papua Barat menyelesaikan masalah wabah malaria dengan program Early Diagnosis and Treatment (EDAT) menuai hasil baik. Pada 2018 ini, Teluk Bintuni berhasil menjadi pemenang United Nations Public Service Awards (UNPSA).

Diagnosis dan pengobatan yang akurat melalui inovasi terbaru dalam mengeliminasi malaria di wilayah Papua Barat ini menjadi pemenang dari kawasan Asia Pasifik untuk kategori 1, yaitu Menjangkau yang Paling Miskin dan Rentan Melalui Layanan Inklusif dan Kemitraan.

EDAT merupakan kolaborasi antara pemda, organisasi non-pemerintah, dan swasta. Program dilaksanakan melalui pembentukan Juru Malaria Kampung (JMK) atau spesialis malaria yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang identifikasi, pencegahan, dan pengobatan malaria.

Melalui sistem ini pula, aparat terkait melatih penduduk desa sebagai petugas kesehatan, mengemas obat-obatan malaria agar lebih mudah digunakan, dan memastikan kualitas asuransi yang terintegrasi.

Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Muhammad Imanuddin mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan EDAT sebagai satu-satunya inovasi dari Indonesia yang meraih penghargaan dari UNPSA tahun ini. “Selamat kepada inovator EDAT dari Kabupaten Teluk Bintuni,” katanya di Jakarta, Kamis (31/5/2018) dalam rilis yang diterima SINDOnews.

Imanuddin menambahkan, sejak 2015 Kemenpan RB selalu mendorong dan melakukan pendampingan terhadap inovasi pelayanan publik untuk bisa ikut berkompetisi di tingkat dunia, khususnya UNPSA. Khusus tahun ini, ada 21 inovasi yang diusulkan ke UNPSA.

Sebelum diusulkan ke UNPSA, Kemenpan RB menggelar kompetisi inovasi pelayanan publik (KIPP). “Inovasi yang dinilai baik akan didorong dan diusulkan untuk mengikuti UNPSA. Dalam hal ini Kemenpan RB terus melakukan pendampingan, termasuk dalam penulisan proposal,” ujarnya.

Bumi Cendrawasih menempati urutan teratas sebagai penyumbang kasus malaria terbanyak di Indonesia. Pada 2009, penderita malaria mencapai angka 115 per 1.000 penduduk. Setelah diimplementasikan sejak 2010, sistem EDAT berhasil mereduksi wabah malaria. Tahun 2015, kasus malaria ini turun menjadi 2,4 per 1.000 penduduk.

Pada 2017, program ini berhasil mereduksi penyebaran malaria dari angka 9,2% ke angka 0,02% di 12 desa. Selain mengurangi penyebaran, program ini juga sukses mengurangi tingkat morbiditas malaria dari 115 penderita per 1.000 penduduk (2009) menjadi 5 penderita malaria dari 1.000 penduduk (2016).

Selain Indonesia, ada layanan publik dari tujuh negara lain yang menjadi juara UNPSA. Pada kategori yang sama dengan Indonesia, Austria menjadi juara di wilayah Eropa Barat dengan program pelatihan bagi para migran dan pengungsi. Austria memiliki program yang dinamakan Talents for Austria yang bertugas untuk memberi pendidikan dasar, pendidikan asrama, hingga pelatihan kerja.

Korea Selatan, Spanyol dan Kolombia menjadi juara UNPSA untuk kategori Membentuk Institusi Inklusif dan Memastikan Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan. Sedangkan untuk kategori Promosi Layanan Publik yang Responsif terhadap Semua Gender untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan diraih oleh Kenya sebagai wakil dari benua Afrika, Thailand di wilayah Asia Pasifik, dan Swiss di wilayah Eropa Barat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 5.8038 seconds (0.1#10.140)