Pada Masa Perang Kemerdekaan Berfungsi sebagai Menara Pengawas Pantai

Senin, 28 Mei 2018 - 05:00 WIB
Pada Masa Perang Kemerdekaan Berfungsi sebagai Menara Pengawas Pantai
Pada Masa Perang Kemerdekaan Berfungsi sebagai Menara Pengawas Pantai
A A A
Kota Semarang kaya akan masjid-masjid tua peninggalah bersejarah. Salah satunya adalah Masjid Menara. Masjid yang berlokasi di Jalan Layur, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Jawa Tengah, ini merupakan peninggalan sejarah saudagar dari Yaman dan hingga kini masih berdiri megah dan kokoh. Seperti apa kondisi bangunan masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Layur ini?

Masjid yang didirikan di masa kolonial ini hingga sekarang masih tampak berdiri megah dengan arsitektur dinding yang sangat unik. Berbagai sudutnya dihiasi ornamen bermotif geometrik, berwarna-warni. Bagian kanan dan kiri masjid terdapat bangunan-bangunan tua dengan ukuran besar dan memiliki tembok tinggi.

Bangunan Masjid Menara terlihat lebih tinggi dari bangunan-bangunan yang berada di sekitarnya. Sebelah timur masjid mengalir air Kali Semarang. Kali yang pada masanya sempat menjadi jalur transportasi perdagangan penting di Semarang.
Itulah salah satu alasan kenapa masjid itu disebut Masjid Menara. Karena, masjid tersebut memang memiliki sebuah menara yang tinggi menjulang berwarna putih. Di atasnya terpasang corong pengeras suara, penyeru saat azan dikumandangkan.

Menurut Ali Mahsun, muazin dan salah satu pengurus masjid, awal berdirinya masjid Menara terdiri dari dua lantai. Namun seiring dengan penurunan tinggi tanah setiap tahunnya di Kota Semarang, lantai satu masjid pun seringkali terendam rob dan berlumpur hingga akhirnya benar-benar “lenyap”.

“Bahkan lantai dua yang dulunya berupa kayu menjadi lapuk karena air rob, akhirnya diganti dengan lantai keramik. Sekarang ini yang ada hanya lantai dua, karena yang lantai satu sudah terendam,” ungkap Ali.

Dia menceritakan, menara masjid yang seharusnya berfungsi sebagai tempat muazin mengumandangkan adzan, pada masa perang kemerdekaan sekitar tahun 1945 – 1948, juga sempat berubah fungsi sebagai menara pengawas pantai. Memantau kapal-kapal yang berbendera asing yang menjadi musuh tentara Indonesia.

“Karena keberadaan menara itulah membuat masjid ini diberi nama Masjid Menara. Lokasinya tak berubah, sejak awal masih di pinggir sungai,” ungkapnya.

Sebab, di belakang Masjid Menara terdapat sebuah sungai besar yang saat ini airnya tak lagi sebanyak dulu. Konon katanya, jembatan Berok (berada di kawasan Kota Lama) dulu menjadi dermaga kapal milik nelayan yang tengah berlabuh.

Dan bila kapal nelayan akan berlabuh ke laut pasti menyusuri sungai yang membentang di bawah jembatan Berok.“Sebelum sampai di laut, kapal-kapal pasti melewati sebuah bangunan masjid yang hingga saat ini masih berdiri kokoh dan dipergunakan untuk salat,” tutur Ali Mahsun.

Menurut dia, Masjid Menara diperkirakan dibangun pada 1802 yang diprakarsai sejumlah saudagar dari Yaman. Saat itu, lanjut Ali, saudagar Yaman sering melakukan bongkar muat barang dagangan, hingga sebagian besar menetap di Kota Semarang.

“Karena seringkali datang dan menetap di Semarang, akhirnya tempat mereka beraktivitas lama kelamaan menjadi permukiman yang diberi nama Kampung Melayu,” bebernya.
Pada Masa Perang Kemerdekaan Berfungsi sebagai Menara Pengawas Pantai

Seiring perjalanan waktu, jumlah mereka pun terus bertambah, demikian juga luas permukimannya. Karena membutuhkan tempat untuk salat berjamaah, akhirnya orang-orang tersebut membangun masjid di pinggir sungai. Sehingga sering menjadi persinggahan kapal-kapal milik para saudagar dari berbagai negeri.

Wajar saat melihat bentuk dan ornamennya, Masjid Menara tampak dipengaruhi gaya bangunan masjid di Timur Tengah. Motif geometrik menjadi ornamen di jendela yang berfungsi sebagai ventilasi.

Kemudian, tempat salat yang terpisah di dua bangunan berbeda antara pria dan wanita, seperti halnya berada di masjid Kota Madinah dan Makkah, yakni masjid di Bir Ali, Ji’ranah, dan Tan’im, tempat miqot jamaah umrah atau haji yang akan melakukan umrah.

“Hanya bedanya kalau masjid di sana (Madinah-Makkah), tempat salat untuk wanita ada di samping atau di tempat yang lebih tersembunyi dari pandangan pria. Namun di Masjid Menara ini, ruang salat untuk wanita berada di sisi kanan setelah pintu masuk,” ujarnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7553 seconds (0.1#10.140)