Mantan Napi Teroris Ajak Masyarakat Kenali Ciri Paham Radikal

Kamis, 24 Mei 2018 - 21:19 WIB
Mantan Napi Teroris Ajak Masyarakat Kenali Ciri Paham Radikal
Mantan Napi Teroris Ajak Masyarakat Kenali Ciri Paham Radikal
A A A
YOGYAKARTA - Paham radikalisme dan terorisme sangat berbahaya bagi tatanan kehidupan masyarakat. Faham ini sangat berbahaya bagi tatanan sosial dan masyarakat. Untuk itu masyarakat terutama perangkat desa sebagai ujung tombak pemerintah di desa harus mau peduli terhadap lingkungan sekitar.

“Paham (teroris) sangat berbahaya. Tak hanya rusak gedung tapi juga merusak tatanan sosial, tatanan akal sehat. Kalau sudah kena paham ini, hubungan dengan orang tua rusak, apalagi kalau orangtuanya kerja di pemerintahan,” ujar mantan narapidana teroris (napiter) Yudhi Zulfahri kepada wartawan usai acara Penguatan Aparatur Kelurahan dan Desa Dalam Pencegahan Terorisme yang diselenggarakan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY dan BNPT, di King Hotel, Jalan Wates Kulonprogo, Kamis (24/5/2018).

Pria kelahiran Banda Aceh 1983 ini bergabung dengan kelompok radikal di Aceh. Dia menjadi koordinator lapangan pelatihan militer di Aceh.

Dia kemudian ditangkap petugas pada 2010 dan sempat menjalani tahanan selama 5,5 tahun. “Saya pernah menjadi murid Aman Abdurrahman, di sini faham radikal saya makin kuat. Dalam faham ini, kalau tidak membenci pemerintah maka iman saya dianggap belum benar. Ini berbahaya sekali,” ujarnya.

Untuk itu, Zulfahri mengajak masyarakat harus peduli tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah. Bentuk kepedulian itu diwujudkan dengan tidak acuh terhadap lingkungan sekitar.

Faham ini menurut Zulfahri mudah untuk dikenali. Salah satunya adalah mereka dalam beragama intoleransi atau menganggap dirinya paling benar dan tidak mau salat di masjid-masjid yang ada hubunganya dengan pemerintah atau imam masjidnya memiliki hubungan dengan pemerintah baik sebagai PNS atau lainnya. “Kalau melihat ini bisa segera lapor ke aparat yang berwenang,” tegasnya.

Sementara itu Ketua FKPT DIY Prof Mukhtasar Syamsudin yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini menyebut perangkat desa memiliki peran yang strategis dalam pencegahan tindak terorisme dan radikalisme.

”Mereka menjadi ujung pemerintahan di masyarakat, perangkat desa akan lebih mengenali setiap kondisi warganya. jadi akan lebih mudah berpartisipasi dalam mencegah terorisme,” jelasnya.

Menurut mantan Dekan Fakultas Filsafat UGM ini, kasus terorisme memang kebanyakan terjadi di perkotaan. Meski demikian para pelaku ini justru belajar dari desa.

“Banyak kasus terorisme di Indonesia dilakukan oleh orang-orang desa yang direkrut dengan diberikan paham radikal. Untuk itu saya kira tepat jika acara semacam ini melibatkan para perangkat desa,” tambahnya.

Peneliti LIPI dr Ganewati Wuryandari menyebut dirinya memiliki modul bagi desa untuk melakukan pencegaha dan deteksi dini terhadpa terorisme. Modul yang diberikan terhadap para peserta diskusi ini dari hasil kajian dan penelitian yang panjang bekerjasama dengan BNPT.

“Hanya saja dalam kasus terorisme akhir-kahir ini penampilan pelaku terorisme berubah mereka dinamis. Modul ini bisa membantu mengenali dan langkah deteksi dini di desa,” timpalnya.

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik DIY, Agung Supriyono berharap kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah seperti duduk bersama dalam dialog untuk menyelesaikan masalah.

“Setelah ada pembekalan dan penguatan peranan pemerintah desa ini maka kami harapkan pemerintah desa bisa menjadi ujung tombak pemerintah dalam deteksi dini menangulangi paham radikal ini,” tegasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1023 seconds (0.1#10.140)