Debat Pilgub Sumut, Eramas Cecar Djoss Persoalan Tanah Adat

Sabtu, 05 Mei 2018 - 23:24 WIB
Debat Pilgub Sumut, Eramas Cecar Djoss Persoalan Tanah Adat
Debat Pilgub Sumut, Eramas Cecar Djoss Persoalan Tanah Adat
A A A
MEDAN - Calon Gubernur (Cagub) Sumatera Utara (Sumut) nomor urut 1, Edy Rahmayadi membahas persoalan tanah adat dan hutan pada debat publik tahap pertama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Sumut di Hotel Santika Dyandra, Medan, Sabtu (5/5/2018) malam.

Edy yang berpasangan dengan Musa Rajekshah (Eramas) ini mengatakan negara telah mengatur jenis-jenis hutan. Oleh karena itu, setiap pelanggar harus dihukum.

"Tentang hutan sudah jelas diatur. Status hutan ada hutan lindung, produksi. Ini tidak boleh diganggu, kalau diganggu berarti jelas melanggar hukum. Supremasi hukum mengatur di dalamnya. Hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas," ujar Edy.

Edy juga menyampaikan 10 poin visi dan misinya apabila terpilih jadi Gubernur Sumut. "10 poin tersebut antara lain memiliki pekerjaan atau usaha, harga bahan pokok stabil, pembangunan infrastruktur, terdidik dan terampil. Kemudian masyarakat yang sehat, good government, ekonomi kreatif dan kearifan lokal, memperkuat peran pemuda dan olahraga, religius dan memperkuat kegiatan agama, keamanan terjamin," jelasnya.

Edy mempertanyakan kepada Djarot persoalan tanah adat di Sumut dan penyelesaiannya. "Ada 500 hektare objek di kawasan Danau Toba. Belum lagi karena adanya kuburan raja-raja. Jadi ini juga harus dipikirkan gubernurnya. Bagaimana ini kita dapat menyelesaikannya," tuturnya.

Sementara itu, pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) memaparkan berbagai hal yang menjadi target pembangunan Sumut, mulai dari pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembangunan daerah yang lebih baik. Termasuk memaparkan bagaimana solusi untuk mengatasi persoalan sengketa lahan dan tanah adat yang kerap terjadi akibat mafia tanah.

"Kearifan lokal bisa jadi basis Sumut, ada keseimbangan segitiga yang tercantum dalam sila keempat Pancasila yaitu permusyawaratan atau bermusyawarah. Tidak ada satupun persoalan dalam menghadapi tanah adat tanpa adanya musyawarah. Selain itu memang gubernurnya harus turun untuk mengetahuinya sehingga pasti masyarakat bisa bersikap manis," tegasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5663 seconds (0.1#10.140)