Menanti Hadirnya Kuda Hitam di Pilgub Jabar

Kamis, 22 Maret 2018 - 21:53 WIB
Menanti Hadirnya Kuda Hitam di Pilgub Jabar
Menanti Hadirnya Kuda Hitam di Pilgub Jabar
A A A
BANDUNG - Peta persaingan antarpasangan calon gubernur-wakil gubernur (cagub-cawagub) di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018 dinilai belum menunjukkan dinamika yang luar biasa. Bahkan, kehadiran 'kuda hitam' di ajang pesta demokrasi terbesar di Jabar itu pun belum bisa diprediksi.

Meskipun keempat pasangan calon (paslon) yang bertarung di Pilgub Jabar 2018, yakni Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu), Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan (Hasanah), Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik), dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Deddy-Dedi) dinilai masih sama-sama berhitung dalam hal strategi, peta persaingan sementara ini hanya terlihat pada pasangan Rindu dan Deddy-Dedi.

"Jika mengacu pada hasil survei elektabilitas sejumlah lembaga survei, meskipun hasilnya berbeda-beda, hanya Rindu dan Deddy-Dedi yang bersaing ketat. Sementara Hasanah dan Asyik cukup tertinggal jauh," ungkap pakar politik dan pemerintahan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Firman Manan di Bandung, Kamis (22/3/2018).

Menurut Firman, elektabilitas pasangan Hasanah dan Asyik yang tertinggal jauh tak lepas dari problem mesin partai pengusungnya. Dia menilai, Gerindra, PKS, dan PAN belum bekerja maksimal untuk memenangkan pasangan Asyik. Hal serupa juga terjadi pada PDIP sebagai pengusung pasangan Hasanah. Kubu Hasanah dan Asyik perlu bekerja ekstrakeras untuk mengimbangi elektabilitas Rindu dan Deddy-Dedi. Terlebih, Rindu dan Deddy-Dedi lebih dulu leading karena ditunjang faktor ketokohan (figur) yang cukup dikenal luas masyarakat Jabar.

"Meskipun suara partai tidak berimplikasi langsung terhadap suara paslon, namun tetap menentukan. Seperti halnya PKS, meskipun punya sejarah menang dua kali Pilgub Jabar dan dikenal solid, tapi kali ini kinerjanya belum terlihat maksimal. Hal yang sama terjadi pada PDIP, padahal PDIP sebagai partai pemenang di Jabar. Kinerja partai pengusung Asyik dan Hasanah ini tidak terlalu masif," paparnya.

Belum masifnya kinerja mesin partai pengusung pasangan Hasanah dan Asyik, lanjut Firman, juga terlihat dari belum adanya tokoh-tokoh sentral partai yang turun langsung ke Jabar. Padahal, kehadirannya diyakini Firman mampu mendongkrak popularitas maupun elektabilitas kedua pasangan tersebut.

"Di pasangan Asyik misalnya, ada Pak Prabowo, Presiden PKS, Pak Aher (Gubernur Jabar Ahmad Heryawan). Di PDIP ada Bu Megawati dan lainnya, mereka belum turun langsung ke Jabar," sebut Firman.

Hal lain yang menjadi alasan sulitnya memprediksi kehadiran 'kuda hitam' di Pilgub Jabar 2018 adalah sikap masing-masing paslon yang hingga kini masih berhitung soal strategi pemenangan. Dia memprediksi, masing-masing paslon akan memanfaatkan sisa waktu terakhir menjelang pencoblosan 27 Juni 2018 mendatang. Terlebih, berdasarkan hasil survei, sekitar 70 persen pemilih akan menentukan pilihannya di minggu-minggu terakhir masa kampanye dan 44 persen pemilih masih berpotensi mengubah pilihannya di masa tersebut.

"Saya kira, mereka (paslon) akan menerapkan strateginya di waktu-waktu terakhir itu. Seluruh kekuatan akan dikeluarkan dan digarap maksimal," katanya.

Hal lainnya, tambah Firman, adalah ketersediaan logistik dari masing-masing paslon. Sisa masa kampanye yang terbilang masih cukup panjang membuat paslon menahan diri untuk berkampanye secara masif, hal itu pun terjadi pada pasangan Hasanah dan Asyik. Mereka tak ingin 'kehabisan amunisi' di tengah jalan yang berakibat pada persoalan yang lebih besar.

"Karenanya, sejauh ini, saya belum melihat peluang munculnya 'kuda hitam' di Pilgub Jabar. Agak sulit memprediksi karena margin elektabilitas yang cukup jauh. Terlebih, mesin partai pun tidak terlalu aktif," tegasnya.

Meskipun begitu, Firman mengakui, pemenang Pilgub Jabar 2018 tidak bisa diprediksi. Dia menyebut, pasangan Hasanah dan Asyik tetap memiliki peluang memenangi Pilgub Jabar 2018. Selain harus bekerja ekstrakeras dengan mengoptimalkan mesin partai dan seluruh kekuatannya, peristiwa tak terduga pun bisa menjadikan pasangan Hasanah ataupun Asyik menjadi 'kuda hitam' dan memenangkan Pilgub Jabar 2018.

"Contoh kasus Pilgub DKI Jakarta. Saat itu Ahok sudah leading, namun karena muncul isu, akhirnya terkalahkan," tandasnya.

Pakar politik dan pemerintahan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf menilai, mesin Partai Gerindra, PKS, dan PAN akan mampu memaksimalkan perolehan suara bagi pasangan Asyik.

"Saya selalu melihat peran mesin politik partai poros ini bisa lebih sentral dibandingkan tokohnya. Bagaimana caranya supaya para kader parpol pengusung di kota/kabupaten, bahkan sampai tingkat desa bisa meyakinkan masyarakat untuk memilih paslon yang diusung," katanya.

Dia menyebutkan, berdasarkan data rekapitulasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, poros Gerindra, PKS, dan PAN unggul telak di Jabar dengan raihan 59,78 persen dari total suara pemilih di Jabar.

Bahkan, jika dipetakan dari seluruh kabupaten/kota di Jabar pada Pilpres 2014, poros Gerindra, PKS, dan PAN mampu meyakinkan masyarakat di 22 kota/kabupaten Jabar. Fakta ini, kata Asep, menjadi salah satu alasan mengapa pasangan Asyik tetap bersikap optimistis dalam menghadapi pertarungan Pilgub Jabar 2018.

"Pada Pilpres 2014, poros Gerindra, PKS, dan PAN hanya kalah di empat wilayah yakni Kota/Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Subang. Karena itu wilayah pantura jadi salah satu fokus Asyik untuk mendongkrak elektabilitas dan suara," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7521 seconds (0.1#10.140)