Cucu Raja Pakubuwono X Laporkan Penggugat Lahan Bandara ke Mabes Polri

Senin, 05 Maret 2018 - 17:53 WIB
Cucu Raja Pakubuwono X Laporkan Penggugat Lahan Bandara ke Mabes Polri
Cucu Raja Pakubuwono X Laporkan Penggugat Lahan Bandara ke Mabes Polri
A A A
YOGYAKARTA - Sengketa kepemilikan lahan bandara di Kulonprogo bak benang kusut, belum lagi proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta selesai, saat ini muncul masalah baru. Kubu penggugat tanah bandara ini dilaporkan ke Bareskrim Polri sebelumnya mereka juga telah dilaporkan ke Polres Kulonprogo dengan tudingan melakukan kejahatan asal usul.
Cucu Raja Kasunanan Surakarta Pakubuwono X, Muhammad Munier Tjakraningrat secara resmi telah melaporkan Agus Sutono, anak dari Suwarsi, penggugat tanah bandara.
Cucu Raja Pakubuwono X Laporkan Penggugat Lahan Bandara ke Mabes Polri

Agus Sutono dkk dianggap telah melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik dana tau dugaan tindak pidana penggelapan dokumen terkait pengangakuan mereka sebagai ahli waris Pakubuwono (PB) X.

“Kami yang merupakan ahli waris dan keturunan yang asli dari PB X dengan permaisuri GKR Emas (Moersoedarinah) telah melakukan pelaporan ke Bareskrim Polri pada 26 Februari 2018,” kata Muhammad Munier Tjakraningrat kepada wartawan di Hotel Core, Jalan Laksda Adisutjipto, Senin (5/3/2018). Munier juga didampingi oleh adik kandungnya Mochamad Malikul Adil Tjakraningrat.

Untuk diketahui, saat ini di PN Yogyakarta tengah berlangsung sidang gugatan antara Suwarsi dkk sebagai penggugat melawan KGPA Paku Alam X sebagai tergugat terkait lahan bandara seluas 128 hektare di Kulonprogo.

Tanah itu adalah bagian dari 1.200 hektare tanah yang selama ini diklaim sebagai tanah Pakualamanaat Grond (PAG). Ganti rugi yang diberikan pemerintah atas tanah 128 hektare ini mencapai sekitar Rp700 miliar.

Dalam gugatannya Suwarsi mengaku sebagai ahli waris GKR Pembajoen. Untuk menguatkan gugatannya Suwarsi menyertakan bukti eigendom (bukti kepemilikan tanah) atas nama Moersoedarinah yang diterbitkan kantor Notaris Hendrik Radien di Yogyakarta pada 19 Mei 1916.

Selain itu Suwarsi juga menyertakan bukti surat keturunan (nazab) No 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943. Isinya menerangkan para penggugat adalah keturunan dari Malikoel Koesno atau PB X dan GKR Emas.

Suwarsi dkk juga menyerahkan surat dari Maha Menteri Keraton Surakarta Hadiningrat Panembahan Agung Tedjo Wulan.

Surat tertanggal 21 Juli 2017 ini ditunjukan kepada Kepala Kanwil BPN DIY yang menerangkan tentang kedudukan para penggugat sebagai keturunan GKR Pembajoen dan satu-satunya ahli waris yang sah atas eigendom No 674 verponding No 1511.

Nah, perihal pengakuan sebagai ahli waris inilah yang disoal oleh Munier Tjakraningrat. Munier menuding Agus Sutomo, Suwarsi dkk adalah ahli waris abal abal.

Munier menjelaskan, Raja Kasunanan Surakarta atau PB X yang tak lain adalah kakeknya menikah dengan GKR Emas yang memiliki nama kecil Moersoedarinah anak dari Sultan HB VII.

Dari pernikahan itu mereka memiliki satu anak yakni GKR Pembajoen (GKR Pembayun). Kemudian GKR Pembajoen menikah dengan Muhammad Sis Tjakraningrat pada 3 Desember 1945 dan memiliki empat anak.

“Anak pertama BRAy Koes Siti Marliyah, BRAy Koes Sistiyah Siti Marinaa, saya sendiri Muhammadi Munier Tjakraningrat dan adik saya Mochamad Malikul Adil Tjakraningrat,” tegasnya.

Munier berharap Mabes Polri bertindak cepat mengusut kasus ini. Pihaknya juga optimistis upaya pelaporan ini segera diproses tanpa harus menunggu putusan perkara perdata yang sedang berlangsung di PN Yogyakarta.

Muhammad Andre Tjakraningrat, cicit Pakubuwono X menyebut Keraton Yogyakarta juga sudah memberikan kekancingan kepada keluarga besarnya.

Kekancingan ini sebagai bentuk pengakuan keluarga Munier Tjakaraningrat dan Malikul Adil Tjakraningrat sebagai ahli waris HB VII mengingat GKR Emas adalah anak HB VII.

“Kamis besok kita juga diundang secara khusus oleh Raja Kasunanan Surakarta sebagai bentuk pengakuan terhadap trah kami,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu Andre juga menyinggung terkait laporanya ke Polres Kulonprogo. Dirinya berharap penyidik Polres Kulonprogo segera merespon laporan tersebut dengan memeriksa pihak-pihak terkait.

“Dari data yang kami temukan, kekancingan milik Agus Sutono itu dikeluarkan pada tahun 1955, padahal setahu kami dia lahir 1960. Mosok kekancingannya sudah ada sebelum dia lahir. Kami berharap Polres Kulonprogo tidak abai terhadap hal-hal seperti ini. Laporan kami sudah ada setahun lamanya,” ujarnya.

Kapolres Kulonprogo AKBP Irfan Rifai saat dikonfirmasi terkait penanganan laporan kejahatan asal usul tersebut hanya menjawab singkat. “Saya cek dulu ya,” tegasnya.

Sementara itu dalam sidang di PN Yogyakarta pekan kemarin majelis hakim yang dipimpin oleh Hapsoro memerintahkan pemeriksaan setempat (PS) atas lahan sengketa di Desa Glagah, Palihan, Sindutan, Kebonrejo dan Jangkaran, Kecamatan Temon, Kulonprogo. PS ini dimohonkan oleh Suwarsi dkk.

Dari pihak Pakualaman juga melakukan permohonan PS yakni pemeriksaan lokasi makam GKR Pembajoen di makam raja-raja Imogiri dan di Karanganyar.

Seperti diketahui GKR Pembajoen versi Munier Tjakraningrat dimakamkan di pemakaman Raja-Raja Imogiri Yogyakarta, sementara GKR Pembajoen versi Suwarsi dkk dimakamkan di pemakaman umum di Karanganyar.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9995 seconds (0.1#10.140)