LRT Harus Terintegrasi dengan Moda Lain

Rabu, 14 Februari 2018 - 07:40 WIB
LRT Harus Terintegrasi dengan Moda Lain
LRT Harus Terintegrasi dengan Moda Lain
A A A
BANDUNG - Upaya pengembangan moda transportasi massal terus dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Yang terkini, Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, menyatakan akan segera membangun light rail transit (LRT) dan ditargetkan rampung pada 2019.

Pembangunan moda transportasi massal berbasis rel tersebut diyakini dapat menjadi solusi kepadatan lalu lintas di Kota Kembang yang kian hari semakin macet, terutama di akhir pekan atau libur panjang.

Kehadiran LRT Metro Kapsul di Bandung, menambah daftar kota di Tanah Air yang tak lama lagi bakal memiliki moda LRT. Sebut saja Palembang dan Jakarta yang bakal mengoperasikan LRT bertepatan dengan event Asian Games 2018 Agustus mendatang. Di Palembang, progres pembangunan LRT hingga akhir bulan lalu mencapai 85%. Sementara LRT Jakarta untuk jalur Kelapa Gading-Velodrome sudah mencapai 60%. Sedangkan untuk rute LRT Cibubur-Cawang-Dukuh Atas yang rencananya beroperasi tahun depan progresnya baru mencapai 32%. Kota-kota lain yang berpotensi mengembangkan LRT di masa mendatang adalah Medan, Makassar, dan Surabaya.

Menurut pertimbangan Kementrian Perhubungan, kota-kota tersebut menjadi prioritas pengembangan transportasi massal berbasis rel karena memiliki jumlah penduduk 2 juta jiwa atau lebih.

Untuk proyek LRT Metro Kapsul di Bandung, tahap pertama akan dibangun koridor III sepanjang 8,5 km. Koridor ini dimulai dari Stasiun Hall (Stasiun Kereta Api Bandung) kemudian melintasi Jalan Otista, Dalem Kaum, Dewi Sartika, Pungkur, Buahbatu, Palasari, A Yani, dan kembali lagi ke Stasiun Hall. Nilai investasi untuk koridor ini mencapai Rp1,4 triliun. Pada tahap berikutnya, jalur LRT Metro Kapsul akan diteruskan hingga ke Tegalega dan kembali ke stasiun Bandung sepanjang 3 kilometer.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, pencanangan proyek Metro Kapsul Bandung kali ini merupakan kado bagi warga Bandung. Proyek tersebut telah ditunggu cukup lama oleh dan baru kali ini bisa terealisasi.

“Ini akan menjadi solusi transportasi di Kota Bandung di tengah arus kendaraan yang terus bertambah,” ujar Ridwan Kamil saat pencanangan LRT Metro Kapsul Bandung di Jalan Dalem Kaum, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/2).

Dia menambahkan, nantinya metro kapsul Bandung akan diperkuat 14 armada yang diharapkan dapat melayani lebih dari 20.000 orang per hari dengan kapasitas angkut 50 penumpang setiap armada.

Terkait anggaran, ujar Ridwan, proyek tersebut akan menelan biaya sekitar Rp150 miliar per kilometer (km). Jumlah tersebut diklaim lebih murah dibanding negara-negara lain yang mencapai Rp500 miliar per km. Adapun secara teknis, kereta tersebut mampu mencapai kecepatan hingga 60 km per jam dengan kapasitas 50 orang yang dapat beroperasi tanpa masinis.

“Kenapa bisa murah, karena teknologinya dirancang dan dibangun oleh warga Bandung. Selain itu, penggunaan komponen lokalnya mencapai 95%,” katanya.

Untuk lebih menarik warga agar beralih ke moda transportasi Metro Kapsul, Pemerintah Kota Bandung juga akan menetapkan tarif yang terjangkau, hanya sekitar Rp6.000-7.500 perpenumpang.

Proyek yang digagas Pemkot Bandung ini, tidak mengeluarkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Semua anggaran pembangunan menjadi tanggungan PT PP (Persero) sebagai perusahaan pemenang lelang untuk pembangunan Metro Kapsul di koridor III. Pemkot Bandung, dalam hal ini mendukung dalam proses perizinan.

Direktur PT PP Lukman Hidayat mengatakan, dalam proyek tersebut pihaknya menggandeng PD Pasar Jaya karena rute yang dilewati LRT akan menyinggahi beberapa terminal yang ada di wilayah PD Pasar Jaya.

"Koridor tiga ini memiliki 11 terminal pemberhentian. Nanti akan melibatkan PD Pasar karena beberapa terminal ada di wilayah PD Pasar," katanya.

Dia menambahkan, dalam pembangunannya proyek LRT Bandung akan menerapkan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) yang menelan nilai investasi sebesar Rp1,38 triliun melalui skema Build Operate Transfer (BOT) dengan masa konsesi 30 tahun.

Sebelumnya, LRT Metro Kapsul ditarget dibangun pada Agustus tahun lalu. Namun, tertunda karena menunggu persetujuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar Z Tamin mengatakan, Metro Kapsul Bandung akan menjadi solusi untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas Kota Bandung yang semakin parah. Hanya saja, moda tersebut harus terintegrasi dengan transportasi publik atau angkutan umum lain seperti Trans Metro Bandung (TMB) dan kereta gantung.

“Jadi multimoda, tidak bisa single moda. Jika itu dilakukan, keberadaan Metro Kapsul Bandung akan berpengaruh banyak dalam upaya mengurangi kemacetan. Apalagi metro kapsul ini seperti LRT, memiliki kapasitas angkut cukup besar,” ujar dia kepada KORAN SINDO tadi malam.

Yang pasti, kata dia, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap angkutan umum yang memadai sangat mendesak. Apalagi kemacetan di kota Parijs van Java ini sudah sangat parah. Terlebih keberadaan jalan sudah tidak memadai untuk menampung semakin bertambahnya jumlah kendaraan pribadi. Sementara angkutan umum yang ada belum memenuhi harapan masyarakat.

Dia menambahkan, Metro Kapsul Bandung harus menjangkau semua kawasan di Kota Bandung, baik barat, timur, utara, maupun selatan. Dengan demikian, keberadaanya menyeluruh untuk semua wilayah Kota Bandung sehingga orang akan pindah dari angkutan pribadi ke angkutan umum.

“Panjang jalan di Bandung tak sebanding dengan jumlah kendaraan. Saat ini, panjang jalan di Kota Bandung hanya 3% dari kebutuhan. Padahal idealnya, 10-30%,” tutur Ofyar.

Menurut Ofyar, untuk memberikan manfaat yang besar, pembangunan LRT harus terus dilakukan berkesinambungan, jangan berhenti hanya satu koridor. Selain itu, cakupannya juga harus lebih luas guna menyambungkan simpul-simpul wilayah di Kota Bandung, termasuk dengan kereta cepat Jakarta-Bandung yang sedang dibangun.

Tata Ulang Rute Bus Kota
Kementerian Perhubungan selaku regulator transportasi, tengah merancang integrasi rute angkutan darat pada stasiun-stasiun yang akan dilalui oleh Light Rail Transit (LRT) di sejumlah kota seperti Palembang, Jabodebek serta Bandung.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, integrasi tersebut dilakukan dengan mengatur ulang rute-rute Bus Rapid Transit (BRT) yang pengelolaannya berada di Dinas Perhubungan Daerah.

"Kami akan minta supaya Dinas Perhubungan di daerah bisa mengubah rute-rute melalui stasiun-stasiun transit yang dilewati oleh LRT. Di Palembang misalnya, melalui perubahan rute yang melintasi stasiun LRT diharapkan bisa menjadi moda pengumpan (feeder) bagi masyarakat menuju stasiun-stasiun LRT di sana," ujarnya kepada KORAN SINDO.

Kemenhub juga akan menawarkan konsep transit oriented development (TOD) kepada pengembang swasta di stasiun-stasiun yang dilintasi LRT. Dengan begitu, TOD akan menjadi terminal yang memadukan moda-moda angkutan transportasi darat.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, pergerakan orang yang besar di wilayah Jabodetabek ke depan akan bergeser ke arah angkutan massal berbasis rel seperti LRT. Apalagi, kata dia, pergerakan warga Jakarta sudah mencapai 8 juta jiwa per harinya.

"Karena itu, pembangunan permukiman akan kami dekatkan kepada trayek-trayek atau simpul-simpul angkutan massal melalui TOD transit. Sehingga, ke depan masyarakat bisa langsung menggunakan angkutan berbasis rel seperti LRT," ucapnya.

Menurutnya, permukiman yang dikembangkan saat ini jauh dari simpul transportasi, apalagi di daerah penyangga Jakarta.

Terpisah, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno mengatakan, dengan pengoperasian LRT diharapkan memberikan pilihan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi yang murah.

Untuk itu, kata dia, pengembangan LRT harus dilakukan secara terintegrasi dengan angkutan umum lainnya. “Sungguh sayang kalau tidak ada integrasi dengan angkutan umum lainnya. Bakal rugi dan sia-sia pembangunan LRT. Bagaimanapun harus ada feeder dari pemukiman warga untuk menuju stasiun LRT,” ungkapnya. (Arif Budianto/Agus Warsudi/ Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6776 seconds (0.1#10.140)