Kisah Sekanak, Kampung Bangsawan hingga Pusat Perdagangan

Senin, 10 Agustus 2020 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Sekanak, Kampung Bangsawan hingga Pusat Perdagangan
Suasana ruko lama dan aktivitas bongkar muat di pasar tradisional Sekanak, Palembang, Sumsel. Foto/SINDOnews/Berli Zul
A A A
PALEMBANG - Kota Palembang punya kota sejuta sejarah yakni Sekanak, kawasan dengan deretan bangunan tua dan sejarah panjang mengiringinya.

Sekanak menempati lembaran khusus dalam sejarah Kota Pempek. Pada era kesultanan, Sekanak adalah benteng terakhir pertahanan yang didiami para bangsawan termasuk Adipati, para rekanan dan sahabat sultan, tepatnya di Muara Sungai Sekanak.

Para bangsawan ini menempati rumah limas, rumah adat berbentuk panggung, yang masih bisa dilihat hingga saat ini.

Sultan Mahmud Badaruddin II disebutkan terakhir sebelum diasingkan oleh Belanda ke Ternate, keluar dari Keraton (BKB) melintasi Lawang Borotan (pintu belakang) menuju kediaman Adipati di Sekanak.

Karenanya Sekanak memiliki sejarah yang panjang dan menjadi saksi berbagai peristiwa penting sebelum Indonesia merdeka.

Kisah Sekanak, Kampung Bangsawan hingga Pusat Perdagangan


Sejak masa yang sama, kawasan pemukiman bangsawan ini sering didatangi para pedagang dari Asia. Transaksi ekonomi dalam jumlah besar berlanjut hingga era kolonial.

Ada Gedung Jacobson van den Berg, perkantoran dan pergudangan yang dikelola perusahaan perdagangan milik Belanda.

Di dalam gedung ini terdapat ruangan brankas yang mungkin tempat penyimpanan barang berharga dan uang dalam jumlah besar. Komoditi andalan Sumsel diperdagangkan melalui gudang ini, terutama kopi dan karet ada juga batu bara.

Jejeran bangunan toko lama yang mengesankan suasana khas masa lampau masih berdiri hingga kini, namun memang ada bagian yang terlihat butuh perbaikan.

Di bagian tidak jauh dari jembatan Sekanak masih berdiri pasar tradisional darat tertua. Pasar ini nadinya menyatu dengan aktivitas kapal barang di Sungai Musi, yang masih terlihat hingga kini.

Walaupun tidak lagi seramai dahulu, sebagian warga masih mencari dan membeli kebutuhan di tempat ini. “Tidak seramai dahulu lagi, tapi masih ada pasar. Bongkar muat dari kapal,” ujar Rahayu, pedagang yang mewarisi warung kopi orang tuanya.

Bagi Rahayu dan sejumlah pedagang serta warga di sekitar, Sekanak bukan sebatas sejarah untuk dikenang, namun adalah kehidupan yang akan terus hidup.

“Dari zaman Sultan, penjajah, sampai pemerintah Indonesia saat ini terus berubah penguasa dan pengusaha, tapi tempat (Sekanak) masih seperti ini, bangunannya, aktivitasnya walau tidak ramai, ada yang di Sungai,” katanya.

Pemkot Palembang bersama sejumlah komunitas pecinta sejarah telah mulai melakukan penataan untuk dijadikan destinasi wisata sejarah.

Penataan dilakukan mulai pengecatan bangunan tua hingga penataan Sungai Sekanak yang terintegrasi dengan kawasan Benteng Kuto Besak, Kantor Leiden (Kantor wali kota), Museum SMB II dan Jembatan Ampera.

“Kita juga berencana memindahkan wisata atraksi di pedestrian Sudirman ke Sekanak,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Palembang Isnaini.

Bukti lain kawasan ini pusat perekonomian terdapat gedung Bioskop Rex yang kemudian berganti nama menjadi Rosida di awal kemerdekaan, pasar tradisional, pergudangan hingga pabrik es tertua yang diperkirakan berdiri di tahun 1912.

Mengutip buku “Palembang dari waktoe ke waktu” karya RD Muhammad Ihsan, pertokoan lama di Sekanak dibangun sekitar tahun 1912 di kiri kanan jalan.

Kampung Sekanak terletak di tepian Sungai Musi dan muara Sungai Sekanak ini memang sangat strategis, tidak heran saat itu menjadi ramai dan banyak kegiatan berarti yang dilakukan di kawasan ini. Baik dari sekedar pertemuan-pertemuan biasa hingga transaksi ekonomi.
(boy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1464 seconds (0.1#10.140)