Ini Indikasi Penyebab 2 Pesawat Super Tucano TNI AU Jatuh di Pasuruan
loading...
A
A
A
MALANG - TNI Angkatan Udara (AU) menyebut serangkaian proses penyelidikan dua pesawat Super Tucano memerlukan waktu lebih dari satu bulan. Apalagi saat ini proses evakuasi bangkai pesawat belum sepenuhnya selesai.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menyatakan, dari hasil investigasi awal dua pesawat itu terkendala cuaca sangat buruk hingga menabrak gunung.
Tetapi untuk memastikan apakah betul kondisi cuaca saat kejadian kurang bersahabat, itu yang akan dianalisa lebih lanjut.
”Dari awal sudah jelas nabrak gunung, dua lagi ya selamat karena masuk cuaca buruk, terus (dua pesawat) nabrak gunung. Terus sekarang detailnya nabrak gunungnya apa belum tahu, harus dianalisa,” ucap R. Agung Sasongkojati, Rabu(22/11/2023).
Guna memastikan kondisi cuaca tersebut, tim investigasi bakal berkoordinasi dengan lembaga meteorologi baik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maupun Dinas Meteorologi Angkatan Udara (AU).
”Karena masuk cuaca buruk terus nabrak gunung, terus sekarang detailnya nabrak gunungnya apa belum tahu, harus dianalisa, tapi yang jelas fase evakuasi ini yang memang terhalang oleh cuaca hujan terus di Pasuruan,” ujarnya.
Data-data yang masuk itu kemudian dikumpulkan, dianalisa, dan dikomparasikan dengan penyelidikan bidang lain. Bidang lain seperti teknis pesawat, mulai dari perawatan hingga kondisi pilot penerbangnya juga akan diselidiki.
”Kesimpulan itu sementara di satu bidang yang harus diselidiki, orangnya ditanyain, bagian perawatannya gimana, bagian penerbangan gimana, bagian pelayanannya, Air Traffic Controller (ATC), kemudian meteorologinya, baru kesimpulannya lebih,” ungkapnya.
Seluruh proses itu minimal memerlukan waktu satu bulan, termasuk pembacaan dan analisa Voice and Data Recorder (VDR). Tim juga akan melihat bukti-bukti bangkai pesawat dan bagian pesawat lain yang dikumpulkan di Lapangan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh, Malang.
Selanjutnya bukti-bukti itu dicek satu persatu sebelum dibuat analisa kesimpulan.
”(Penyelidikan memerlukan waktu) lebih dari sebulan, ngumpulkan di dalam hanggar, dibandingkan datanya dicek satu persatu, dicek lagi, diulangi lagi, jadi nggak seperti kita anu. Dia nggak bisa cepat-cepat anu, orangnya minimal sebulan,” pungkasnya.
Sebelumnya kecelakaan dua pesawat TNI AU jenis Super Tucano terjadi di perbukitan Pegunungan Tengger tepatnya di Dusun Keduwung, Desa Jimbaran, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan.
Kedua pesawat ini bersama dua pesawat lainnya tengah menjalani latihan formasi terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis (16/11) sekitar pukul 10.51 WIB.Pesawat dengan nomor ekor TT-3111.
Kedua awak di dalamnya adalah Letkol Pnb Sandhra Gunawan (Frontseater) dan Kolonel Adm Widiono (Backseater). Sementara untuk pesawat bernomor eko TT-3103, dua awak di dalamnya yakni Mayor Pnb Yuda A. Seta (Frontseater) dan Kolonel Pnb Subhan (Backseater).
Tiga korban yang dimakamkan di TMP Suropati, pada Jumat tersebut adalah Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Subhan, Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Widiono Hadiwijaya dan Kolonel Penerbang (Anumerta) Sandhra Gunawan.
Sementara satu korban lain yakni Letkol Penerbang (Anumerta) Yuda A. Seta dimakamkan di TMP Madiun.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menyatakan, dari hasil investigasi awal dua pesawat itu terkendala cuaca sangat buruk hingga menabrak gunung.
Tetapi untuk memastikan apakah betul kondisi cuaca saat kejadian kurang bersahabat, itu yang akan dianalisa lebih lanjut.
”Dari awal sudah jelas nabrak gunung, dua lagi ya selamat karena masuk cuaca buruk, terus (dua pesawat) nabrak gunung. Terus sekarang detailnya nabrak gunungnya apa belum tahu, harus dianalisa,” ucap R. Agung Sasongkojati, Rabu(22/11/2023).
Guna memastikan kondisi cuaca tersebut, tim investigasi bakal berkoordinasi dengan lembaga meteorologi baik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maupun Dinas Meteorologi Angkatan Udara (AU).
”Karena masuk cuaca buruk terus nabrak gunung, terus sekarang detailnya nabrak gunungnya apa belum tahu, harus dianalisa, tapi yang jelas fase evakuasi ini yang memang terhalang oleh cuaca hujan terus di Pasuruan,” ujarnya.
Data-data yang masuk itu kemudian dikumpulkan, dianalisa, dan dikomparasikan dengan penyelidikan bidang lain. Bidang lain seperti teknis pesawat, mulai dari perawatan hingga kondisi pilot penerbangnya juga akan diselidiki.
”Kesimpulan itu sementara di satu bidang yang harus diselidiki, orangnya ditanyain, bagian perawatannya gimana, bagian penerbangan gimana, bagian pelayanannya, Air Traffic Controller (ATC), kemudian meteorologinya, baru kesimpulannya lebih,” ungkapnya.
Seluruh proses itu minimal memerlukan waktu satu bulan, termasuk pembacaan dan analisa Voice and Data Recorder (VDR). Tim juga akan melihat bukti-bukti bangkai pesawat dan bagian pesawat lain yang dikumpulkan di Lapangan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh, Malang.
Selanjutnya bukti-bukti itu dicek satu persatu sebelum dibuat analisa kesimpulan.
”(Penyelidikan memerlukan waktu) lebih dari sebulan, ngumpulkan di dalam hanggar, dibandingkan datanya dicek satu persatu, dicek lagi, diulangi lagi, jadi nggak seperti kita anu. Dia nggak bisa cepat-cepat anu, orangnya minimal sebulan,” pungkasnya.
Sebelumnya kecelakaan dua pesawat TNI AU jenis Super Tucano terjadi di perbukitan Pegunungan Tengger tepatnya di Dusun Keduwung, Desa Jimbaran, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan.
Kedua pesawat ini bersama dua pesawat lainnya tengah menjalani latihan formasi terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis (16/11) sekitar pukul 10.51 WIB.Pesawat dengan nomor ekor TT-3111.
Kedua awak di dalamnya adalah Letkol Pnb Sandhra Gunawan (Frontseater) dan Kolonel Adm Widiono (Backseater). Sementara untuk pesawat bernomor eko TT-3103, dua awak di dalamnya yakni Mayor Pnb Yuda A. Seta (Frontseater) dan Kolonel Pnb Subhan (Backseater).
Tiga korban yang dimakamkan di TMP Suropati, pada Jumat tersebut adalah Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Subhan, Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Widiono Hadiwijaya dan Kolonel Penerbang (Anumerta) Sandhra Gunawan.
Sementara satu korban lain yakni Letkol Penerbang (Anumerta) Yuda A. Seta dimakamkan di TMP Madiun.
(ams)