Hebat, Pemuda-Pemuda Ini Olah Sampah Plastik Jadi Paving

Sabtu, 28 Oktober 2017 - 09:13 WIB
Hebat, Pemuda-Pemuda Ini Olah Sampah Plastik Jadi Paving
Hebat, Pemuda-Pemuda Ini Olah Sampah Plastik Jadi Paving
A A A
DEMAK - Perubahan bangsa dari masa ke masa tak pernah lepas dari peran pemuda. Sejak masa perjuangan melawan penjajah, pemuda tak sekadar mengambil bagian untuk turut maju di medan perang. Mereka pun menyiapkan konsep perjuangan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa hingga tercetus Sumpah Pemuda 1928.

Semangat masa perjuangan itu tak pernah padam hingga sekarang. Silih berganti generasi muda selalu berada di garda terdepan untuk mengisi kemerdekaan. Seperti yang dilakukan sekelompok pemuda di Desa Brumbung, Kecamatan Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Mereka tak lagi angkat senjata, meski demikian perannya sangat menginspirasi warga seluruh kampung.

Pemuda-pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna bernama Karya Muda Sejahtera itu tergelitik dengan banyaknya sampah. Apalagi menurut kabar yang mereka terima, sampah plastik baik dari rumah tangga maupun industri tak mudah terurai oleh tanah meski telah memakan waktu bertahun-tahun. Hingga timbul gagasan mengolah sampah plastik menjadi barang yamg berguna dan memiliki nilai ekonomi.

"Dari situlah kami mulai berpikir untuk membuat paving blok dari sampah plastik. Sejak awal tahun ini, kami terus godok rencana itu untuk melakukan try and error, berulang kali eksperimen dan akhirnya bisa mendapatkan formula dan metode yang pas," ujar Ketua Karang Taruna Karya Muda Sejahtera, Muhamad Khusaeni, Sabtu (28/10/2017).

Pria berusia 30 tahun itu mengaku tak mudah mengawali pembuatan paving blok dari plastik. Cibiran dan tantangan tak hanya berasal dari warga, tetapi juga oleh anggota karang taruna.

Dari sekira 30 anggota yang diajak untuk mengolah sampah plastik, akhirnya hanya menyisakan tiga orang. "Mungkin karena ini kan mengolah sampah, jadi ada yang merasa jijik dan sebagainya," tutur dia.

Gambaran untuk mendapatkan sampah plastik yang semula dianggap mudah, dalam perjalanannya juga menemui hambatan. Kesadaran warga untuk memilah jenis-jenis sampah belum cukup tinggi. Apalagi, dukungan aparat desa untuk ikut membantu menggerakkan warga juga terkesan setengah hati.

"Seolah ini (pengolahan sampah plastik) hanya hajat kami sebagai karang taruna. Jadi warga itu ya hanya menyampaikan jika telah mengumpulkan sampah dan kami harus mengambil di rumah masing-masing. Kalau seperti itu kan makan waktu. Mestinya diantarlah ke tempat produksi, atau paling tidak dikumpulkan pada satu atau dua titik sehingga memudahkan kami untuk mengambil (sampah)," terangnya.

Meski perjalanannya tak mulus, namun dia bersama dua rekannya yakni Darul Mustaqim (32) dan Anas (24) pantang menyerah. Hampir setiap hari mereka mendatangi sebuah bangunan kayu di belakang Kantor Kepala Desa Brumbung.

Di tempat itulah mereka mengumpulkan sampah plastik sebelum diolah. Sebelum diolah, sampah plastik harus benar-benar kering sehingga cepat leleh ketika dibakar.

"Kalau masih basah atau airnya ketika dibakar banyak asapnya. Biasanya ya dijemur dulu hingga benar-benar kering. Plastik yang dipakai sebenarnya semua jenis plastik bisa. Pokoknya limbah rumah tangga itu bisa dipakai. Makanya butuh dukungan warga dan aparat desa untuk menggerakkan perangkat RT RW agar ikut membantu ketersediaan bahan baku sampah plastik," lugasnya.

Dia menjelaskan, untuk membuat paving blok dari sampah diawali dengan pembakaran plastik dalam wajan raksasa. Bedanya, api tidak di bawah wajan melainkan dalam wajan bersama plastik.

Dengan suhu di atas 100 derajat, sampah plastik akan meleleh dan menjadi jenang. Kemudian, jenang itu dimasukkan ke cetakan paving berbentuk segi enam dan dipres selama kurang lebih 15 menit.

"Alat ini kami desain sendiri. Kalau paving biasa kan hanya cetakan lalu adonan pasir dipukul-pukul agar padat. Nah kalau dari plastik ini, harus ada alat pres seperti tambal ban, karena ini kan jenang panas. Setelah ditunggu sekira 15 menit, jenang itu akan padat dan keras menjadi paving blok," tuturnya.

Pada awalnya, mereka hanya menggunakan plastik sebagai bahan baku paving blok. Meski memiliki kualitas mumpuni dan tak mudah pecah, namun paving blok lebih ringan hingga mudah mengambang di air. Setelah dilakukan pengujian teknis di Politeknik Negeri Semarang (Polines) disarankan untuk memberi campuran pasir sebagai pemberat sekaligus penguat adonan.

"Sekarang untuk pembuatannya kami mix, antara plastik dan pasir. Komposisinya masing-masing 50%. Plastik itu fungsinya sebagai pengganti semen. Meski materialnya beda antara plastik dan pasir, tapi ketika dibakar bersama menjadi jenang keduanya saling mengikat jadi pavingnya sangat kuat. Kami sempat mengujinya dengan dilindas truk-truk muatan pasir dan hasilnya tidak pecah," terangnya bangga.

Dengan komposisi baru itu, dibutuhkan plastik seberat 3 kilogram untuk membuat satu paving blok. Harga yang dipatok pun cukup bersaing dengan paving konvensial yakni Rp100 ribu per meter persegi. Sementara jika konsumen menghendaki paving dicat warna-warni dikenakan biaya tambahan Rp25 ribu. Harga tersebut dianggap sudah menutup biaya produksi dan jasa para pekerja.

"Bagi kami-kami yang terlibat dalam pembuatan paving ini juga sudah masuk di situ (uang jasa). Paving buatan kami ini bagus bila dipakai untuk taman bermain atau sejenisnya. Makanya kalau dicat warna-warni lebih bagus lagi," cetusnya.

Perjuangan panjang pemuda-pemuda itu kini sudah mulai dilirik banyak kalangan. Bahkan, beberapa kali hasil karya mereka ikut dalam pameran yang digelar pemerintah daerah. Selain itu, kesadaran warga untuk ikut membantu ketersediaan sampah plastik juga mulai tumbuh. Bahkan, beberapa toko di desa setempat mempersilakan sampah plastiknya diambil.

"Warga sudah mulai ada yang mengantarkan sampah plastik ke kami. Malah kami sebenarnya juga mau membeli sampah plastik itu dengan harga Rp300 per kilogram. Kalau membeli ke pengepul jelas enggak mungkin karena mencapai Rp2.700 per kilogram," tambahnya.

Dia mengatakan, untuk menjamin ketersediaan bahan baku sampah plastik perlu dukungan semua pihak. Selain peran pemerintah desa, juga diperlukan campur tangan pemerintah kecamatan dan kabupaten.

Apalagi, pembuatan paving blok ini tak sekadar menjadi solusi pengolahan sampah plastik tetapi sekaligus lapangan pekerjaan bagi warga.

"Jika semua pihak bisa membantu maka kami bisa fokus pada produksi dan tentunya permasalahan sampah plastik bisa ada solusi. Jadi memang enggak melulu nilai ekonomi harga paving harus lebih murah dari pasar, tetapi bagaimana persoalam sampah plastik ini bisa diatasi. Semoga pemerintah terketuk untuk menyediakan bahan baku (sampah plastik) dan alat cetakan bisa ditambah lagi," tandasnya berapi-api.

Kepala Desa Brumbung, Akhib Musadad, menyatakan memberi dukungan penuh terhadap kreativitas para pemuda mengolah sampah plastik. Bahkan, dia juga berkeinginan paving blok yang dihasilkan tak hanya dilakukan uji teknik tetapi juga mendapatkan kajian kelayakan dari bidang kesehatan.

"Kan ini dari sampah, makanya perlu ada uji kesehatan. Tapi mungkin saja ini kan prosesnya sudah dibakar jadi dari tiga kilogram plastik yang loss (hilang) sekira satu kilogram. Jadi kemungkinan ini juga sudah bagus (layak), tapi memang masih perlu uji kesehatan," ujarnya serius.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4821 seconds (0.1#10.140)