Cerita di Balik Tanjakan SpongeBob yang Viral, Bermula dari Tanah Wakaf

Jum'at, 10 November 2023 - 19:47 WIB
loading...
Cerita di Balik Tanjakan SpongeBob yang Viral, Bermula dari Tanah Wakaf
Tanjakan SpongeBob di Bulanagara, Lembang, Bandung Barat. (Foto: Ferry Bangkit Rizki)
A A A
BANDUNG - Akhir-akhir ini nama Tanjakan Spongebob di Kampung Bukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, mendadak populer di media sosial. Tak sekadar lantaran namanya yang berasal dari serial kartun yang jenaka, namun karena memiliki tingkat kemiringan ekstrem.

Tanjakan yang menjadi jalan pintas dari kawasan wisata Lembang menuju Kota Bandung ataupun sebaliknya itu viral karena serangkaian insiden melibatkan kendaraan roda dua dan roda empat yang terekam kamera warga hingga viral di media sosial . Ada yang mundur lagi bahkan sampai terjadi kecelakaan karena tak kuat menanjak.

Setelah ditelisik, keberadaan Tanjakan SpongeBob tak terlepas dari peran Emak Rasih. Awalnya, tanjakan tersebut hanya jalan setapak yang hanya muat sepeda motor. Hingga akhirnya Emak Rasih dengan sukarela mewakafkan tanahnya untuk pelebaran jalan sekitar 20-30 tahun lalu.

"Dulu jalan ini hanya jalan setapak, kemudian warga ingin ada akses ke kantor desa. Nah akhirnya nenek saya (Emak Rasih) mewakafkan tanahnya sebagian untuk jalan ini," kata Sayogi (37), cucu Emak Rasih, belum lama ini.



Menurut Sayogi, neneknya dulu memiliki tanah sekitar 100 tumbak atau 1.400 meter persegi di Kampung Bukanagara. Dulunya jalan tersebut ialah perkebunan. Namun dia tak mengetahui total tanah yang diwakafkan untuk jalan. Sayogi hanya ingat lebarnya saja yakni 2,5 meter. "Jadi awalnya minta 1 meter, yang kedua minta 1 meter lagi, terakhir minta 0,5 meter. Itu sesuai kesepakatan dengan warga dan sesepuh kampung di sini," kata Sayogi.

Di balik viralnya Tanjakan SpongeBob, ada yang masih mengganjal bagi keluarga penerus Emak Rasih. Mereka masih harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga saat ini padahal tanah untuk jalan itu sudah diwakafkan.

Permasalahan itu baru diketahui keluarga sekitar dua tahun lalu. Keluarga tak tahu bagaimana nasib sertifikat tanah tersebut. "Jadi dari awal itu, kita enggak tahu kalau sertifikatnya masih satu, ikut ke induknya. Belum ada pemisahan sertifikat tanah, ini buat jalan, ini yang sudah dibeli, ini yang punya keluarga saya. Jadi masih satu, atas nama Emak Rasih," kata Sayogi.

Penerus Emak Rasih pun harus menanggung seluruh biaya PBB secara utuh selama puluhan tahun meski sebagian sudah diwakafkan untuk jalan. Hal itu membuat keluarga merasa keberatan dan minta segera ada penyelesaiannya.

"Jadi kita juga baru tahu, kenapa tanah keluarga yang sisa 80 tumbak, tapi bayar PBB lumayan mahal, sekitar Rp500 ribu per tahunnya. Ternyata, kita itu bayar PBB tanah utuh, jadi 100 tumbak. Jadi jalan sama tanah yang sudah dijual itu masih kita yang bayar," kata Sayogi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1149 seconds (0.1#10.140)