Limbah Batik Penyumbang Terbesar Pencemaran Sungai

Selasa, 03 Oktober 2017 - 03:20 WIB
Limbah Batik Penyumbang Terbesar Pencemaran Sungai
Limbah Batik Penyumbang Terbesar Pencemaran Sungai
A A A
SOLO - Limbah industri batik di Kota Solo menjadi penyumbang terbesar terhadap pencemaran anak Sungai Bengawan Solo. Dua sungai bahkan tercemar berat akibat limbah batik melebihi ambang batas baku mutu.

Kabid Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo Luluk Nurhayati mengaku dua sungai yang tercemar berat akibat limbah batik adalah Sungai Premulung dan Sungai Jenes.

Kondisi pencemaran sangat mengkhawatirkan karena tercemar logam berat. DLH telah mengkaji daya dukung dan daya tampung kedua sungai yang bermuara di Sungai Bengawan Solo tersebut.

Dan hasilnya telah melebihi ambang batas. "Kami rutin menggelar uji laboratorium kualitas air sungai di Solo," kata Luluk Nurhayati di Solo, Jawa Tengah, Senin (2/10) siang.

Tujuh komponen yang menjadi parameter penilaian kondisi air antara lain kadar biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), kandungan logam berat, warna, bau, rasa, dan seng.

"Kondisi air di sekitar sungai memang tidak bisa dikatakan baik. Perilaku warga dan masih adanya industri rumah tangga yang buang limbah langsung ke sungai," bebernya.

Sementara itu, Sungai Pepe, Sungai Anyar dan Sungai Gajah Putih masuk klasifikasi kelas III pencemaran. Artinya kondisi air masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan meski tercemar.

Sedangkan Sungai Premulung dan Sungai Jenes tidak layak untuk pengairan pertanian dan perikanan. Pasalnya, kandungan zat kimia dari limbah batik sudah terlampau tinggi. Sungai Premulung dan Sungai Jenes sudah masuk kategori kelas empat, atau tidak layak untuk pertanian dan perikanan.

Penanganan pencemaran sungai harus digarap bersama sama dengan daerah lain di sekitar Solo. Beragam upaya terus digalakkan dalam penanganan pencemaran limbah.

Di antaranya membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. Meski diakui keberadaan IPAL komunal masih sangat minim. Dua IPAL komunal baru dibangun di Kelurahan Laweyan dan Kelurahan Sondakan.

Staf Seksi Pengendalian Pencemaran DLH Solo Edi Suparmanto menambahkan, keberadaan IPAL tidak mampu menampung limbah dari seluruh perajin batik.

Seperti IPAL Komunal Laweyan, hanya mampu menampung sembilan pelaku usaha dari sekitar 25 pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tak jauh berbeda dengan IPAL di Sondakan.

Dari sekitar sepuluh UMKM, hanya enam yang limbahnya dikelola IPAL tersebut. "Kami berencana membangun IPAL komunal di Kecamatan Pasar Kliwon, tapi terkendala lahan yang dimiliki," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3609 seconds (0.1#10.140)