Kunjungi Ponpes Sukamanah, Ganjar Diberi Kesempatan Pegang Pedang Bambu Bersejarah
loading...
A
A
A
TASIKMALAYA - Ada yang unik ketika Bacapres Ganjar Pranowo berkunjung ke Ponpes Sukamanah, Selasa (10/10/2023). Ganjar diberi kesempatan pedang bambu bersejarah oleh Kyai Acep Tohir Fuad.
Pedang itu bukan pedang biasa, melainkan pedang yang digunakan Kiai Zainal Musthafa -ayah Kiai Acep- untuk berjuang melawan penjajah. ”Ini pedang dari bambu Pak Ganjar. Dulu senjata yang digunakan melawan penjajah ya ini. Calon presiden harus tahu ini,” jelas Kiai Acep.
Kiai Acep menerangkan, dulu Kiai Zainal Musthafa dan para santri berjuang menggunakan pedang dan tombak dari bambu. Namun meski dari bambu, pedang dan tombak bambu (bambu runcing) yang digunakan bukan senjata sembarangan.
”Ini warna aslinya kuning, berubah coklat seperti ini karena ada bekas darahnya pak. Dan ini tidak sembarang senjata, orang yang pegang ini kebal peluru,” jelas Kyai Acep.
Ganjar pun memegang pedang dari bambu itu sambil mendengarkan kisah perjuangan Kiai Zainal Musthafa. Bagaimana dulu Kiai Zainal Musthafa berjuang dalam pertempuran Sukamanah yang melegenda.
Sebanyak 86 santri Kiai Zainal gugur dan dimakamkan dalam satu lubang. Sementara Kiai Zainal ditahan di Jakarta dan dihukum mati oleh tentara Jepang. ”Dulu makam bapak saya di Jakarta, kemudian atas permintaan keluarga dipindahkan ke sini,” jelas Kiai Acep.
Kyai Acep pun mengajak Ganjar berziarah ke makam pahlawan yang letaknya tak jauh dari pondok pesantren itu. Di makam pahlawan itu, terbaring Kiai Zainal Musthafa dan para santrinya.
Ganjar didampingi Kiai Acep dan Bupati Tasikmalaya berdoa di pusara makam Kyai Zainal Musthafa dan para santri yang telah gugur melawan penjajah. Ia sempat tabur bunga di masing-masing puasar makam para syuhada itu.
”Ternyata Kiai Zainal Musthafa ini ayahanda Kiai Acep yang juga seorang pahlawan. Beliau berjuang saat masih muda, usia 44 tahun berjuang melawan penjajah dan gugur,” ucap Ganjar.
Kiai Zainal membuktikan bahwa banyak ulama di Indonesia yang berjuang mempertahankan NKRI dengan pertaruhan nyawa. Maka generasi penerus harus belajar bagaimana sikap patriotik, nasionalis para pejuang yang gugur mempertahankan Indonesia, termasuk kalangan ulama.
”Kita belajar betul dari ketokohan beliau, banyak ulama yang punya sikap patriotis, nasionalis dan mengorbankan jiwa raga untuk Indonesia. Ini pelajaran penting bagi generasi penerus bangsa berikutnya, bagaimana kita mempertahankan NKRI di mana pun kita berada,” pungkasnya.
Pedang itu bukan pedang biasa, melainkan pedang yang digunakan Kiai Zainal Musthafa -ayah Kiai Acep- untuk berjuang melawan penjajah. ”Ini pedang dari bambu Pak Ganjar. Dulu senjata yang digunakan melawan penjajah ya ini. Calon presiden harus tahu ini,” jelas Kiai Acep.
Kiai Acep menerangkan, dulu Kiai Zainal Musthafa dan para santri berjuang menggunakan pedang dan tombak dari bambu. Namun meski dari bambu, pedang dan tombak bambu (bambu runcing) yang digunakan bukan senjata sembarangan.
”Ini warna aslinya kuning, berubah coklat seperti ini karena ada bekas darahnya pak. Dan ini tidak sembarang senjata, orang yang pegang ini kebal peluru,” jelas Kyai Acep.
Ganjar pun memegang pedang dari bambu itu sambil mendengarkan kisah perjuangan Kiai Zainal Musthafa. Bagaimana dulu Kiai Zainal Musthafa berjuang dalam pertempuran Sukamanah yang melegenda.
Sebanyak 86 santri Kiai Zainal gugur dan dimakamkan dalam satu lubang. Sementara Kiai Zainal ditahan di Jakarta dan dihukum mati oleh tentara Jepang. ”Dulu makam bapak saya di Jakarta, kemudian atas permintaan keluarga dipindahkan ke sini,” jelas Kiai Acep.
Kyai Acep pun mengajak Ganjar berziarah ke makam pahlawan yang letaknya tak jauh dari pondok pesantren itu. Di makam pahlawan itu, terbaring Kiai Zainal Musthafa dan para santrinya.
Ganjar didampingi Kiai Acep dan Bupati Tasikmalaya berdoa di pusara makam Kyai Zainal Musthafa dan para santri yang telah gugur melawan penjajah. Ia sempat tabur bunga di masing-masing puasar makam para syuhada itu.
”Ternyata Kiai Zainal Musthafa ini ayahanda Kiai Acep yang juga seorang pahlawan. Beliau berjuang saat masih muda, usia 44 tahun berjuang melawan penjajah dan gugur,” ucap Ganjar.
Kiai Zainal membuktikan bahwa banyak ulama di Indonesia yang berjuang mempertahankan NKRI dengan pertaruhan nyawa. Maka generasi penerus harus belajar bagaimana sikap patriotik, nasionalis para pejuang yang gugur mempertahankan Indonesia, termasuk kalangan ulama.
”Kita belajar betul dari ketokohan beliau, banyak ulama yang punya sikap patriotis, nasionalis dan mengorbankan jiwa raga untuk Indonesia. Ini pelajaran penting bagi generasi penerus bangsa berikutnya, bagaimana kita mempertahankan NKRI di mana pun kita berada,” pungkasnya.
(ams)