Misteri Syekh Junaedi Randusanga Wali Penyebar Islam di Brebes

Senin, 29 Mei 2017 - 05:00 WIB
Misteri Syekh Junaedi Randusanga Wali Penyebar Islam di Brebes
Misteri Syekh Junaedi Randusanga Wali Penyebar Islam di Brebes
A A A
Kelurahan Randusanga Wetan, Kabupaten Brebes, tak hanya dikenal karena keberadaan obyek wisata Pantai Randusanga Indah dan kuliner lautnya. Tetapi juga karena keberadaan makam keramat yang berada di kawasan permukiman di pesisir Laut Jawa itu.
Misteri Syekh Junaedi Randusanga Wali Penyebar Islam di Brebes

Makam keramat itu diyakini sebagai peristirahatan terakhir seorang waliyullah bernama Syekh Junaedi. Lokasi makam yang ramai didatangi peziarah pada hari-hari tertentu ini berada di tengah-tengah areal tambak milik warga.

Penanda keberadaan makam ini berupa papan dari kayu yang ditancapkan di tepi jalan desa. Sebelum sampai di kompleks makam, peziarah harus melewati jalan setapak yang membelah tambak-tambak.

Syekh Junaedi dipercaya sebagai ulama penyebar Islam di wilayah Brebes khususnya di wilayah pesisir.
Sosoknya diperkirakan hidup satu masa dengan Walisongo. Sayangnya tak banyak cerita ihwal perjalanan hidup dan kegiatan penyebaran Islam yang dilakukannya.

Juru kunci makam Syekh Junaedi, Syakhur Romli (81) mengatakan, warga di sekitar makam hanya mengetahui keberadaan Syekh Junaedi setelah dimakamkan.

"Ke sini kapan dan berapa lama tinggal, dimakamkan kapan, kurang tahu. Tahunya sudah ada makamnya," kata Syakhur saat ditemui KORAN SINDO, Sabtu 27 Mei 2017.

Menurut Syakhur, keberadaan makam awalnya diketahui saat warga penasaran dengan burung-burung yang jatuh saat terbang di atas areal makam yang saat itu masih berupa rawa-rawa. Setelah berupaya mencari penyebabnya, warga hanya mendapati gundukan tanah yang ternyata adalah sebuah makam.

"Itu katanya kalau ada burung terbang, jatuh. Kemudian dicari ada apanya. Ternyata tidak ada apa-apa. Hanya ada tempat yang lain dari pada yang lain. Gundukan tanah. Terus dirawat sampai sekarang ini," ceritanya.

Dari cerita yang didapat Syakhur, Syekh Junaedi berasal dari Baghdad. Kedatangannya ke Randusanga konon setelah wilayah itu ditinggalkan Walisongo ke Cirebon. Pernah singgahnya Walisongo itu juga menjadi asal usul nama Randusanga.

"Randusanga itu berasal dari randu dari kata randa, artinya bekas. Jadi bekas musyawarah Walisanga. Kenapa Randusanga disebut bekas musyawarah walisanga, sebab saat Syekh Junaedi datang, Walisanga sudah berangkat. Tinggal bekasnya," ungkapnya.

Sebagai juru kunci, Syakhur pernah beberapa kali didatangi sosok yang diyakininya sebagai Syekh Junaedi di dalam mimpi. Dari mimpi yang dialaminya, dia menggambarkan sosok Syekh Junaedi memiliki tubuh tinggi, berhidung mancung seperti kebanyakan orang Arab, dan memakai sorban.

"Pernah dalam satu mimpi saat sudah jadi juru kunci, saya diberi yasin. Yasinnya panjang seperti buku absen. Kertasnya kuning," ungkap juru kunci kesembilan ini.

Nama Syekh Junaedi juga dipercaya orang-orang dari mimpi salah satu juru kunci. Tidak ada yang mengetahui nama aslinya, termasuk asal-usul namanya.

"Beliau juga tidak diketahui keturunannya, atau silsilahnya. Setahu saya tidak ada keturunannya. Di sini hanya ada makam beliau saja," ujar Syakhur.

Meski sosok dan asal-usulnya lebih banyak diselubungi misteri, makam Syekh Junaedi selalu didatangi banyak peziarah saat malam Jumat dan Selasa kliwon. Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain masyarakat biasa, sejumlah habib juga pernah datang untuk berziarah dan berdoa.

"Jumlah peziarah kalau malam Jumat kliwon dan Selasa kliwon sampai 500-an orang. Ada yang sampai menginap," ujar Syakhur.

Para peziarah itu menginap di aula yang dibangun warga secara swadaya dan menyatu dengan areal makam Syekh Junaedi. Terdapat juga mushola di dekat aula. "Tidak ada peninggalan Syekh Junaedi. Aula dan mushola dibangun warga," tutup Syakhur.

Sejarawan Brebes, Wijanarto, mengatakan, dari cerita tutur di masyarakat, terdapat sejumlah versi terkait sosok Syekh Junaedi.

"Ada yang menganggap Syekh Junaedi adalah waliyullah yang banyak memberi keberuntungan kepada masyarakat Randusanga. Kemudian dipercaya juga sebagai auliya yang melakukan syiar Islam," ujarnya.

Terkait keberadaan makamnya di Randusanga, lanjut Wijanarto, terdapat juga versi yang menyebutkan jika itu hanya petilasan atau tempat persinggahan Syekh Junaedi saja.

"Terlepas dari berbagai versi yang ada. Keberadaan makam Syekh Junaedi di Randusanga itu menunjukkan bahwa proses syiar Islam di Pulau Jawa itu banyak dimulai atau dilakukan di wilayah pesisir. Para ulama penyiarnya datang dari jazirah Arab, hidup, lalu dimakamkan di sana," tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4598 seconds (0.1#10.140)