Miris, 20 Tulang Anak Ini Patah Akibat Penyakit Langka

Jum'at, 31 Maret 2017 - 13:18 WIB
Miris, 20 Tulang Anak Ini Patah Akibat Penyakit Langka
Miris, 20 Tulang Anak Ini Patah Akibat Penyakit Langka
A A A
BANDUNG - Di atas kasur yang tergeletak di lantai, Muhammad Fahri (11) terlihat duduk ditemani ibunya, Sri Astati Nursani (32) atau yang akrab disapa Sani.

Rumah yang ditempatinya di Jalan Cipadung RT 01 RW 03 Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, itu merupakan rumah saudaranya.

Ia bersama Fahri dan anak bungsunya terpaksa menumpang tinggal di sana dalam beberapa tahun terakhir. Itu karena rumahnya sudah dijual untuk menutupi biaya pengobatan Fahri.

Fahri sendiri terlihat ceria meski dirundung penyakit langka yang disebut Osteogenesis Imperfecta. Penyakit itu membuat pengidapnya memiliki tulang yang rapuh. Meski kondisinya seperti itu, Fahri tampak murah senyum.

Kondisi fisik Fahri pun terlihat cukup miris. Tulang kering kaki kanannya tampak melengkung, bahkan pada bagian lututnya terlihat gepeng. sesekali bagian dari lututnya itu mengeluarkan darah.

Kaki kirinya juga hampir serupa. Tapi kondisinya tidak separah kaki kanan. Tidak cukup sampai disitu, bagian dadanya juga menonjol karena banyak dari tulang rusuknya yang sudah patah. Tulang punggungnya juga patah. Bahkan mata Fahri kini juga minus sehingga harus memakai kacamata.

Dalam posisi duduk, Fahri sepintas terlihat seperti anak umur sekira empat tahunan. Itu karena berat badannya sangat jauh dari anak usia 11 tahun.

"Fahri beratnya enggak nambah-nambah, tetap 12 kilogram dari usia tujuh tahun," kata Sani, Jumat (31/3/2017).

Dijelaskannya, Fahri diketahui pernah terjatuh saat usianya empat tahun. Saat itu, kaki kanannya patah pada bagian tulang kering. Padahal saat Fahri jatuh tidak mengalami benturan keras.

Sempat dibawa ke rumah sakit, tapi Fahri tidak bisa diobati. Pengobatan ahli patah tulang tradisional juga tidak membuat tulang Fahri yang patah sembuh. Penyakit yang diderita Fahri juga sempat menjadi tanda tanya.

Penyakitnya baru diketahui saat usia lima tahun usai diperiksa di salah satu rumah sakit di Kota Bandung. Tapi saat itu belum ada obat yang bisa menyembuhkannya.

Beberapa tahun kemudian, ternyata obat untuk Fahri ditemukan. Dibuat di luar negeri, harga obat itu harus dibeli seharga Rp15-16 juta untuk sekali suntik sebulan sekali.

Semula, obat itu tidak dicover oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sehingga Sani harus bekerja keras untuk mencari biaya pengobatan. Rumahnya pun terpaksa dijual.

"Tapi sekarang sudah ada subsidi (dari BPJS), jadi sekali berobat bayarnya sekira Rp3,8 juta," ungkapnya.

Hingga kini, Fahri masih terus menjalani pengobatan. Uang untuk biaya berobat pun Sani sisihkan dari hasil berjualan tisu. Ia sengaja membagi hasil jualannya untuk kehidupan sehari-hari dan dikumpulkan untuk biaya berobat.

"Saya biasanya jualan di sekitar Jalan Riau. Berangkat biasanya setelah Fahri pulang sekolah sekitar pukul 11.00 WIB. Pulang biasanya magrib, kadang pukul 22.00 WIB atau 23.00 WIB malam baru pulang kalau belum dapat uang," jelas Sani.

Sementara akibat penyakitnya, sejak usia empat tahun hingga kini sudah banyak tulang Fahri yang patah. "Lebih dari 20 tulang yang sudah patah," ucapnya.

Fahri pun lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur. Ia baru dalam sebulan terakhir bisa duduk setelah menjalani pengobatan.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9861 seconds (0.1#10.140)