Pertempuran Pasukan Pemuda Melawan Belanda di Selat Nasik

Sabtu, 25 Februari 2017 - 05:00 WIB
Pertempuran Pasukan Pemuda Melawan Belanda di Selat Nasik
Pertempuran Pasukan Pemuda Melawan Belanda di Selat Nasik
A A A
Tepatnya 14 Desember 1945, masyarakat Selat Nasik mengangkat senjata berjuang mempertahankan Selat Nasik dari upaya pendudukan Belanda. Jiwa dan harta pun dikorbankan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Proklamasi dikumandangkan 17 Agustus 1945 di Jakarta, ternyata tidak langsung dapat diketahui seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di Pulau Belitung akibat minimnya sara komunikasi.

Berita kemerdekaan itu secara resmi baru diterima di Belitung pada tanggal 6 September 1945 dikirim Masjarif, selaku Residen Bangka Belitung dari Bukit Tinggi kepada wakil pemerintahan Gunco (Demang) di Tanjungpandan, yang pada waktu itu dijabat oleh Kiai Agus Latif.

Berita kemerdekaan Indonesia itu juga belum disebarluaskan kepada masyarakat pada hari itu. Masyarakat mengetahui berita kemerdekaan itu melalui siaran radio, kebetulan setelah Jepang meninggalkan Pulau Belitung, rakyat sudah diperbolehkan mendengarkan siaran radio.

Berita kemerdekaan itu secara resmi baru diumumkan kepada masyarakat pada tanggal 16 Oktober 1945 pada saat wakil pemerintahan Gunco (Demang) dijabat oleh Kiai Agus Muhammad Jusuf.

Belanda kembali datang ke Pulau Belitung pada tanggal 21 Oktober 1945. Kedatangan ini merupakan bagian dari usaha mereka untuk menduduki kembali Indonesia.

Belanda menganggap Indonesia seperti gabus raksasa di mana Belanda bisa terapung. Untuk melaksanakan pendudukan terhadap Indonesia, terutama wilayah Sumatera, maka daerah yang paling mudah untuk dijadikan sasaran adalah Pulau Belitung.

Belanda paham Pulau Belitung merupakan daerah yang letaknya strategis dan kaya akan hasil tambang timah. Karena itu, mereka ingin menjadikannya sebagai daerah kolonisasi.

Pemerintahan Belanda melakukan penjagaan ketat terhadap Pulau Belitung. Hal ini dilakukan agar Pulau Belitung tidak dapat berhubungan dengan dunia luar. Itu terlihat ketika Angkatan Laut Belanda aktif patroli di perairan Bangka-Belitung.

Pada tanggal 21 Oktober 1945, sebuah kapal perang Belanda HMS Admiral Tromp berlabuh di pelabuhan Tanjungpandan dengan nahkoda Kolonel Laut Stamp.

Kolonel Laut Stamp juga merupakan komandan dan wakil sekutu. Dalam kapal HMS Admiral Tromp ikut membonceng tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administation) yang dipimpin oleh Mayor Textor dan Letnan Laut Soesman.

Tentara NICA berjumlah 65 orang, langsung menduduki kantor-kantor penting di Tanjungpandan, seperti kantor polisi, kantor telegrap, tangsi militer, rumah sakit dan kantor pemerintahan.

Tentara NICA juga menurunkan Bendera Merah Putih yang berkibar di depan kantor polisi dan kantor telegrap, dan kemudian menggantikannya dengan bendera Belanda. Kantor-kantor penting yang dikuasai Belanda, sebagian dijadikan sebagai markas mereka, dengan markas utama berada di Hotel GMB Tanjungpendam.

Kedatangan Belanda kembali ke Pulau Belitung membuat rakyat marah. Pendudukan ini jelas-jelas, mengancam kemerdekaan Indonesia. Berita tentang NICA sudah diterima pada tanggal 10 Oktober 1945.

Namun berita tentang NICA baru dibacakan Kiai Agus Muhammad Jusuf selaku wakil pemerintah Gunco (Demang) di Tanjungpandan pada tanggal 20 Oktober 1945 pada saat Partai Nasional Indonesia bersidang untuk mengutarakan berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI).

Keterlambatan Kiai Agus Muhammad Jusuf membacakan telegram dari Masjarif, membuat rakyat Belitung tak berdaya untuk mempertahankan wilayah Belitung dari penjajahan kembali bangsa Belanda. Kedatangan Belanda jelas-jelas mengancam kemerdekaan.

Rakyat Belitung dari beberapa lapisan masyarakat segera mempersiapkan diri sambil menunggu komando dari pimpinan Republik Indonesia.

Pada tanggal 21 Oktober 1945, terjadi penyerahan kekuasaan dari tentara Jepang kepada Sekutu, yang dilaksanakan di atas kapal HMS Admiral Tromp.

Pada malam harinya, PNI sebagai pusat kekuatan politik di Belitung saat itu, langsung mengadakan rapat sebagai reaksi atas kedatangan Belanda. Dalam rapat itu diputuskan untuk memberi kabar secepatnya kepada Presiden Indonesia atas pendaratan NICA di Belitung.

Kemudian pada tanggal 23 Oktober 1945 atas inisiatif sendiri, berangkatlah Mat Daud Malik ketua pemuda, Air Seru, dengan tugas meminta bantuan senjata dan petunjuk kepada pemerintahan pusat.

Pada tanggal 18 Nopember 1945, Mat Daud Malik yang berangkat ke Jawa, tiba kembali di Belitung. Mat Daud Malik tidak berhasil mendapatkan senjata karena di Jawa pun pada waktu itu kekurangan senjata.

Tetapi Mat Daud Malik mendapatkan petunjuk-petunjuk dari pimpinan pemerintah pusat agar tetap melaksanakan perjuangan melawan Belanda.

Pada bulan Nopember 1945, Desa Selat Nasik kedatangan utusan dari Bangka untuk mengetahui kekuatan Belanda di Pulau Belitung, khususnya di Tanjungpandan.

Satu bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1945, datang seorang suku laut yang tak dikenal namanya membawa berita bahwa NICA telah mendarat di Desa Petaling. Dengan adanya berita tersebut, ketua pemuda memerintahkan untuk melakukan pengejaran terhadap serdadu NICA yang menggunakan Kapal Merbabu.

Tak lama kemudian terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan pasukan pemuda. Dalam pertempuran tersebut, pasukan NICA menggunakan senapan mesin. Sedangkan pihak pemuda menggunakan senjata bren-gun, hasil pemberian Manusama, pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Pongok, Bangka.

Karena persiapan peluru yang sedikit, pasukan pemuda membuang senapannya ke laut. Kapal Merbabu yang berisikan tentara NICA maju-mundur dari medan pertempuran.

Untuk mendapatkan peluru lagi, diadakanlah perundingan antara pasukan pemuda dengan pasukan Tentara Keamanan Rakyat untuk membuka peti berisi peluru.
Setelah mendapatkan peluru, para pasukan pemuda tidak berhasil melakukan penyerangan terhadap NICA, karena tentara NICA sudah berada di ujung Desa Selat Nasik.

Di ujung jalan Desa Selat Nasik, pasukan NICA menembak Dullah Saidin. Kemudian pasukan NICA menuju ke Simpang Empat, Desa Selat Nasik, -sekarang didirikan Tugu Peringatan Pertempuran Selat Nasik-.

Di Simpang Empat ini, seorang opsir Belanda mati tertembak oleh Dahlan. Kejadian ini menimbulkan kemarahan pasukan NICA dan mereka menembak setiap apa yang bergerak dengan membabi buta.

Dari Simpang Empat pasukan NICA terus melakukan penyerangan ke arah pelabuhan Desa Selat Nasik, termasuk menyisir setiap rumah penduduk.

Di pelabuhan Desa Selat Nasik, pasukan NICA melakukan penembakan terhadap Sidik yang berada di ujung pelabuhan. Penembakan itu dibalas oleh Sidik dengan tembakan yang menewaskan tiga orang pasukan NICA.

Sidik kemudian menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkan diri. Di ujung pelabuhan kemudian berlabuh kapal motor Banteng yang di dalamnya terdapat enam orang anggota TKR.

Enam anggota TKR ini kemudian menembak pasukan NICA yang sedang mencari Sidik. Serangan pasukan TKR ini membuat pasukan NICA yang masih hidup melarikan diri ke tepi pantai.

Dari tepi pantai ini pasukan NICA kembali menyerang pasukan TKR yang berada di kapal motor Banteng. Pasukan NICA menggunakan speed boat Jager dalam melakukan penyerangan itu.

Akibat serangan pasukan NICA yang semakin gencar ditambah persediaan peluru yang semakin menepis, para pejuang TKR pun akhirnya menyerah tanpa syarat.

Sumber:

wikipedia
saikiyamaneaw
diolah dari berbagai sumber
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4907 seconds (0.1#10.140)