Pengamat Ekonomi Sebut RUU Cipta Kerja Pro Kepentingan UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma’ruf menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja pro terhadap kepentingan UMKM. Ma’ruf mengatakan jika disahkan RUU Cipta Kerja bisa menstimulus dan membantu UMKM dalam menjalankan perekonomian masyarakat.
“Kalau saya mereview dari RUU Cipta Kerja, saya melihat pro UMKM. Tampak sekali dari banyak pasal saya sudah petakan banyak pro UMKM. Saya yakin jika ini bisa terakselerasi dengan baik bisa menstimulus untuk kebangkitan ekonomi rakyat,” kata Ma’ruf dalam diskusi virtual bertajuk 'Solusi Membangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi' yang diselenggarakan oleh Joglosemar Institute, Rabu (29/7/2020) kemarin.
Dosen Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY ini menjelaskan banyak UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang tidak mampu membayar upah di atas Upah Minimum Regional (UMR). Menurutnya, dengan RUU Cipta Kerja UMKM akan bisa bertahan meski tidak bisa membayar upah di atas UMR.
“UMKM diizinkan dan dimaklumi tapi bukan berarti aji mumpung tidak, ada regulasi turunannya. Tapi paling tidak bahwa ketika UMKM ini terpaksa tidak bisa membayar gaji upah karyawannya di bawah UMR itu statusnya tidak sebagai penjahat ekonomi tapi karena keterpaksaan. Nah hal-hal seperti ini bisa didialogkan,” jelas Ma’ruf.
Ma’ruf menambahkan RUU Cipta Kerja relevan dengan ekonomi lokal masyarakat. Ma’ruf mencontohkan dalam RUU Cipta Kerja pemerintah diharuskan melakukan penyedehanaan administrasi perizinan.
“Selama ini UMKM itu momoknya adalah administrasi perizinan seperti pajak dan izin lingkungan. Pemerintah terhadap UMKM itu akan mensederhanakan. Pajak itu bagian dari kebutuhan bersama. Ada pemangkasan administrasi pajak. UMKM misal pengusaha tahu kalau disuruh bikin IPAL berat sekali tidak ekomomis."
"Maka pemerintah di RUU Cipta Kerja itu wajib memfasilitasi penyediaan instalasi pengelolaan limbah. Bahkan sampai kalau UKL, UPL, dan AMDAL itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Ini kan sangat potensial. Sehingga UMKM jadi tidak kena high cost ekonomi. Karena ada efisiensi,” sambung Ma’ruf menjelaskan.
Baca Juga: Polemik Omnibus Law, Ini Komentar Pakar dan Serikat Pekerja
Ma’ruf menegaskan pro-kontra terhadap suatu kebijakan adalah hal yang biasa terjadi, termasuk RUU Cipta Kerja ini. Dia meminta kepada pihak-pihak yang kontra untuk mau berdialog bisa duduk bersama mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak.
“Bagi saya pro-kontra tidak ada masalah, yang penting ruang dialog itu terbuka, jangan pakai pokoke tolak. Nah saya kira ini tidak fair. Yang terpenting ruang dialognya terbuka dan saya menilai RUU Cipta Kerja ini manfaatnya jauh lebih banyak bagi ekonomi rakyat. RUU Cipta Kerja pro ekonomi rakyat. Tapi gorengan dengan isunya ketenagakerjaan kemudian ini hanya pro investor besar nah saya kira harus dibicarakan,” pungkasnya.
“Kalau saya mereview dari RUU Cipta Kerja, saya melihat pro UMKM. Tampak sekali dari banyak pasal saya sudah petakan banyak pro UMKM. Saya yakin jika ini bisa terakselerasi dengan baik bisa menstimulus untuk kebangkitan ekonomi rakyat,” kata Ma’ruf dalam diskusi virtual bertajuk 'Solusi Membangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi' yang diselenggarakan oleh Joglosemar Institute, Rabu (29/7/2020) kemarin.
Dosen Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY ini menjelaskan banyak UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang tidak mampu membayar upah di atas Upah Minimum Regional (UMR). Menurutnya, dengan RUU Cipta Kerja UMKM akan bisa bertahan meski tidak bisa membayar upah di atas UMR.
“UMKM diizinkan dan dimaklumi tapi bukan berarti aji mumpung tidak, ada regulasi turunannya. Tapi paling tidak bahwa ketika UMKM ini terpaksa tidak bisa membayar gaji upah karyawannya di bawah UMR itu statusnya tidak sebagai penjahat ekonomi tapi karena keterpaksaan. Nah hal-hal seperti ini bisa didialogkan,” jelas Ma’ruf.
Ma’ruf menambahkan RUU Cipta Kerja relevan dengan ekonomi lokal masyarakat. Ma’ruf mencontohkan dalam RUU Cipta Kerja pemerintah diharuskan melakukan penyedehanaan administrasi perizinan.
“Selama ini UMKM itu momoknya adalah administrasi perizinan seperti pajak dan izin lingkungan. Pemerintah terhadap UMKM itu akan mensederhanakan. Pajak itu bagian dari kebutuhan bersama. Ada pemangkasan administrasi pajak. UMKM misal pengusaha tahu kalau disuruh bikin IPAL berat sekali tidak ekomomis."
"Maka pemerintah di RUU Cipta Kerja itu wajib memfasilitasi penyediaan instalasi pengelolaan limbah. Bahkan sampai kalau UKL, UPL, dan AMDAL itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Ini kan sangat potensial. Sehingga UMKM jadi tidak kena high cost ekonomi. Karena ada efisiensi,” sambung Ma’ruf menjelaskan.
Baca Juga: Polemik Omnibus Law, Ini Komentar Pakar dan Serikat Pekerja
Ma’ruf menegaskan pro-kontra terhadap suatu kebijakan adalah hal yang biasa terjadi, termasuk RUU Cipta Kerja ini. Dia meminta kepada pihak-pihak yang kontra untuk mau berdialog bisa duduk bersama mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak.
“Bagi saya pro-kontra tidak ada masalah, yang penting ruang dialog itu terbuka, jangan pakai pokoke tolak. Nah saya kira ini tidak fair. Yang terpenting ruang dialognya terbuka dan saya menilai RUU Cipta Kerja ini manfaatnya jauh lebih banyak bagi ekonomi rakyat. RUU Cipta Kerja pro ekonomi rakyat. Tapi gorengan dengan isunya ketenagakerjaan kemudian ini hanya pro investor besar nah saya kira harus dibicarakan,” pungkasnya.
(tri)