Kisah Kambing Senduro Lumajang Dihargai hingga Rp30 Juta, Awalnya Dibawa Bung Karno dari India

Kamis, 20 Juli 2023 - 13:54 WIB
loading...
Kisah Kambing Senduro Lumajang Dihargai hingga Rp30 Juta, Awalnya Dibawa Bung Karno dari India
Kambing Senduro Lumajang yang dalam sejarahnya dibawa Bung Karno dari India. Foto/MPI/Solichan Arif
A A A
LUMAJANG - Kambing Senduro Lumajang. Begitu para peternak kambing di tanah air dan sejumlah negara mengenalnya hingga kini. Habitat asalnya memang berasal dari wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Namun tidak banyak yang tahu, bahwa kambing berbulu putih, berkepala besar dengan geraham bawah lebih maju itu, merupakan kambing yang terkait erat dengan kebijakan ekonomi Presiden Soekarno atau Bung Karno.



Sejarah telah mencatat, Presiden Soekarno lah yang pertama kali membawa nenek moyang kambing Senduro Lumajang. Leluhur kambing itu dibawa langsung oleh Bung Karno dari negeri India.

“Nama kambingnya Jamnapari ras dari Etawah, sebuah daerah di India. Orang awam biasa menyebut kambing Etawa,” tutur Saiful Siam, salah seorang peternak kambing Senduro Desa Kandangtepus, Kecamatan Senduro, Lumajang kepada MPI Kamis (20/7/2023).

Dari data yang dihimpun, saat itu Soekarno tengah menyiapkan proyek pembangunan peternakan di Indonesia. Program pemerintah yang berorentasi memproduksi daging, telur dan susu itu, dimanifestasikan ke dalam Kasimo Plan.

Siapa Kasimo? Kasimo atau lengkapnya Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono merupakan menteri pertanian Indonesia ke- 6 (1948-1950) era Pemerintahan Soekarno.



Pada periode 1947-1949 Kasimo pernah menjabat sebagai menteri muda kemakmuran dalam kabinet Amir Syarifuddin. Kemudian juga pernah didaulat sebagai menteri persediaan makanan rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II.

Di bawah pemerintahan Soekarno, Kasimo melaksanakan program yang dikenal dengan nama Kasimo Plan. Salah satu langkah yang dipersiapkan Soekarno adalah membawa kambing Jamnapari dari India.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 1947. Kambing Jamnapari India itu, kata Saiful oleh Bung Karno dikembangbiakkan di dua tempat di Pulau Jawa. Yakni di Senduro Lumajang dan di daerah Kaligesing, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.

“Di Senduro, kambing Jamnapari dikawinkan dengan kambing Menggolo, yakni kambing lokal Lumajang. Kenapa yang dipilih Lumajang? Itu yang saya kurang tahu,” terang Saiful

Hasil persilangan Jamnapari dengan Menggolo lahir varietas baru yang kemudian dikenal dengan nama kambing Senduro. Secara fisik, kambing jenis baru ini berbeda.

Selain anatomi kepala lebih besar, yakni terutama pejantan, kambing Senduro memiliki sepasang telinga panjang, lemas sekaligus melintir ke bawah. Begitu juga postur tubuhnya, lebih besar dan tinggi. Bahkan melebihi leluhurnya.

“Dalam usia dua tahun, dengan perawatan yang bagus, kambing Senduro mampu mencapai berat 150 kg,” kata Saiful yang juga mengembangkan peternakannya ke dalam Agro Eduwisata yang bernama Goatzilla Farm.

Proyek Soekarno dalam pembangunan peternakan, yakni terutama terkait rekayasa genetika kambing Senduro, dinilai sudah tepat. Kehadiran kambing Senduro berpotensi besar memenuhi kebutuhan pangan dan gizi di tanah air

Menurut Saiful, kambing Senduro memiliki keunggulan dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi. Seekor kambing Senduro betina mampu menghasilkan susu 1-1,5 liter per hari.

Dari penelitian sejumlah akademisi kampus, kandungan gizi susu kambing Senduro, kata dia lebih bagus dibanding susu sapi maupun kambing lainnya.

“Saat ini jumlah produksi susu kambing di Senduro mencapai rata-rata 3 ton per hari. Jumlah populasi kambing Senduro yang diperah sebanyak 3 ribu ekor,” ungkapnya.

Selain susu, dengan postur yang gede, kambing Senduro juga mampu menghasilkan bobot daging yang besar. Tak heran, harga kambing Senduro memiliki kelas tersendiri di pasaran kambing.

Terutama kambing Senduro kelas kontes, harganya bisa lebih mahal.

“Rata-rata untuk kambing Senduro dewasa bisa Rp20-30 juta. Kalau kelas kontes bisa lebih mahal lagi,” tambahnya.

Saat ini, jumlah populasi kambing Senduro di Kabupaten Lumajang mencapai sekitar 40 ribu ekor, yakni dengan lokasi pusat pembibitan di Kecamatan Senduro dan Pasrujambe.

Pada tahun 2014, melalui Keputusan Menteri Pertanian RI 1055/Kpts/SR.120/10/2014, kambing Senduro Lumajang telah ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik ternak lokal Indonesia.

Bahkan varietas kambing Senduro telah dikenal di 33 negara di dunia sebagai salah satu kambing unggulan asal Indonesia.

Namun sayangnya, kata Saiful dalam mengembangbiakkan kambing Senduro, para peternak rakyat relatif berjalan sendiri. Termasuk dalam mencari pasar ekonomi, peternak rakyat melakukannya sendiri.

Pembinaan dari pemerintah, diakui Saiful memang ada, namun belum berjalan maksimal. “Sampai saat ini bisa dibilang para peternak rakyat kambing Senduro auto pilot, atau berjalan sendiri,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Rizal, salah seorang komunitas pemuda di Kabupaten Lumajang. Melihat konteks sejarah yang ada, kambing Senduro kata dia harusnya bisa menjadi ikon besar Lumajang.

Pemerintah daerah semestinya menangkap peluang itu sedari dulu. Sebab yang ia ketahui selama ini, banyak susu kambing Senduro asal Lumajang yang dibawa ke luar daerah, dan ironisnya market brandnya bukan Lumajang.

“Tidak hanya susu kambing Senduro sih, tapi juga banyak produk lain asal Lumajang yang bernasib sama. Dan ironisnya pemerintah daerah terkesan berpangku tangan,” keluhnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1897 seconds (0.1#10.140)