Program Jambanisasi Ganjar Berhasil, Kemenkes Sebut Jateng Segera Terbebas dari BABS
loading...
A
A
A
SEMARANG - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Jateng akan segera terbebas dari problem Buang Air Besar Sembarangan (BABS) menyusul keberhasilan provinsi ini melaksanakan Program Jambanisasi. Berkat komitmen Gubernur Jateng Ganjar Pranowo 94,8 persen desa maupun kelurahan bebas dari problem BABS.
Apresiasi tersebut disampaikan Direktur Penyehatan Lingkungan Ditjen P2P Kemenkes, Anas Maruf usai mengisi acara "Dialog Membangun Komitmen Menuju Deklarasi Provinsi Jawa Tengah, Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)" di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang belum lama ini.
“Indikator untuk SBS kan hitungannya per desa atau per kelurahan. Kabar terbaru tadi kami dapatkan, kurang lebih 94,8 persen desa kelurahan di Jawa Tengah itu sudah 100 persen ODF (Open Defecation Free/Terbebas dari Buang Air Sembarangan), bahkan SBS,” kata Anas usai acara.
Perwakilan Kemenkes itu mengatakan, capaian itu bisa terwujud berkat komitmen Gubernur yang gencar memenuhi satu dari tiga faktor tercapainya 100 persen SBS.
Tiga faktor tersebut pertama adalah pemenuhan sarana prasarana, kedua adalah regulasi dan kebijakan, dan ketiga adalah peran serta masyarakat dengan perubahan perilaku.
“Penting itu. Berarti ada ada dukungan kebijakan, ada dukungan perencanaan penganggaran kemudian diwujudkan dalam bentuk suplai yang diwujudkan dalam bentuk infrastruktur sarana prasarana, bahwa seluruh KK (Kepala Keluarga) untuk punya akses terhadap jamban,” ujarnya.
Capaian tersebut, lanjut Anas, bisa disempurnakan dengan mendorong enam kabupaten yang warganya masih BAB sembarangan untuk menjadi SBS. Melihat antusias para bupati dan wali kota yang hadir dalam acara dialog tersebut, Anas optimistis hal itu bisa dilakukan.
“Para bupati wali kota sudah menyampaikan komitmen untuk segera mencapai dari 6 (daerah) itu. Nanti harapannya seluruh kabupaten kota di Jawa Tengah ini bisa 100 persen ODF,” ungkapnya.
Dari 8558 desa dan kelurahan di Jateng, tahun 2022 sejumlah 7710 desa/ kelurahan atau 94,8 persen sudah ODF.
Ganjar Pranowo mengatakan, jambanisasi perlu dilakukan dengan serius karena menjadi salah satu program yang mendukung keberhasilan penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
Data BPS menyebut, tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Jateng sebanyak 4,8 juta orang atau 14,44 persen. Jumlah ini terus menurun hingga hanya 11,32 persen atau 3,89 juta jiwa pada 2018.
Meski sempat naik pada tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi Covid-19, dari data terakhir kemiskinan di Jateng pada 2022 kembali turun menjadi 3,83 juta jiwa atau 10,93 persen. Ini membuktikan sejumlah intervensi yang dilakukan untuk penanganan kemiskinan dengan salah satunya jambanisasi berhasil dilakukan.
“Kalau sekarang datanya cukup dan anggaran APBD nya sudah ada, segera dieksekusi (jambanisasi). Kalau belum ada, sama seperti penurunan kemiskinan ekstrem, kami carikan (anggaran) CSR, Baznas, filantropi, atau bantuan dari siapapun agar kami bisa mempercepat itu,” ujarnya.
Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah mencatat, bantuan stimulan jamban telah dibagikan secara gratis pada warga sejak 2015 hingga saat ini. Total jumlahnya hingga sekarang mencapai 37.869 paket jamban. Per paket bantuan itu, terdiri atas semen, kloset dan pipa paralon. Tahun 2023, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengalokasikan sebanyak 7.181 ribu paket.
“Kami akan bantu agar masyarakat punya akses jamban, syukur-syukur masing-masing punya sendiri-sendiri. Dan mereka mengerti bahwa jamban itu juga perlu ada toiletnya, septitanknya, bukan dibuang ke kali atau ke kolam, sehingga jauh lebih sehat,” tandasnya.
Jambanisasi yang dilakukan Pemprov Jateng ini juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari data BPS terkait proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak terus meningkat.
Data BPS menyebutkan pada 2020 proporsi rumah tangga dengan sanitasi layak di Jateng mencapai 83,24 persen. Data ini meningkat pada 2022 menjadi 84,37 persen. Angka ini pun cukup bagus dibanding 2 provinsi besar yakni di Jawa Barat 74,02 persen dan Jawa Timur 81,13 persen pada tahun 2022.
Apresiasi tersebut disampaikan Direktur Penyehatan Lingkungan Ditjen P2P Kemenkes, Anas Maruf usai mengisi acara "Dialog Membangun Komitmen Menuju Deklarasi Provinsi Jawa Tengah, Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)" di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang belum lama ini.
“Indikator untuk SBS kan hitungannya per desa atau per kelurahan. Kabar terbaru tadi kami dapatkan, kurang lebih 94,8 persen desa kelurahan di Jawa Tengah itu sudah 100 persen ODF (Open Defecation Free/Terbebas dari Buang Air Sembarangan), bahkan SBS,” kata Anas usai acara.
Perwakilan Kemenkes itu mengatakan, capaian itu bisa terwujud berkat komitmen Gubernur yang gencar memenuhi satu dari tiga faktor tercapainya 100 persen SBS.
Tiga faktor tersebut pertama adalah pemenuhan sarana prasarana, kedua adalah regulasi dan kebijakan, dan ketiga adalah peran serta masyarakat dengan perubahan perilaku.
“Penting itu. Berarti ada ada dukungan kebijakan, ada dukungan perencanaan penganggaran kemudian diwujudkan dalam bentuk suplai yang diwujudkan dalam bentuk infrastruktur sarana prasarana, bahwa seluruh KK (Kepala Keluarga) untuk punya akses terhadap jamban,” ujarnya.
Capaian tersebut, lanjut Anas, bisa disempurnakan dengan mendorong enam kabupaten yang warganya masih BAB sembarangan untuk menjadi SBS. Melihat antusias para bupati dan wali kota yang hadir dalam acara dialog tersebut, Anas optimistis hal itu bisa dilakukan.
“Para bupati wali kota sudah menyampaikan komitmen untuk segera mencapai dari 6 (daerah) itu. Nanti harapannya seluruh kabupaten kota di Jawa Tengah ini bisa 100 persen ODF,” ungkapnya.
Dari 8558 desa dan kelurahan di Jateng, tahun 2022 sejumlah 7710 desa/ kelurahan atau 94,8 persen sudah ODF.
Ganjar Pranowo mengatakan, jambanisasi perlu dilakukan dengan serius karena menjadi salah satu program yang mendukung keberhasilan penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
Data BPS menyebut, tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Jateng sebanyak 4,8 juta orang atau 14,44 persen. Jumlah ini terus menurun hingga hanya 11,32 persen atau 3,89 juta jiwa pada 2018.
Meski sempat naik pada tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi Covid-19, dari data terakhir kemiskinan di Jateng pada 2022 kembali turun menjadi 3,83 juta jiwa atau 10,93 persen. Ini membuktikan sejumlah intervensi yang dilakukan untuk penanganan kemiskinan dengan salah satunya jambanisasi berhasil dilakukan.
“Kalau sekarang datanya cukup dan anggaran APBD nya sudah ada, segera dieksekusi (jambanisasi). Kalau belum ada, sama seperti penurunan kemiskinan ekstrem, kami carikan (anggaran) CSR, Baznas, filantropi, atau bantuan dari siapapun agar kami bisa mempercepat itu,” ujarnya.
Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah mencatat, bantuan stimulan jamban telah dibagikan secara gratis pada warga sejak 2015 hingga saat ini. Total jumlahnya hingga sekarang mencapai 37.869 paket jamban. Per paket bantuan itu, terdiri atas semen, kloset dan pipa paralon. Tahun 2023, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengalokasikan sebanyak 7.181 ribu paket.
“Kami akan bantu agar masyarakat punya akses jamban, syukur-syukur masing-masing punya sendiri-sendiri. Dan mereka mengerti bahwa jamban itu juga perlu ada toiletnya, septitanknya, bukan dibuang ke kali atau ke kolam, sehingga jauh lebih sehat,” tandasnya.
Jambanisasi yang dilakukan Pemprov Jateng ini juga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari data BPS terkait proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak terus meningkat.
Data BPS menyebutkan pada 2020 proporsi rumah tangga dengan sanitasi layak di Jateng mencapai 83,24 persen. Data ini meningkat pada 2022 menjadi 84,37 persen. Angka ini pun cukup bagus dibanding 2 provinsi besar yakni di Jawa Barat 74,02 persen dan Jawa Timur 81,13 persen pada tahun 2022.
(shf)