Dua Ibu-Ibu Penambang Pasir Tewas Tertimbun Longsor

Selasa, 26 April 2016 - 16:25 WIB
Dua Ibu-Ibu Penambang Pasir Tewas Tertimbun Longsor
Dua Ibu-Ibu Penambang Pasir Tewas Tertimbun Longsor
A A A
KLATEN - Dua perempuan penambang pasir tradisional, di Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, tewas tertimbun longsoran tebing saat menambang di Kali Tawang Kulon.

Kepala Desa (Kades) Sidorejo Jemakir mengatakan, dua penambang yang tewas adalah Sarjiyem (30), warga Dukuh Tawang, RT 6/3, Desa Sidorejo, dan Legiyem (32), warga Dukuh Margomulyo, Desa Tangkil.

"Sarjiyem merupakan anak Narso (56). Sedangkan Legiyem adalah menantu Narso. Legiyem dan suaminya Darbo, tinggal di Desa Tangkil," katanya, kepada wartawan, Selasa (26/4/2016).

Saat kejadian, mereka menambang bertiga dengan Narso, yang satu (Narso) bisa menghindari longsoran, dan yang dua tidak bisa menghindar. Longsor terjadi sekira pukul 08.30 Wib.

"Diduga, longsor terjadi karena tebing setinggi lima meter tidak bisa menahan beban batu besar seberat 1,5 ton yang berada di atas tebing. Lantaran galian membentuk cekungan, longsoran pun tidak terelakkan," terangnya.

Jemakir menjelaskan, keluarga Narso memang sehari-harinya menambang pasir, di Kali Tawang Kulon. Penambangan dilakukan di lahan milik pribadi dengan menggunakan alat tradisional, seperti cangkul, sekop, dan lainnya.

”Mereka sudah dua tahun menambang. Menambang sejak pukul 07.00 Wib. Kejadiannya sekitar pukul 08.30 Wib. Posisi korban di dasar sungai, Narso berteriak minta tolong ke warga. Lalu dilakukan evakuasi oleh warga 30 menit kemudian,” katanya.

Atas kejadian tersebut, Narso cukup terguncang dan mengalami syok. Jemakir menjelaskan, Sarjiyem dan Legiyem mengalami luka di punggung, kaki kanan keduanya patah, dan salah satu kepala mengalami luka memar.

"Dua perempuan ini sama-sama meninggalkan anak yang masih cukup kecil. Sarjiyem anaknya dua, Legiyem juga punya dua anak. Kadang-kadang anaknya ikut ke penambangan karena tidak ada yang momong," jelasnya.

Lokasi tambang dengan rumah korban cukup dekat, hanya berjarak 100 meter. Sementara itu, tetang Narso, Darto (50) menambahkan, pihaknya pertama kali mengetahui kejadian tersebut ketika Narso berteriak minta tolong.

"Anak Darto, Sutar (25) membantu menolong korban. Sementara Darto mencari pertolongan warga lainnya," ungkapnya.

Menurutnya, selain bertani warga memang banyak yang menambang pasir secara tradisional. Penambangan tradisional bisa menghasilkan satu rit pasir dalam 3-4 hari. Dari penambang, satu rit pasir dibandrol Rp400 ribu.

"Jika dijual di pasar luar, harganya bisa mencapai Rp1,2 juta per rit. Tapi memang resikonya itu (longsor). Jadi penambang biasanya sudah antisipasi, kalau tahu ada pasir yang bergerak rintik-rintik langsung keluar,” tukasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7851 seconds (0.1#10.140)