Kisah Syekh Jangkung yang Sakti Mandraguna dan Ahli Berdakwah

Selasa, 09 Mei 2023 - 05:03 WIB
loading...
Kisah Syekh Jangkung...
Syekh Jangkung atau juga dikenal sebagai Saridin adalah seorang ahli berdakwah Agama Islam. Ia juga seorang dermawan, senang beramal dan membantu kaum du’afa dan para fakir-miskin. Foto ilustrasi
A A A
JAKARTA - Syekh Jangkung atau juga dikenal sebagai Saridin adalah seorang ahli berdakwah Agama Islam. Ia juga seorang dermawan, senang beramal dan membantu kaum du’afa dan para fakir miskin.

Namun, kehebatan berdakwahnya tidak terlalu banyak diceritakan warga Pati, Jawa Tengah. Yang menjadi buah bibir dan diceritakan warga Pagi turun-temurun adalah tentang kesaktinnya.

Ada banyak cerita yang menunjukkan Syekh Jangkung seorang sosok yang memiliki kesaktian luar biasa. Cerita itu sangat melegenda. Nah, siapa sesungguhnya Syekh Jangkung atau Saridin?

Dalam Babad Pati disebutkan bahwa Saridin adalah anak angkat Ki Ageng Kingiran yang ditemukan di pinggir sungai. Lalu oleh Ki Ageng Kingiran bayi tersebut diambil dan diberi nama Saridin.

Ki Ageng Kingiran kala itu memang mendambakan anak lelaki meski telah memiliki putri yang bernama Sumiyem.
Setelah dewasa Sumiyem diperistrikan oleh seorang laki-laki bernama Branjung, sedangkan Saridin dikawinkan dengan gadis bernama Sumirah.



Seiring perjalanan waktu Ki Ageng Kingiran orangtua angkat Saridin yang sudah tua berpesan, jika dirinya meninggal, maka pohon durian miliknya akan diwariskan kepada Saridin dan Branjung suami dari Sumiyem.

Ki Ageng Kingiran berpesan jika siang durian tersebut merupakan bagiannya Branjung sedang kalau malam bagiannya Saridin. Artinya, kalau buah duren jatuh pada hari, maka itu menjadi rejeki Branjung sedangkan kalau jatuh malam hari maka rejekinya Saridin.

Ternyata durian tadi kalau siang tidak ada yang jatuh. Sedangkan kalau malam banyak yang jatuh. Branjung mulai merasa iri hatinya dan timbul dalam pikirannya ingin menyamar menjadi harimau untuk menakut-nakuti Saridin.

Setelah merubah dirinya menjadi harimau maka segera memanjat pohon durian. Saridin tahu kalau ada harimau di pohon durian segera menombaknya kena dan mati. Oleh petinggi Pati, Saridin didakwa telah melakukan pembunuhan sehingga harus dijatuhi hukuman.

Saridin dipenjara oleh penguasa Pati. Sebelum dipenjara, Saridin bertanya apakah boleh pulang jika kangen anak dan istrinya.

Petugas menjawab “boleh, asal bisa” . Dan terbukti beberapa kali Saridin bisa pulang, keluar dari penjara di malam hari dan kembali lagi esok harinya.

Hal ini tentunya membuat penguasa Pati jengkel lalu Saridin dikenai hukuman gantung. Tapi saat digantung para petugas tidak mampu menarik talinya karena terlalu berat.

Saridin menawarkan ikut membantu, dijawab oleh Adipati “boleh, asal bisa”. Dan karena izin itu Saridin lepas dari talinya, lalu ikut menarik tali gantungan. Baca Juga: Kisah Keluguan dan Karomah Syekh Jangkung

Adipati semakin murka, dan menyuruh membunuh Saridin saat itu juga. Lalu Saridin memutuskan melarikan diri dan berguru pada Sunan Kudus. Di Sunan Kudus, Saridin terus-menerus menunjukkan kesaktiannya.

Saat disuruh bersyahadat oleh Sunan Kudus, para santri lain memandang remeh pada Saridin, apa mungkin dia bisa mengucapkannya dengan benar. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan semua orang.

Saridin justru lari, memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi, dan tanpa ragu terjun dari atasnya. Sampai di tanah, dia tidak apa-apa. Semua pada heran pada apa yang terjadi.

Sunan Kudus menjelaskan, bahwa Saridin bukan cuma mengucapkan syahadat, tapi seluruh dirinya bersyahadat, menyerahkan seluruh keselamatan dirinya pada kekuasaan tertinggi.

Kalau sekedar mengucapkan kalimat syahadat, anak kecil juga bisa. Namun Saridin masih tetap dilecehkan oleh para santri. Saat ada kegiatan mengisi bak air untuk wudhu, Saridin bukannya diberi ember, malah diberi keranjang. Tapi dengan keranjang itu pula Saridin bisa mengisi penuh bak air.

Karena Saridin seolah pamer kelebihan sehingga dia akhirnya diusir Sunan Kudus, harus keluar dari tanah Kudus. Saridin lalu bertemu dengan Sunan Kalijaga gurunya terdahulu.

Kemudian Saridin diperintahkan untuk bertapa di lautan, dengan hanya dibekali dua buah kelapa sebagai pelampung. Setelah berhari-hari bertapa di laut dan hanyut terbawa ombak akhirnya dia terdampar di salah satu kerajaan di Pulau Sumatera yang belum masuk dalam kekuasaan Kerajaan Mataram.

Raja tersebut menganggap remeh Sultan Agung. Saridin menyela omongan Raja tersebut, dia merasa terpanggil sebagai seorang yang sama-sama dari Tanah Jawa.

Dia mengaku sebagai hamba Mataram yang mau menguji kesaktian dengan sang raja. “Aku bisa menghitung kekuatan pasukan kerajaan ini, yang paduka gelar di alun-alun kerajaan,” kata Saridin.

Ribuan pasukan itu telah siap siaga untuk melawan Sultan Agung Mataram. “Ya, coba kalau bisa kamu menghitung ribuan pasukanku dengan tepat, aku akan mengaku kalah sama kamu, Saridin,”.

Lalu Saridin melesat dengan cepat ke atas, berlari dari ujung ke ujung tombak yang mengacung ke langit. Semua dihitung dengan cepat seperti kilat. Dia kemudian berada di hadapan raja dengan menebak jumlah pasukan yang berbaris. Raja itu pun tertunduk, bergetar dan ciut nyalinya menghadapi kesaktian Saridin.

Seketika itu raja takluk di hadapan Saridin, namun dia tidak menerima sembah bakti. Saridin menyarankan untuk tunduk kepada Sultan Agung saja, sebab Saridin adalah salah satu hamba dari Mataram. Dengan demikian raja tersebut tunduk-takluk kepada Sultan Agung tanpa perlawanan sama sekali.

Cerita kehebatan Saridin sampai di telinga Sultan Agung yang sedang galau karena warga di Alas Roban sedang dalam masalah besar. Kala itu takyat menjadi korban Ki Jati, penguasa alas Roban sangat kejam dan banyak membunuh warga karena membuka ladang di daerah itu.

Ki Jati sangat sakti. Dia bisa berubah menjadi siluman ular yang sangat ganas. Ki Jati juga kerap menculik gadis-gadis muda di sekitar alas roban untuk dijadikan tumbal agar dia tetap sakti. Sultan Agung lalu minta tolong pada Saridin atau Syeh Jangkung untuk menumpasnya. Syeh Jangkung lalu mendatangi Ki Jati.

Terjadilah pertarungan adu sakti antara Syeh Jangkung dengan Ki Jati. Ki Jati kalah dan Syeh Jangkung minta agar Ki Jati berjanji akan meninggalkan alas roban. Meski kalah, Ki Jati masih menyimpan dendam. Atas jasanya menumpas penguasa Alas Roban, Syeh Jangkung mendapat hadiah dari penguasa Mataram untuk mempersunting kakak perempuannya, Retno Jinoli.

Inilah kesempatan bagi Ki Jati, saat Syeh Jangkung melangsungkan pernikahannya. Ki Jati yang masih dendam raganya masuk ke dalam Retni Jinoli. Syeh Jangkung kini harus berhadapan dengan siluman ular Alas Roban yang merasuk ke dalam diri Retno Jinoli.

Dengan sungguh-sungguh Syeh Jangkung merukyah calon istrinya. Istri Syeh Jangkung sembuh dan siluman ular yang masuk ke raga Retno Jinali keluar.

Syeh Jangkung marah hingga akhirnya dapat membunuh Ki Jati Wanita trah Keraton Mataram itu lalu menjadi istri sah Syeh Jangkung dan diboyong ke Miyono.

Ketika usia Syech Jangkung mendekati senja dia memilih hidup sebagai petani dengan membuka perkampungan baru di kawasan Pati, Jawa Tengah.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2689 seconds (0.1#10.140)