Hutan Bakau Dibabat, Abrasi Mengancam Kepulauan Meranti

Selasa, 17 November 2015 - 17:18 WIB
Hutan Bakau Dibabat, Abrasi Mengancam Kepulauan Meranti
Hutan Bakau Dibabat, Abrasi Mengancam Kepulauan Meranti
A A A
MERANTI - Pembabatan hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, merupakan ancaman serius yang bisa mengakibatkan abrasi pantai. Hutan bakau itu ditebang untuk diolah menjadi kayu arang.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti Mamun Murod mengatakan, jumlah pengolahan arang (panglong) yang terdata mencapai 55 unit dengan 220 tungku tersebar di Tebing Tinggi, Rangsang, Pulau Padang dan Merbau.

Jika diasumsikan sekali produksi pertungku 20 ton kayu bakau, maka dalam waktu dua bulan sebanyak 4.400 ton kayu bakau menjadi arang. Dengan penyerapan tenaga kerja dimasing-masing panglong 5-7 orang pertungku dan membutuhkan 10-20 buruh.

"Produksi kayu bakau dilakukan perdua bulan sekali," kata Murod, kepada wartawan, Selasa (17/11/2015).

Murod mengakui, penebangan hutan bakau akan menimbulkan dampak kerusakan ekosistem lingkungan berupa terjadinya abrasi. Pemkab Meranti mewajibkan kepada pihak perusahaan ataupun panglong untuk melakukan reboisasi di lahan kritis.

"Perbandingannya 4:1, artinya pihak perusahaan menanam kembali empat (4) batang pohon mangrove setiap menebang satu batang kayu bakau di lahan kritis," kata Murod.

Selain itu, pemkab juga mendaftarkan hutan bakau jadi hutan taman rakyat (HTR) agar pemanfaatannya dapat dikontrol dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Dengan begitu kita dapat membuat regulasi tentang pemanfaatan hasil hutan, baik perorangan maupun kelompok, atau perusahaan," jelas Mamun Murod.

Dikatakan Murod, pembentukan koperasi juga dapat mengontrol peredaran hasil hutan. Sehingga tidak akan ada monopoli soal harga jual kayu bakau dan harga jual bakau tidak lagi murah, sehingga dapat memberikan pemasukan dana bagi hasil (DBH).

"Jangan salah, perusahaan ataupun panglong memberikan penambahan untuk DBH, bukan PAD. Tapi berapa nilainya untuk penambahan DBH itu saya lupa," kata Murod.

Murod menambahkan, berdasarkan data Dishutbun Kepulauan Meranti, luas hutan bakau di Kepulauan Meranti mencapai 25 ribu hektare. Sebanyak 18.300 hektare di antranya sudah didaftarkan sebagai Hutan HTR.

Terkait dengan harga kayu bakau, menurut Mukhlis, salah satu warga penjual kayu bakau sangat tidak sebanding dengan jerih payahnya untuk mencari kayu bakau ke dalam anak sungai.

Dalam satu hari, Mukhlis mampu mengumpulkan 700 kilogram kayu bakau. Kayu itu hanya dihargai Rp120 hingga Rp150 per kilogram sedangkan kayu nyirih hanya Rp100 per kilogram.

"Harga jual kayu ke panglong sangat murah. Sementara untuk mendapatkan kayunya sangat susah," keluh Mukhlis.

Dikatakan Mukhlis, dari hasil pengolahan kayu bakau menjadi arang nantinya akan diekspor ke luar negeri. Seperti ke Singapura, Malaysia, maupun ke Thailand.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4308 seconds (0.1#10.140)