Tak Mau Bayar PAP, Inalum Dinilai Sakiti Hati Rakyat Sumut

Selasa, 10 November 2015 - 16:32 WIB
Tak Mau Bayar PAP, Inalum Dinilai Sakiti Hati Rakyat Sumut
Tak Mau Bayar PAP, Inalum Dinilai Sakiti Hati Rakyat Sumut
A A A
MEDAN - Sikap PT Inalum yang berkeras tidak mau membayar tagihan Pajak Air Permukaan (PAP) sesuai Perda No 1/2011 dinilai menyakiti hati rakyat Sumatera Utara.

"Tolonglah PT Inalum, jangan sakiti hati rakyat. Inalum mau beli saham PT Freeport di sisi lain, membayar PAP saja sudah ribut. Ini kan tidak betul," kata anggota Komisi C DPRD Sumut, Hanafiah Harahap, dalam rapat dengar pendapat dengan PT Inalum dan Dinas Pendapatan Provinsi Sumut, di Gedung Dewan, Jalan Tuanku Imam Bonjol, Medan, Selasa (10/11/2015).

Menurutnya, secara aturan Inalum memang berkewajiban membayar PAP sesuai hitungan Perda No 1/2011 yang merupakan turunan dari UU No 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. (Baca: Inalum Mengaku Sulit Berkembang karena Pajak Air Permukaan).

"Regulasinya sudah tegas. Dan pihak Inalum juga sudah menandatangani komitmen untuk membayar ini PAP dalam rapat dengan Dirjen Keuangan Daerah, Kemendagri. Harusnya ini ditaati," tukasnya.

Jika Inalum keberatan, Hanafiah menegaskan, Inalum bisa mengajukannya ke Pemprov Sumut. Kalau tak puas juga, Inalum bisa banding ke pengadilan pajak.

"Biar pengadilan pajak yang memutuskan. Kita heran juga kenapa Inalum tak melakukan ini. Padahal prosedur itu ada dalam peraturan," ucapnya.

Wakil Ketua Komisi C, Yulizar Parlagutan Lubis, kembali mengingatkan Inalum bahwa rakyat Sumut sejak lama berjuang untuk menjadikan Inalum sebagai BUMN.

Targetnya adalah bagaimana Inalum sebagai BUMN bisa menyejahterakan daerah dibanding saat dikelola Jepang yang hanya annual fee.

"Ini harus diingat, jangan sampai rakyat Sumut sakit hati. Kenapa masalah ini jadi besar, karena tagihan Rp850 miliar itu sudah masuk dalam APBD. Karena Inalum tak mau bayar, APBD Sumut defisit. Jangan begitu lah," tegasnya.

Di sisi lain, Komisi C juga mengingatkan PT Inalum untuk tidak membuat gerakan dengan memobilisasi karyawan untuk mendukung kebijakan Inalum yang tak mau membayar PAP sesuai perda.

"Kami imbau jangan buat gerakan-gerakan, nanti rakyat sama rakyat yang bergaduh. Inalum perusahaan besar, jangan dicederai nama besar itu," kata Hanafiah lagi.

Dalam kesempatan itu, Yulizar mengisyaratkan, adanya upaya untuk meminta persetujuan dari DPRD dan Plt Gubernur Sumut agar Inalum cukup membayar tidak sesuai hitungan perda.

"Kami (DPRD) tak bisa jadi legalisir. Gubernur juga tak bisa. Karena ini aturan. Dinas Pendapatan harus bisa mengamankan perda. Kalau tidak bisa, berarti ada permainan. Dispenda siap-siap saja kami ajukan ke penegak hukum," ucapnya.

Menanggapi ini, Direktur Keuangan PT Inalum, Oggy A Kosasih, menegaskan, pihaknya masih berbeda pandangan dengan Pemprov Sumut.

Hal ini sudah dibahas dengan Dirjen Keuangan Daerah. Pihaknya diminta buat surat keberatan. Kalau tidak bisa juga, ke pengadilan.

"Tapi ini belum dilakukan, karena kita mau satu bahasa dulu dengan Pemprov Sumut. Harusnya kalau tarifnya pembangkit listrik, ya jangan dihitung untuk industri," timpalnya.

Oggy pun menglarifikasi soal pembelian saham PT Freeport. Menurutnya, uang yang direncanakan untuk ikut dalam devaluasi saham Freeport bukan uang Inalum. "Tapi dana pinjaman. Kita bisa pinjam dari sumber-sumber yang dibenarkan peraturan," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.6963 seconds (0.1#10.140)