Gunung Anak Krakatau Semburkan Lava Pijar, Status Masih Waspada
loading...
A
A
A
LAMPUNG SELATAN - Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau, menunjukkan adanya peningkatan. Hal itu ditandai dengan terjadinya tiga kali letusan, Rabu (25/1/2023) petang. Semburan lava pijar setinggi 350 meter, juga teramati muncul dari kawah.
Sejak Selasa (24/1/2023) Gunung Anak Krakatau, terus mengeluarkan material vulkanik dari dalam kawah. Teramati kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal, menyembur dari kawah dan mengarah ke timur.
Data Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, menyebutkan, tercatat terjadi gempa dengan amplitudo maksimum 60 milimeter berdurasi 1 menit 12 detik. Warga Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Rudi mengaku tidak khawatir dengan kondisi Gunung Anak Krakatau.
"Kami warga yang tinggal di pesisir pantai ini, tidak merasa kawatir dengan adanya letusan Gunung Anak Krakatau. Bagi kami masyarakat di sini, jika terjadi letusan dari Gunung Anak Krakatau, artinya Gunung Anak Krakatau sedang melepaskan energinya secara bertahap," tutur Rudi.
Hingga saat ini, Gunung Anak Krakatau Masih berstatus waspada atau level dua. Masyarakat dilarang mendekati Gunung Anak Krakatau, dengan radius 5 km dari kawah. Hal ini dilakukan, untuk mengantisipasi adanya lontaran lava pijar.
Sementara itu, letusan Gunung Anak Krakatau yang tidak terputus, mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung objek wisata pantai. Para pengelola juga kewalahan, karena bertebaran batu apung yang terbawa ombak, sehingga mengotori pesisir pantai.
Pengelola objek wisata, Sendy mengatakan, pasca erupsi Gunung Anak Krakatau, pengunjung objek wisata pantai di Kabupaten Lampung Selatan, menurun 15-20 persen. Sejak awal erupsi hingga kini, wisatawan luar daerah jauh berkurang dari sebelumnya, mayoritas yang datang hanya wisatawan lokal.
Sementara nelayan justru diuntungkan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau, sebab tangkapan ikan mereka meningkat. Menurut salah seorang nelayan, Arif, jika terjadi erupsi ikan-ikan besar berkumpul di sekitar gunung, seperti simba, dan kakap ekor kuning atau tongkol.
"Para nelayan di sini, sudah biasa melihat erupsi Gunung Anak Krakatau dari jarak dekat. Sementara untuk menghindari hujan abu vulkanik, para nelayan biasanya menghindarinya dengan memanfaatkan arah angin," pungkas Arif.
Sejak Selasa (24/1/2023) Gunung Anak Krakatau, terus mengeluarkan material vulkanik dari dalam kawah. Teramati kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal, menyembur dari kawah dan mengarah ke timur.
Data Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, menyebutkan, tercatat terjadi gempa dengan amplitudo maksimum 60 milimeter berdurasi 1 menit 12 detik. Warga Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Rudi mengaku tidak khawatir dengan kondisi Gunung Anak Krakatau.
Baca Juga
"Kami warga yang tinggal di pesisir pantai ini, tidak merasa kawatir dengan adanya letusan Gunung Anak Krakatau. Bagi kami masyarakat di sini, jika terjadi letusan dari Gunung Anak Krakatau, artinya Gunung Anak Krakatau sedang melepaskan energinya secara bertahap," tutur Rudi.
Hingga saat ini, Gunung Anak Krakatau Masih berstatus waspada atau level dua. Masyarakat dilarang mendekati Gunung Anak Krakatau, dengan radius 5 km dari kawah. Hal ini dilakukan, untuk mengantisipasi adanya lontaran lava pijar.
Sementara itu, letusan Gunung Anak Krakatau yang tidak terputus, mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung objek wisata pantai. Para pengelola juga kewalahan, karena bertebaran batu apung yang terbawa ombak, sehingga mengotori pesisir pantai.
Pengelola objek wisata, Sendy mengatakan, pasca erupsi Gunung Anak Krakatau, pengunjung objek wisata pantai di Kabupaten Lampung Selatan, menurun 15-20 persen. Sejak awal erupsi hingga kini, wisatawan luar daerah jauh berkurang dari sebelumnya, mayoritas yang datang hanya wisatawan lokal.
Baca Juga
Sementara nelayan justru diuntungkan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau, sebab tangkapan ikan mereka meningkat. Menurut salah seorang nelayan, Arif, jika terjadi erupsi ikan-ikan besar berkumpul di sekitar gunung, seperti simba, dan kakap ekor kuning atau tongkol.
"Para nelayan di sini, sudah biasa melihat erupsi Gunung Anak Krakatau dari jarak dekat. Sementara untuk menghindari hujan abu vulkanik, para nelayan biasanya menghindarinya dengan memanfaatkan arah angin," pungkas Arif.
(eyt)