Pola Penegakan Hukum terhadap Industri Rokok Berskala Kecil di Jatim Harus Diubah
Rabu, 29 Desember 2021 - 11:17 WIB
SURABAYA - Pola penegakan hukum terhadap industri rokok berskala kecil harus diubah Bea Cukai Jatim 1. Hal ini agar tak menjadikan rakyat kecil sebagai korban.
Hal itu disampaikan ekonom senior Indef, Drajad Wibowo saat menanggapi operasi Bea dan Cukai dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Timur (Jatim) I yang berujung pengenaan sanksi denda dan penutupan selama beberapa bulan operasional pabrik-pabrik rokok berskala kecil yang masuk kategori UMKM.
Dalam operasi itu, diduga terjadi penyelahgunaan wewenang karena Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I ikut turun memeriksa pabrik-pabrik rokok tersebut.
Akibatnya, beban hidup buruh yang sudah berat selama pandemi COVID-19 kian bertambah sebab mereka harus menganggur karena pabrik-pabrik rokok tempat mereka bekerja ditutup.
Drajad mengatakan, operasi Bea dan Cukai untuk mengatasi masalah rokok ilegal memang sudah seharusnya dilakukan.
“Namun saya melihat operasi Bea dan Cukai di Jatim banyak menyasar perusahaan-perusahaan kecil, bahkan industri rumah tangga. Jelas ini mengganggu ekonomi mereka di akar rumput dan juga membuat buruh-buruh kehilangan pekerjaan,” tegasnya, Rabu (29/12/2021).
Ekonom senior Indef itu khawatir kondisi itu akan memburuk di tahun depan mengingat saat ini Kementerian Keuangan akan menaikkan cukai rokok. Dengan tingkat cukai sekarang saja, lanjut Drajad, perusahaan rokok kecil sudah kesulitan memenuhi syarat legalitas.
Apalagi jika naik, rokok ilegal akan semakin banyak, Bea dan Cukai harus lebih sering operasi, akibatnya korban dari pihak industri kecil dan buruh makin bertambah.
“Saya sejak dulu mendukung pembatasan rokok dan secara pribadi antirokok. Sakit di mata saya makin parah jika terkena asap rokok. Jadi saya bukan pendukung pabrik rokok, baik besar maupun kecil,” tegasnya.
Hal itu disampaikan ekonom senior Indef, Drajad Wibowo saat menanggapi operasi Bea dan Cukai dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Timur (Jatim) I yang berujung pengenaan sanksi denda dan penutupan selama beberapa bulan operasional pabrik-pabrik rokok berskala kecil yang masuk kategori UMKM.
Dalam operasi itu, diduga terjadi penyelahgunaan wewenang karena Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I ikut turun memeriksa pabrik-pabrik rokok tersebut.
Akibatnya, beban hidup buruh yang sudah berat selama pandemi COVID-19 kian bertambah sebab mereka harus menganggur karena pabrik-pabrik rokok tempat mereka bekerja ditutup.
Drajad mengatakan, operasi Bea dan Cukai untuk mengatasi masalah rokok ilegal memang sudah seharusnya dilakukan.
“Namun saya melihat operasi Bea dan Cukai di Jatim banyak menyasar perusahaan-perusahaan kecil, bahkan industri rumah tangga. Jelas ini mengganggu ekonomi mereka di akar rumput dan juga membuat buruh-buruh kehilangan pekerjaan,” tegasnya, Rabu (29/12/2021).
Ekonom senior Indef itu khawatir kondisi itu akan memburuk di tahun depan mengingat saat ini Kementerian Keuangan akan menaikkan cukai rokok. Dengan tingkat cukai sekarang saja, lanjut Drajad, perusahaan rokok kecil sudah kesulitan memenuhi syarat legalitas.
Apalagi jika naik, rokok ilegal akan semakin banyak, Bea dan Cukai harus lebih sering operasi, akibatnya korban dari pihak industri kecil dan buruh makin bertambah.
“Saya sejak dulu mendukung pembatasan rokok dan secara pribadi antirokok. Sakit di mata saya makin parah jika terkena asap rokok. Jadi saya bukan pendukung pabrik rokok, baik besar maupun kecil,” tegasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda