49 Orang jadi Korban TPPO Perusahaan di Pemalang, Modus Pemalsuan Dokumen
Rabu, 03 Juli 2024 - 18:13 WIB
SEMARANG - Ditreskrimum Polda Jateng mengungkap modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan Direktur PT Klasik Jaya Samudra berinisial AW dengan menjanjikan para korban bekerja sebagai ABK di China dan Taiwan.
“AW ditahan di Polda Jateng, sudah pemberkasan, mudah-mudahan dalam waktu dekat berkasnya sudah dinyatakan lengkap (oleh jaksa), setelah itu kami penyerahan tahap 2 (penyerahan barang bukti dan tersangka ke jaksa),” kata Kepala Subdirektorat Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Jateng AKBP Agus Sembiring, Rabu (3/7/2024).
Para korban diiming-imingi gaji USD350 yang belum berpengalaman dan USD450 bagi yang sudah berpengalaman. Tak hanya itu, penyidik juga menemukan bukti, dari 49 orang korban, 15 di antaranya dipalsukan ijazahnya. Dari tamatan SD menjadi tamatan SMK. Rata-rata pendidikan mereka SD, SMP atau SMK.
“Ketika lulusan SD dibuatkan (ijazah seolah-olah) lulusan SMK, terindikasi dibuatkan dokumen palsu,” sambungnya.
Para korban tertarik karena tidak ada biaya awal. Perusahaan yang akan membayar segala administrasi awal, kemudian ketika mereka sudah bekerja, akan dipotong gaji. Namun, ketika para korban sudah sampai di Pemalang, tempat perusahaan itu berada, selama 7 bulan ditampung tak ada kepastian.
“Sebenarnya TPPO itu kan hanya bagian dari kejahatan, kalau kejahatan intinya pemalsuan, ditawarin, dimintai uang tapi tidak diberangkatkan, nanti ujung-ujungnya pemerasan. Jadi perlu disadarkan juga SDM di Indonesia,” lanjutnya.
Perusahaan itu sendiri sudah beroperasi mulai tahun 2019. Tercatat sudah memberangkatkan orang-orang Indonesia untuk jadi pekerja migran di luar negeri. Sebelumnya tidak ada masalah, namun kali ini terjerat pemalsuan dokumen dan belum memberangkatkan calon pekerja migran tanpa sebab yang jelas.
“AW ditahan di Polda Jateng, sudah pemberkasan, mudah-mudahan dalam waktu dekat berkasnya sudah dinyatakan lengkap (oleh jaksa), setelah itu kami penyerahan tahap 2 (penyerahan barang bukti dan tersangka ke jaksa),” kata Kepala Subdirektorat Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Jateng AKBP Agus Sembiring, Rabu (3/7/2024).
Para korban diiming-imingi gaji USD350 yang belum berpengalaman dan USD450 bagi yang sudah berpengalaman. Tak hanya itu, penyidik juga menemukan bukti, dari 49 orang korban, 15 di antaranya dipalsukan ijazahnya. Dari tamatan SD menjadi tamatan SMK. Rata-rata pendidikan mereka SD, SMP atau SMK.
“Ketika lulusan SD dibuatkan (ijazah seolah-olah) lulusan SMK, terindikasi dibuatkan dokumen palsu,” sambungnya.
Para korban tertarik karena tidak ada biaya awal. Perusahaan yang akan membayar segala administrasi awal, kemudian ketika mereka sudah bekerja, akan dipotong gaji. Namun, ketika para korban sudah sampai di Pemalang, tempat perusahaan itu berada, selama 7 bulan ditampung tak ada kepastian.
“Sebenarnya TPPO itu kan hanya bagian dari kejahatan, kalau kejahatan intinya pemalsuan, ditawarin, dimintai uang tapi tidak diberangkatkan, nanti ujung-ujungnya pemerasan. Jadi perlu disadarkan juga SDM di Indonesia,” lanjutnya.
Perusahaan itu sendiri sudah beroperasi mulai tahun 2019. Tercatat sudah memberangkatkan orang-orang Indonesia untuk jadi pekerja migran di luar negeri. Sebelumnya tidak ada masalah, namun kali ini terjerat pemalsuan dokumen dan belum memberangkatkan calon pekerja migran tanpa sebab yang jelas.
tulis komentar anda