Rela Jadi Tukang Cuci dan Berjualan demi Bantu Suami

Minggu, 05 April 2015 - 10:46 WIB
Rela Jadi Tukang Cuci...
Rela Jadi Tukang Cuci dan Berjualan demi Bantu Suami
A A A
Tidak menentunya hasil melaut membuat sebagian besar istri-istri nelayan yang hidup di bantaran Sungai Deli Kelurahan Pekan Labuhan harus ikut membanting tulang membantu mencari penghasilan untuk menghidupi keluarga.

Ada yang memilih menjadi tukang cuci, tukang seterika pakaian hingga berjualan makanan ringan di depan rumah. Meski penghasilannya juga tidak besar, namun bisa dipakai untuk membeli beras 1 kilogram (kg). Salah satunya Trisnawati, 31, istri Ismail seorang nelayan yang sudah tinggal di kawasan ini sejak sepuluh tahun lalu.

Wati, demikian dia biasa disapa, harus ikut banting tulang menghidupi keluarga dengan berjualan jajanan anak-anak, mi dan tahu goreng. Bagi dia tidak masalah turut bekerja asal ketiga anaknya bisa bersekolah. Sebab, jika harus bergantung dengan pendapatan suami bisa dipastikan akan sulit menyekolahkan anakanaknya karena biaya untuk kebutuhan di rumah saja sudah besar.

“Tidak mungkin menunggu hasil melaut dari suami karena tidak tentu hasilnya. Sebab bisa saja tidak ada ikan yang bisa dibawa pulang, padahal perginya sudah berhari-hari. Karena itu istri mau tak mau membantu suami dengan berbagai cara salah satunya jualan seperti ini,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN, baru-baru ini. Terlebih dia masih harus menanggung kebutuhan dua adiknya yang belum berkeluarga di rumahnya. Jadi, total ada tujuh orang tinggal pada bangunan berukuran lebih kurang 5x4 meter dengan penyangga kayu tepat di pinggir Sungi Deli.

“Saya anak pertama dari enam bersaudara dan sudah tidak ada orang tua lagi, jadi adik-adik saya yang belum berkeluarga tinggal di sini juga. Walaupun mereka sudah punya penghasilan sendiri, tapi tetap saja sebagai kakak harus menanggungjawabi keduanya,” ujarnya. Dari berjualan, penghasilannya pun tak menentu. Tak masalah, yang penting bagi dia, selama untung dari jualan bisa untuk membeli 1 kg beras sudah membuatnya tenang. Kebutuhan lainnya akan lebih mudah dipenuhinya.

“Bisa beli beras sekilo untuk dimakan dua atau tiga hari semua orang satu rumah ini sudah tenang saya. Apalagi kalau sisa (untung jualan) ada ditabung lebih bagus lagi,” jelasnya. Untuk modal berjualan sehari-hari, dia harus pintar memutar hasil penjualan hari ini. Jika tidak maka keesokan harinya dia tidak akan bisa jualan.

“Dari pagi sudah keluar belanja ke pasar beli mi dan tahu untuk digoreng. Harga satu porsi disesuaikan dengan kehidupan penduduk di sini yang rata-rata pun nelayan. Jadi kalau ditanya berapa untung, sebenarnya kecil, tapi lumayanlah untuk biaya sekolah,” paparnya. Setiap harinya dia berjualan dari pagi hingga pukul 22.00 WIB. Jika suami tidak melaut, dia akan melayani pembeli hingga tengah malam. Rasa lelah tidak diabaikannya asal anakanaknya bisa bersekolah dan berpakaian layaknya temantemannya yang lain.

“Kadang anak minta ini itu, sedih juga kalau tidak bisa dipenuhi. Saya kumpulkan uang dari berjualan ini untuk memenuhi kebutuhan mereka (anak),” ucapnya. Sebelum berjualan seperti ini, Wati sempat juga menjadi tukang cuci keliling ke rumahrumah, namun karena anaknya yang paling kecil protes ditinggal sejak pagi membuat dia memilih berjualan. “Jadi, tiga bulan terakhir memberanikan diri jualan supaya bisa tetap di rumah, tapi tetap memiliki penghasilan,” pungkasnya.

Jelia Amelida
Medan
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2167 seconds (0.1#10.140)