PT Holcim Dilaporkan ke Lembaga Internasional karena Melanggar HAM

Jum'at, 20 Maret 2015 - 14:31 WIB
PT Holcim Dilaporkan...
PT Holcim Dilaporkan ke Lembaga Internasional karena Melanggar HAM
A A A
BLITAR - Konsorsium NGO yang konsen pada permasalahan agraria dan HAM mengadukan PT Holcim Indonesia kepada National Contact Point Switzerland (NCPS).

Produsen Semen ternama itu dilaporkan atas pengambil alihan lahan 724 hektare di Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar. Langkah PT Holcim dinilai telah melanggar Hak Azasi Manusia masyarakat setempat.

“Secara resmi kita bawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi (Internasional), “ujar juru bicara NGO Solidaritas Masyarakat Desa (Sitas Desa) Farhan Mahfudzi kepada wartawan.

Melapor ke NCPS merupakan prosedur yang disediakan Organisation for Economic Cooperation and Development Guidelines for Multinational Enterprises (OECD-Guidlines) atau Organisasi Internasional Untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi.

Dalam rilis pernyataan yang disusun di Jakarta-Geneva 19 Maret 2015, ELSAM, Fransiscans International, Sitas Desa, Paguyuban Petani Aryo Blitar, TuK Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria dan AURIGA menuding PT Holcim telah melakukan proses pengambil alihan lahan secara manipulatif.

Pertama, PT Holcim telah menyalahi Peraturan Menteri Kehutanan No P.18/Permenhut-II/2011 dan Permenhut No P.14/Menhut-II/2013 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Inti dari aturan yuridis itu adalah lahan yang disediakan pemegang persetujuan prinsip (PT Holcim) wajib terbebas dari permasalahan. Baik itu secara de jure (hukum) maupun de facto (lapangan).

“Sementara disana faktanya bertempat tinggal sebanyak kurang lebih 826 kepala keluarga. Otomatis hak hidup warga disana akan tergusur, “ timpal Farhan. Detil luas lahan ruislag mencapai 724,23 hektare.

PT Holcim menukar lahan di Desa Ringinrejo dengan lokasi pabrik semen dan pertambangan di wilayah Kabupaten Tuban.

Perhutani selaku penerima tukar guling berencana mengubah lahan menjadi kawasan hutan lindung.

Sementara selain permukiman penduduk, sudah 19 tahun lamanya warga menjadikan lahan sebagai sumber mata pencaharian.

Sebagian besar tanah telah diolah menjadi petak petak ladang tanaman jagung, ketela dan semangka

Manipulasi yang kedua, PT Holcim melakukan musyawarah atau negosiasi dengan warga yang tidak representatif.

Memang ada proses musyawarah mufakat untuk memenuhi persyaratan clear and clean kawasan hutan sebagaimana diatur Kementerian Kehutanan.

Namun, kata Farhan, musyawarah dilakukan dengan penggarap lahan yang bukan berasal dari warga Desa Ringinrejo.

“Musyawarah dilakukan dengan warga yang tidak berkepentingan langsung. Tawaran kompensasi ganti rugi justru diberikan kepada para pendatang. Bukan warga asli desa, “jelasnya.

Yang ketiga, persetujuan atau kesepakatan bersama yang dibuat PT Holcim dengan warga tidak transparan. Ada lahan 40 hektare yang dijanjikan sebagai kompensasi ruislag.

Termasuk pembentukan Panitia Permohonan Tanah. Namun surat Pernyataan Bersama yang menyatakan masyarakat Desa Ringinrejo menerima kompensasi 40 hektare dari PT Holcim pada tahun 2008 ternyata hanya tandatangan panitia.

Menurut Farhan tindakan PT Holcim di Blitar bertentangan dengan semua kewajiban seperti yang digariskan OECD pada bab Hak Azasi Manusia.

“Bahwa perusahaan, dalam hal ini Holcim harus melibatkan pemangku kepentingan yang relevan. Agar ada pertimbangan terhadap keputusan proyek atau kegiatan yang berdampak besar bagi masyarakat lokal, “ jelasnya.

Atas nama warga Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, konsorsium NGO, dalam rilis pernyataan yang dibuat dua bahasa (Indonesia dan Inggris), mendesak NCPS yang berkantor di Switzerland memperhatikan masalah yang terjadi antara masyarakat Desa Ringinrejo dengan PT Holcim.

Diharapkan PT Holcim mencari lahan pengganti yang tidak mengganggu hak masyarakat Desa Ringinrejo.

“Termasuk juga dampak kerugian yang dialami warga hendaknya bisa dipulihkan sepenuhnya, “ pungkas Farhan.

Sementara itu Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Kepala Kesbangpol Mujianto secara normatif mengatakan akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan persoalan yang ada. Sepengetahuan Mujianto, di dalam kasus sengketa agraria di Desa Ringinrejo ada masalah pidana.

“Karena itu masalah pidananya harus tuntas dulu. Bersamaan dengan itu kita akan melakukan verifikasi ulang, termasuk validasi data siapa siapa yang berkepentingan langsung dalam masalah ini, “ ujarnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9870 seconds (0.1#10.140)