Pemprov Jateng Didesak Buat Pengaduan Online
A
A
A
SEMARANG - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komas Perempuan) mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah segera memiliki pusat pengaduan online bagi korban kekerasan seksual.
"Hal ini penting untuk mengatasi tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang setiap tahun terus meningkat," ujar Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu, kepada wartawan, Sabtu (1/11/2014).
Ditambahkan dia, pusat pengaduan online tersebut merupakan jembatan bagi pemerintah dalam proses penanganan kekerasan seksual di daerah masing-masing.
“Sebab, selama ini banyak kasus kekerasan seksual yang belum terbongkar. Salah satu faktornya adalah ketakutan korban untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Disinilah pentingnya pusat pengaduan yang dapat diakses secara mudah," ungkapnya.
Hingga kini, baru Pemprov DKI Jakarta yang sudah menerapkan program pengaduan online. Dia berharap, seluruh daerah di Jawa, termasuk Jawa Tengah, juga membuat program yang sama agar proses sosialisasi, pencegahan, maupun penindakan terhadap kasus kekerasan seksual menjadi lebih massif.
“Setiap hari, setidaknya terdapat 35 kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Itu yang dilaporkan, sementara yang tidak, pasti jauh lebih banyak," jelasnya.
Komnas Perempuan, lanjut Ninik, juga masih terus mengupayakan terbitnya Rancangan Undang-undang (RUU) Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hingga kini, proses peresapan RUU tersebut sudah memasuki tahap penyelesaian.
“Secara subtantif, RUU ini sudah 80%. Kami berharap RUU ini dapat disahkan di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Harapannya, RUU ini bisa menjadi prioritas di tahun 2015,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC KJHAM) Fatkhurozi mengatakan, pembentukan pusat pengaduan terpadu online di Jateng tersebut sudah sangat mendesak.
Selain untuk perlindungan, program itu juga dapat menjamin para korban kekerasan seksual memiliki akses yang mudah dan cepat terhadap pelayanan kasusnya.
“Sudah lama kami mengusulkan hal itu, tapi sampai sekarang belum juga terpenuhi. Menurut kami, itu adalah kewajiban pemerintah untuk melindungi korban kekerasan seksual yang didominasi oleh perempuan dan anak,” pungkasnya.
"Hal ini penting untuk mengatasi tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang setiap tahun terus meningkat," ujar Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu, kepada wartawan, Sabtu (1/11/2014).
Ditambahkan dia, pusat pengaduan online tersebut merupakan jembatan bagi pemerintah dalam proses penanganan kekerasan seksual di daerah masing-masing.
“Sebab, selama ini banyak kasus kekerasan seksual yang belum terbongkar. Salah satu faktornya adalah ketakutan korban untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Disinilah pentingnya pusat pengaduan yang dapat diakses secara mudah," ungkapnya.
Hingga kini, baru Pemprov DKI Jakarta yang sudah menerapkan program pengaduan online. Dia berharap, seluruh daerah di Jawa, termasuk Jawa Tengah, juga membuat program yang sama agar proses sosialisasi, pencegahan, maupun penindakan terhadap kasus kekerasan seksual menjadi lebih massif.
“Setiap hari, setidaknya terdapat 35 kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Itu yang dilaporkan, sementara yang tidak, pasti jauh lebih banyak," jelasnya.
Komnas Perempuan, lanjut Ninik, juga masih terus mengupayakan terbitnya Rancangan Undang-undang (RUU) Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hingga kini, proses peresapan RUU tersebut sudah memasuki tahap penyelesaian.
“Secara subtantif, RUU ini sudah 80%. Kami berharap RUU ini dapat disahkan di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Harapannya, RUU ini bisa menjadi prioritas di tahun 2015,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC KJHAM) Fatkhurozi mengatakan, pembentukan pusat pengaduan terpadu online di Jateng tersebut sudah sangat mendesak.
Selain untuk perlindungan, program itu juga dapat menjamin para korban kekerasan seksual memiliki akses yang mudah dan cepat terhadap pelayanan kasusnya.
“Sudah lama kami mengusulkan hal itu, tapi sampai sekarang belum juga terpenuhi. Menurut kami, itu adalah kewajiban pemerintah untuk melindungi korban kekerasan seksual yang didominasi oleh perempuan dan anak,” pungkasnya.
(san)