Keliling Indonesia Demi Gelar Profesor, Murtini Disangka Pengemis
A
A
A
MURTINI adalah namanya. Penampilannya yang sangat sederhana, kadang suka disalah artikan. Pernah suatu kali, dia dianggap sebagai pengemis oleh pegawai kantor pemerintahan yang dikunjunginya.
Hari ini, wartawan berkesempatan bertemu dengannya, di kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Kendal. Kedatangan Murtini di kantor ini untuk meminta stempel resmi kesbangpol, sebagai bukti kunjungannya.
Tidak hanya itu, dia juga mengaku ingin bertemu dengan Kepala Kesbangpol Kendal dan bercakap-cakap dengannya. Pertemuan dengan Murtini di kantor ini berlangsung tidak sengaja. Saat itu, wartawan yang berada di kantor Kesbangpol, berpapasan dengannya.
Sebelumnya, Murtini mengunakan jilbab, dan baju biru tua itu sempat memberikan salam di pintu masuk kantor berulang-ulang. Namun tidak ditanggapi. Baru setelah diantar wartawan ke ruang pelayanan Kesbangpol, dia disambut hangat.
Di ruang itu, Murtini disambut Marki, salah seorang staf pegawai Kesbangpol. Kepada Marki, Murtini memperkenalkan diri. Dia mengaku telah melakukan perjalanan keliling Indonesia, ke kantor-kantor pemerintahan.
Perjalanan itu dilakukan untuk memperoleh gelar profesor dan mengetahui tingkat pelayanan publik, terhadap penyandang tunanetra. Kepada Marki, Murtini juga mengaku mengajar sebagai dosen di Universitas Riau.
“Nama saya Murtini, saya mau bertemu dengan kepala Kesbangpol Kendal,” ujar Murtini, menyampaikan maksud kedatangannya, Kamis (9/10/2014).
Di sela pelayanan Kesbangpol, Murtini sempat berbincang dengan wartawan. Kabupaten Kendal merupakan kota terakhir dalam perjalanan yang ditempuh. Di daerah barat Kota Semarang ini, Murtini sudah melakukan kunjungan ke sejumlah kantor, seperti Kesbangpol, Satpol PP, beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Kendal, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan Negeri.
Wanita yang dalam surat perjalanannya tertulis beralamat di Kelurahan Pinang, RT04/03, Kelurahan Pinang, Tangerang Selatan ini mengaku, keinginannya melakukan perjalanan keliling Indonesia, untuk mengetahui pelayanan publik, baik di kepolisian, TNI, maupun pejabat di tingkat pemerintahan Kabupaten/kota, terhadap penyandang tunanetra.
“Saya adalah dosen Universitas Riau. Tujuan saya melakukan perjalanan keliling Indonesia, untuk memperoleh gelar profesor dan untuk mengetahui tingkat pelayanan public terhadap penyandang tunanetra,” papar ibu kelahiran Palembang 19 Maret 1958 ini.
Kualitas pelayanan di berbagai daerah, ungkap dia, masih banyak yang kurang maksimal. Hal itu karena rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah daerah, perlu melakukan perbaikan SDM, biar pelayanan publik berjalan maksimal.
Namun, diakuinya sejumlah instansi sudah memberikan pelayanan yang cukup baik, di antaranya kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan kantor pertanahan.
Dia juga menceritakan, nasib nahas yang mengakibatkan kedua matanya kehilangan penglihatan. Pada 2004 silam, kendaraan yang mengantarkan rombongan dosen usai menghadiri seminar kurikulum pendidikan, mengalami kecelakaan di Puncak Bandung, Jawa Barat.
Kecelakaan tersebut, menyebabkan 10 penumpang dari 12 penumpang mobil meninggal dunia, dan dua penumpang lain cacat seumur hidup, termasuk dirinya yang mengalami kebutaan. “Sudah ada upaya untuk penyembuhan sampai ke luar negeri, tapi tidak mampu untuk mengembalikan penglihatan saya,” paparnya.
Murtini mengaku, memulai perjalanan keliling Indonesia pada tahun 2007. Perjalanan yang juga untuk memecahkan rekor MURI itu, dimulai dari Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dia sendiri yang menanggung semua biaya perjalanannya.
“Saya siapkan Rp200 juta. Biasanya, saya naik berbagai alat transportasi seperti bus, pesawat atau yang lainnya untuk sampai tujuan,” imbuh dia.
Pengalaman yang menurutnya aneh, ketika dia dianggap sebagai pengemis pada suatu kantor pelayanan pemerintahan. “Itu hanya salah satu pengalaman, yang lain masih banyak,” tandasnya sambil tersenyum.
Hari ini, wartawan berkesempatan bertemu dengannya, di kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Kendal. Kedatangan Murtini di kantor ini untuk meminta stempel resmi kesbangpol, sebagai bukti kunjungannya.
Tidak hanya itu, dia juga mengaku ingin bertemu dengan Kepala Kesbangpol Kendal dan bercakap-cakap dengannya. Pertemuan dengan Murtini di kantor ini berlangsung tidak sengaja. Saat itu, wartawan yang berada di kantor Kesbangpol, berpapasan dengannya.
Sebelumnya, Murtini mengunakan jilbab, dan baju biru tua itu sempat memberikan salam di pintu masuk kantor berulang-ulang. Namun tidak ditanggapi. Baru setelah diantar wartawan ke ruang pelayanan Kesbangpol, dia disambut hangat.
Di ruang itu, Murtini disambut Marki, salah seorang staf pegawai Kesbangpol. Kepada Marki, Murtini memperkenalkan diri. Dia mengaku telah melakukan perjalanan keliling Indonesia, ke kantor-kantor pemerintahan.
Perjalanan itu dilakukan untuk memperoleh gelar profesor dan mengetahui tingkat pelayanan publik, terhadap penyandang tunanetra. Kepada Marki, Murtini juga mengaku mengajar sebagai dosen di Universitas Riau.
“Nama saya Murtini, saya mau bertemu dengan kepala Kesbangpol Kendal,” ujar Murtini, menyampaikan maksud kedatangannya, Kamis (9/10/2014).
Di sela pelayanan Kesbangpol, Murtini sempat berbincang dengan wartawan. Kabupaten Kendal merupakan kota terakhir dalam perjalanan yang ditempuh. Di daerah barat Kota Semarang ini, Murtini sudah melakukan kunjungan ke sejumlah kantor, seperti Kesbangpol, Satpol PP, beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Kendal, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan Negeri.
Wanita yang dalam surat perjalanannya tertulis beralamat di Kelurahan Pinang, RT04/03, Kelurahan Pinang, Tangerang Selatan ini mengaku, keinginannya melakukan perjalanan keliling Indonesia, untuk mengetahui pelayanan publik, baik di kepolisian, TNI, maupun pejabat di tingkat pemerintahan Kabupaten/kota, terhadap penyandang tunanetra.
“Saya adalah dosen Universitas Riau. Tujuan saya melakukan perjalanan keliling Indonesia, untuk memperoleh gelar profesor dan untuk mengetahui tingkat pelayanan public terhadap penyandang tunanetra,” papar ibu kelahiran Palembang 19 Maret 1958 ini.
Kualitas pelayanan di berbagai daerah, ungkap dia, masih banyak yang kurang maksimal. Hal itu karena rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah daerah, perlu melakukan perbaikan SDM, biar pelayanan publik berjalan maksimal.
Namun, diakuinya sejumlah instansi sudah memberikan pelayanan yang cukup baik, di antaranya kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan kantor pertanahan.
Dia juga menceritakan, nasib nahas yang mengakibatkan kedua matanya kehilangan penglihatan. Pada 2004 silam, kendaraan yang mengantarkan rombongan dosen usai menghadiri seminar kurikulum pendidikan, mengalami kecelakaan di Puncak Bandung, Jawa Barat.
Kecelakaan tersebut, menyebabkan 10 penumpang dari 12 penumpang mobil meninggal dunia, dan dua penumpang lain cacat seumur hidup, termasuk dirinya yang mengalami kebutaan. “Sudah ada upaya untuk penyembuhan sampai ke luar negeri, tapi tidak mampu untuk mengembalikan penglihatan saya,” paparnya.
Murtini mengaku, memulai perjalanan keliling Indonesia pada tahun 2007. Perjalanan yang juga untuk memecahkan rekor MURI itu, dimulai dari Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dia sendiri yang menanggung semua biaya perjalanannya.
“Saya siapkan Rp200 juta. Biasanya, saya naik berbagai alat transportasi seperti bus, pesawat atau yang lainnya untuk sampai tujuan,” imbuh dia.
Pengalaman yang menurutnya aneh, ketika dia dianggap sebagai pengemis pada suatu kantor pelayanan pemerintahan. “Itu hanya salah satu pengalaman, yang lain masih banyak,” tandasnya sambil tersenyum.
(san)