Alasan Warga Tolak Reklamasi Teluk Benoa
A
A
A
DENPASAR - Penolakan reklamasi Teluk Benoa dilakukan ratusan warga Banjar Kedaton Kesiman, Denpasar. Warga memiliki sejumlah alasan, antara lain takut tidak memiliki tempat untuk melasti atau upacara di laut.
Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa itu diawali dengan acara bersih-bersih di lingkungan banjar, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan dua baliho dengan ukuran 4x6 meter, lalu diakhiri pernyataan sikap.
Kelian Adat Banjar Kedaton Kesiman Anak Agung Widane Putra mengatakan, wilayahnya dekat dengan pantai. "Kami tidak ingin wilayah ini makin tergerus oleh abrasi, seperti daerah lainnya yang pernah direklamasi," paparnya, saat ditemui seusai aksi, Minggu (7/9/2014).
Dia juga mengatakan, abrasi itu pasti terjadi. Tapi, tingkat kebesaran abrasi itu lebih cepat ketika ada reklamasi.
"Bila terjadi reklamasi maka abrasi itu lebih cepat, sekarang ini sudah banyak buktinya. Banyak warga Sanur yang hanya memiliki sertifikat tanah saja, tapi tanahnya tidak ada. Itu salah satu dampak reklamasi di Sanur. Selain itu juga ada di Pulau Serangan," ujarnya.
Imbuhnya, selain mempercepat abrasi, ketika terjadi reklamasi masyarakat Bali akan kehilangan tempat untuk melasti atau upacara di laut.
"Kita ini orang Bali, ketika kita tidak memiliki tempat untuk memuja di laut, harus ke mana kita memuja," terangnya.
Sementara Kepala Paguyuban Desa Kedaton Kesiman I Ketut Adi Putra mengatakan, partisipasi warga menolak reklamasi Teluk Benoa ini bukan hanya ikut-ikutan, tetapi benar-benar dari hati demi menjaga keajegan Bali.
"Kami berharap dengan kami berturut serta aksi menolak reklamasi ini pemerintah mau memikirkan untuk mencabut Peraturan Presiden 51 Tahun 2014. Dan, dengan adanya presiden baru ini kami juga berharap penuh supaya beliau mendengar asipirasi masyarakat untuk menolak reklamasi," pungkasnya.
Seperti diketahui, Peraturan Presiden 51 Tahun 2014 yang mengatur perubahan terhadap peruntukan ruang sebagian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan bagian dari Kawasan Teluk Benoa.
Perubahan tersebut pada pokoknya menyangkut perubahan sebagian status zona kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kawasan Teluk Benoa, serta arahan umum pemanfaatan ruang kawasan tersebut.
Peraturan Presiden tersebut merupakan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan).
Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa itu diawali dengan acara bersih-bersih di lingkungan banjar, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan dua baliho dengan ukuran 4x6 meter, lalu diakhiri pernyataan sikap.
Kelian Adat Banjar Kedaton Kesiman Anak Agung Widane Putra mengatakan, wilayahnya dekat dengan pantai. "Kami tidak ingin wilayah ini makin tergerus oleh abrasi, seperti daerah lainnya yang pernah direklamasi," paparnya, saat ditemui seusai aksi, Minggu (7/9/2014).
Dia juga mengatakan, abrasi itu pasti terjadi. Tapi, tingkat kebesaran abrasi itu lebih cepat ketika ada reklamasi.
"Bila terjadi reklamasi maka abrasi itu lebih cepat, sekarang ini sudah banyak buktinya. Banyak warga Sanur yang hanya memiliki sertifikat tanah saja, tapi tanahnya tidak ada. Itu salah satu dampak reklamasi di Sanur. Selain itu juga ada di Pulau Serangan," ujarnya.
Imbuhnya, selain mempercepat abrasi, ketika terjadi reklamasi masyarakat Bali akan kehilangan tempat untuk melasti atau upacara di laut.
"Kita ini orang Bali, ketika kita tidak memiliki tempat untuk memuja di laut, harus ke mana kita memuja," terangnya.
Sementara Kepala Paguyuban Desa Kedaton Kesiman I Ketut Adi Putra mengatakan, partisipasi warga menolak reklamasi Teluk Benoa ini bukan hanya ikut-ikutan, tetapi benar-benar dari hati demi menjaga keajegan Bali.
"Kami berharap dengan kami berturut serta aksi menolak reklamasi ini pemerintah mau memikirkan untuk mencabut Peraturan Presiden 51 Tahun 2014. Dan, dengan adanya presiden baru ini kami juga berharap penuh supaya beliau mendengar asipirasi masyarakat untuk menolak reklamasi," pungkasnya.
Seperti diketahui, Peraturan Presiden 51 Tahun 2014 yang mengatur perubahan terhadap peruntukan ruang sebagian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan bagian dari Kawasan Teluk Benoa.
Perubahan tersebut pada pokoknya menyangkut perubahan sebagian status zona kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kawasan Teluk Benoa, serta arahan umum pemanfaatan ruang kawasan tersebut.
Peraturan Presiden tersebut merupakan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan).
(zik)