Ratusan KK di Lereng Muria Krisis Air Bersih
A
A
A
KUDUS - Ratusan kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan Lereng Pegunungan Muria, Kabupaten Kudus mengalami krisis pasokan air bersih. Perlu sinergi lintas sektoral agar persoalan krisis pasokan air bersih di Lereng Muria ini bisa segera teratasi.
Kawasan Lereng Pegunungan Muria, terlebih bagian barat dihuni sekitar 800 KK. Ratusan KK warga yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor ini mengandalkan air bersih untuk kepentingan air minum dari dua sumur yang dibangun melalui progam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).
Selain mengandalkan dua sumur itu, ratusan KK warga di Lereng Muria ini juga mendapat pasokan air bersih dari sejumlah sumber mata air seperti Gingsir dan Wedesan.
Meski ditopang sejumlah sumber, namun kebutuhan air bersih untuk ratusan KK warga yang tinggal di Lereng Muria seperti Desa Menawan dan Desa Rahtawu ini masih jauh dari ideal.
Sumur Pamsimas mestinya hanya untuk melayani sekitar 300 KK. Namun saat ini dipaksa melayani hingga dua kali lipat dari yang semestinya.
Parahnya lagi, ketersediaan air yang berasal dari dua sumber mata air Gingsir dan Wedesan juga kian minim.
Hal ini seiring kian kecilnya debit air di dua sumber mata air tersebut seiring maraknya penebangan hutan di kawasan Rahtawu, Pegunungan Barat Lereng Muria.
“Makanya perlu langkah terobosan untuk mengatasi krisis air bersih bagi ratusan KK di Lereng Muria ini. Kami masih melakukan kajian mendalam terkait hal ini,” kata Kepala Bappeda Kabupaten Kudus, Sudjatmiko, Selasa (26/8/2014).
Saat ini Bappeda mulai melakukan perencanaan kemungkinan dibangunnya sistem penyediaan air minum untuk warga di kawasan Lereng Pegunungan Muria tersebut.
Sistem ini rencananya juga sekaligus menjangkau lokasi baru yang diproyeksikan menjadi tempat relokasi puluhan KK warga korban longsor beberapa bulan lalu.Soal pembiayaan sistem penyediaan air minum ini akan dialokasikan dalam APBD Kudus 2015.
Itupun setelah proses pengkajian mendalam yang melibatkan instansi lintas sektoral seperti Bappeda, Dinas Cipkataru, Bapermas, BPBD dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kudus rampung dilakukan.“Semoga kajian segera rampung sehingga dapat segera dianggarkan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur PDAM Kudus, Ahmadi Syafa mengatakan pihaknya sudah menerjunkan tim untuk mencari sumber air alternatif yang diproyeksikan mampu mensuplai kebutuhan warga yang tinggal di Lereng Pegunungan Muria, terlebih yang akan menempati tempat relokasi korban longsor.
Hingga kemarin, sudah teridentifikasi dua lokasi sumber mata air alternatif yang diproyeksikan mampu mengatasi persoalan air bersih tersebut.
“Ini masih data sementara,” timpalnya. Dua sumber air tersebut saat ini masih diukur seberapa besar debit air bisa digunakan untuk jangka waktu lama, minimal 10 tahun hingga 15 tahun.
Rencananya, hasil survei dan kajian tim dari PDAM ini baru akan diserahkan ke pihak Bappeda Rabu 27 Agustus ini.
Kawasan Lereng Pegunungan Muria, terlebih bagian barat dihuni sekitar 800 KK. Ratusan KK warga yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor ini mengandalkan air bersih untuk kepentingan air minum dari dua sumur yang dibangun melalui progam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).
Selain mengandalkan dua sumur itu, ratusan KK warga di Lereng Muria ini juga mendapat pasokan air bersih dari sejumlah sumber mata air seperti Gingsir dan Wedesan.
Meski ditopang sejumlah sumber, namun kebutuhan air bersih untuk ratusan KK warga yang tinggal di Lereng Muria seperti Desa Menawan dan Desa Rahtawu ini masih jauh dari ideal.
Sumur Pamsimas mestinya hanya untuk melayani sekitar 300 KK. Namun saat ini dipaksa melayani hingga dua kali lipat dari yang semestinya.
Parahnya lagi, ketersediaan air yang berasal dari dua sumber mata air Gingsir dan Wedesan juga kian minim.
Hal ini seiring kian kecilnya debit air di dua sumber mata air tersebut seiring maraknya penebangan hutan di kawasan Rahtawu, Pegunungan Barat Lereng Muria.
“Makanya perlu langkah terobosan untuk mengatasi krisis air bersih bagi ratusan KK di Lereng Muria ini. Kami masih melakukan kajian mendalam terkait hal ini,” kata Kepala Bappeda Kabupaten Kudus, Sudjatmiko, Selasa (26/8/2014).
Saat ini Bappeda mulai melakukan perencanaan kemungkinan dibangunnya sistem penyediaan air minum untuk warga di kawasan Lereng Pegunungan Muria tersebut.
Sistem ini rencananya juga sekaligus menjangkau lokasi baru yang diproyeksikan menjadi tempat relokasi puluhan KK warga korban longsor beberapa bulan lalu.Soal pembiayaan sistem penyediaan air minum ini akan dialokasikan dalam APBD Kudus 2015.
Itupun setelah proses pengkajian mendalam yang melibatkan instansi lintas sektoral seperti Bappeda, Dinas Cipkataru, Bapermas, BPBD dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kudus rampung dilakukan.“Semoga kajian segera rampung sehingga dapat segera dianggarkan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur PDAM Kudus, Ahmadi Syafa mengatakan pihaknya sudah menerjunkan tim untuk mencari sumber air alternatif yang diproyeksikan mampu mensuplai kebutuhan warga yang tinggal di Lereng Pegunungan Muria, terlebih yang akan menempati tempat relokasi korban longsor.
Hingga kemarin, sudah teridentifikasi dua lokasi sumber mata air alternatif yang diproyeksikan mampu mengatasi persoalan air bersih tersebut.
“Ini masih data sementara,” timpalnya. Dua sumber air tersebut saat ini masih diukur seberapa besar debit air bisa digunakan untuk jangka waktu lama, minimal 10 tahun hingga 15 tahun.
Rencananya, hasil survei dan kajian tim dari PDAM ini baru akan diserahkan ke pihak Bappeda Rabu 27 Agustus ini.
(sms)