Monumen Arwah Korban Perang Pasifik di Manado Kini

Jum'at, 22 Agustus 2014 - 06:04 WIB
Monumen Arwah Korban...
Monumen Arwah Korban Perang Pasifik di Manado Kini
A A A
OBJEK wisata Tugu Perang Dunia II, di samping Gereja Sentrum, Kota Manado, antara Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Sarapung, terlihat sangat memprihatinkan. Bangunan terlihat kusam, banyak sampah di mana-mana, dikelilingi ilalang, dan tanaman liar.

Menurut Ketua Jemaat Gereja Sentrum Iwan Runtunuwu, tugu peninggalan Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi itu hingga kini belum mendapat perhatian dari pemerintah.

"Dinas Pariwisata Manado misalnya, yang seharusnya menjaga dan merawat aset berharga ini. Karena tugu ini bisa menarik wisatawan dan menghasilkan pemasukan daerah. Tapi kenyataanya, tidak dipedulikan sama sekali. Jamaat di sini pernah ingin menghancurkan tugu itu, tapi kami tahan," ujarnya, kepada Sindonews, Kamis (21/8/2014).

Monumen Perang Dunia II itu, dibangun tahun 1946-1947 oleh tentara sekutu/NICA. Arsiteknya adalah Ir Van den Bosch. Bangunan ini untuk mengenang korban perang Pasifik dari pihak sekutu, Jepang, dan rakyat semasa Perang Dunia II 1941-1945.

"Monumen ini tidak sempat diresmikan, sehingga tidak ada prasasti penamaanya," ungkapnya.

Dijelaskan dia, tinggi monumen mencapai 40 meter, terdiri dari empat buah tiang penyangga dengan sebuah kubus persegi empat yang disimbolkan sebagai peti jenazah, berisi abu jenazah korban perang yang dilengkapi dengan empat bola/roda.

"Monumen ini sebagai bukti, bagaimana peran dan starategisnya Manado-Minahasa, pada masa Perang Pasifik. Bahkan diawal Perang Dunia ke-II," terangnya.

Sementara itu, Jan Harry Tuilan (52), tokoh masyarakat setempat mengaku, sebelumnya dia sering membersihkan bangunan itu atas kemauannya sendiri. Hal itu dia lakukan sepulang sekolah. Namun sekarang kegiatan itu tidak pernah dilakukannya lagi.

"Dahulu, semasa hidup, Pangeran Bernat dari Belanda, sering berkunjung ke tempat ini. Seiring dengan tidak adalagi kunjungan Pangeran Bernat, mungkin karena sudah wafat atau bagaimana, tugu itu pun tidak ada kepedulian lagi," kenangnya.

Bukti sejarah yang ada hingga kini, di depan Multi Mart, gedung bekas angkatan laut masih ada, juga Gereja Sion di Betesda, dan Gereja GMIM Sentrum.

"Jika semua bukti sejarah ini tidak dirawat, atau bahkan diruntuhkan demi kepentingan sepihak. Tidak menutup kemungkinan generasi kita nantinya tidak mengetahui lagi bukti sejarah yang ada di Nyiur Melambai ini," ungkapnya.

Sementara itu, Dea Runtunuwu, siswi SMP KR Eben Haezar 1 Manado mengaku tidak mengetahui nama bangunan tersebut. "Saya tidak tahu ini bangunan apa, dan siapa yang membangun," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1197 seconds (0.1#10.140)