2.098 penyandang difabel tak tercover JKN
A
A
A
Sindonews.com - Diskriminasi program layanan kesehatan terhadap kaum penyandang disabilitas atau difabel hingga kini masih terus terjadi.
Seperti yang terjadi pada Tahun 2013 lalu, setidaknya ada 2.098 penyandang difabel yang tidak tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab) pun akhirnya mengadukan persoalan ini ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka menuntut kepesertaan yang dirasa mustahil didapatkan dengan parameter yang diberlakukan saat ini.
“Yang utama ingin kita perjuangkan adalah kepersertaan para penyandang difabel,” kata Direktur Sigab M Joni Yulianto, Jumat (7/2/2014).
Dia mengatakan, selama ini masih ada masalah dalam kepesertaan program kesehatan yang kini dicover JKN. Sebab, untuk mendapatkan kepesertaan harus memenuhi parameter agar masuk kriteria miskin dan tidak mampu. Sedangkan difabel sulit memanuhi kriteria tersebut.
“Kategori miskin yang ditetapkan pemerintah itu tidak aplikabel bagi difabel. Misal pun ada yang punya upah di atas UMR (upah minimum regional), tapi mereka masih harus mengeluarkan biaya rutin untuk pengobatannya. Jadi yang dihitung hanya pendapatan, beban tidak pernah termasuk,” katanya.
Syamsudin, anggota Sigab mengatakan, pelayanan terhadap difabel juga cenderung lebih lambat. Jika pun tercover Jamkesmas, pelayanan yang diberikan masih sangat memberatkan. Misalnya saja, ada salah satu difabel yang dirawat di RS swasta dengan menggunakan Jamkesmas, sebelum menjadi JKN.
"Namun setelah seminggu dirawat, pasien itu ‘diusir’ halus oleh RS di mana dia menjalani perawatan. Belum lagi, masih banyak obat yang ternyata tidak discover jaminan kesehatan," tukasnya.
Seperti yang terjadi pada Tahun 2013 lalu, setidaknya ada 2.098 penyandang difabel yang tidak tercover Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab) pun akhirnya mengadukan persoalan ini ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka menuntut kepesertaan yang dirasa mustahil didapatkan dengan parameter yang diberlakukan saat ini.
“Yang utama ingin kita perjuangkan adalah kepersertaan para penyandang difabel,” kata Direktur Sigab M Joni Yulianto, Jumat (7/2/2014).
Dia mengatakan, selama ini masih ada masalah dalam kepesertaan program kesehatan yang kini dicover JKN. Sebab, untuk mendapatkan kepesertaan harus memenuhi parameter agar masuk kriteria miskin dan tidak mampu. Sedangkan difabel sulit memanuhi kriteria tersebut.
“Kategori miskin yang ditetapkan pemerintah itu tidak aplikabel bagi difabel. Misal pun ada yang punya upah di atas UMR (upah minimum regional), tapi mereka masih harus mengeluarkan biaya rutin untuk pengobatannya. Jadi yang dihitung hanya pendapatan, beban tidak pernah termasuk,” katanya.
Syamsudin, anggota Sigab mengatakan, pelayanan terhadap difabel juga cenderung lebih lambat. Jika pun tercover Jamkesmas, pelayanan yang diberikan masih sangat memberatkan. Misalnya saja, ada salah satu difabel yang dirawat di RS swasta dengan menggunakan Jamkesmas, sebelum menjadi JKN.
"Namun setelah seminggu dirawat, pasien itu ‘diusir’ halus oleh RS di mana dia menjalani perawatan. Belum lagi, masih banyak obat yang ternyata tidak discover jaminan kesehatan," tukasnya.
(rsa)