6 bocah SMP di Brebes dijual ke Malaysia
A
A
A
Sindonews.com - Enam anak di bawah umur di Kabupaten Brebes, menjadi korban penjualan manusia (human trafficking) untuk dipekerjakan secara ilegal di luar negeri.
Enam anak tersebut hendak dijual oleh jaringan mafia trafficking di Malaysia dan akan dipekerjakan secara ilegal di Negeri Jiran tersebut sebagai pembantu rumah tangga. Beruntung, aksi perdagangan manusia itu berhasil digagalkan.
Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Brebes Rini Pujiastuti mengatakan, informasi adanya enam anak asal Brebes yang menjadi korban trafficking tersebut didapatkan dari LSM Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jawa Tengah yang fokus pada upaya perlindungan anak dan perempuan.
"Saat ini enam anak itu masih berada di PPT Medan untuk pemulihan psikologis dan menunggu jemputan dari Semarang. Setelah dibawa ke Semarang, kami akan langsung jemput untuk dipulangkan ke rumah mereka masing-masing di Songgom," ujar Rini, kepada Sindonews, Selasa (14/1/2014).
Dari informasi PPT Medan, keenam anak tersebut terjaring saat hendak menyeberang dari Batam ke Malaysia untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Untuk bekerja di Malaysia mereka hanya dibekali dengan paspor pelancong yang hanya berlaku selama tiga bulan.
"Sebelum diseberangkan ke Malaysia, mereka sebelumnya disekap selama satu setengah bulan di Medan. Seluruhnya masih anak-anak, karena baru lulus SMP," imbuh Rini.
Menurut Rini, jaringan mafia trafficking di Brebes, biasanya beroperasi melalui tangan-tangan calo yang mendatangi rumah keluarga miskin. Anak perempuan dalam keluarga yang didatangi itu kemudian ditawari pekerjaan di luar negeri dengan gaji Rp4-5 juta. Agar tertarik, para calon korban tidak dipungut biaya kepengurusan paspor dan administrasi.
"Para calo sekarang juga berani masuk ke sekolah-sekolah untuk mencari anak yang akan dijual," terang Rini.
Menurut Rini, pihaknya sudah berulang kali melakukan sosialisasi terkait ancaman kejahatan trafficking yang mengancam anak dan perempuan. Namun masih saja ada yang menjadi korban, karena tergiur iming-iming bekerja di luar negeri.
"Kami imbau orangtua untuk waspada dan tidak langsung menyetujui jika ada tawaran kerja ke luar negeri untuk anak mereka," pungkasnya.
Terungkapnya kasus trafficking ini menambah jumlah kasus serupa yang menimpa anak di bawah umur di Brebes. Data di BKBPP menyebutkan, pada November tahun lalu terdapat 6 kasus trafficking dengan modus sama, yakni iming-iming bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi.
Para korban yang berhasil diselamatkan dari jaringan traffiking yang menjebak mereka berasal dari Kecamatan Songgom, Larangan, Wanasari, Paguyangan, dan Brebes.
Katua PPT Tiara Brebes Akilatul Munawaroh meminta, pemkab berupaya serius mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja untuk mencegah kasus trafficking. "Kemiskinan yang menghimpit serta minimnya lapangan pekerjaan menjadi pintu masuk para calo mencari korban," tukasnya.
Enam anak tersebut hendak dijual oleh jaringan mafia trafficking di Malaysia dan akan dipekerjakan secara ilegal di Negeri Jiran tersebut sebagai pembantu rumah tangga. Beruntung, aksi perdagangan manusia itu berhasil digagalkan.
Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Brebes Rini Pujiastuti mengatakan, informasi adanya enam anak asal Brebes yang menjadi korban trafficking tersebut didapatkan dari LSM Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jawa Tengah yang fokus pada upaya perlindungan anak dan perempuan.
"Saat ini enam anak itu masih berada di PPT Medan untuk pemulihan psikologis dan menunggu jemputan dari Semarang. Setelah dibawa ke Semarang, kami akan langsung jemput untuk dipulangkan ke rumah mereka masing-masing di Songgom," ujar Rini, kepada Sindonews, Selasa (14/1/2014).
Dari informasi PPT Medan, keenam anak tersebut terjaring saat hendak menyeberang dari Batam ke Malaysia untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Untuk bekerja di Malaysia mereka hanya dibekali dengan paspor pelancong yang hanya berlaku selama tiga bulan.
"Sebelum diseberangkan ke Malaysia, mereka sebelumnya disekap selama satu setengah bulan di Medan. Seluruhnya masih anak-anak, karena baru lulus SMP," imbuh Rini.
Menurut Rini, jaringan mafia trafficking di Brebes, biasanya beroperasi melalui tangan-tangan calo yang mendatangi rumah keluarga miskin. Anak perempuan dalam keluarga yang didatangi itu kemudian ditawari pekerjaan di luar negeri dengan gaji Rp4-5 juta. Agar tertarik, para calon korban tidak dipungut biaya kepengurusan paspor dan administrasi.
"Para calo sekarang juga berani masuk ke sekolah-sekolah untuk mencari anak yang akan dijual," terang Rini.
Menurut Rini, pihaknya sudah berulang kali melakukan sosialisasi terkait ancaman kejahatan trafficking yang mengancam anak dan perempuan. Namun masih saja ada yang menjadi korban, karena tergiur iming-iming bekerja di luar negeri.
"Kami imbau orangtua untuk waspada dan tidak langsung menyetujui jika ada tawaran kerja ke luar negeri untuk anak mereka," pungkasnya.
Terungkapnya kasus trafficking ini menambah jumlah kasus serupa yang menimpa anak di bawah umur di Brebes. Data di BKBPP menyebutkan, pada November tahun lalu terdapat 6 kasus trafficking dengan modus sama, yakni iming-iming bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi.
Para korban yang berhasil diselamatkan dari jaringan traffiking yang menjebak mereka berasal dari Kecamatan Songgom, Larangan, Wanasari, Paguyangan, dan Brebes.
Katua PPT Tiara Brebes Akilatul Munawaroh meminta, pemkab berupaya serius mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja untuk mencegah kasus trafficking. "Kemiskinan yang menghimpit serta minimnya lapangan pekerjaan menjadi pintu masuk para calo mencari korban," tukasnya.
(san)