Meresahkan, wacana Praja IPDN harus tes CPNS

Sabtu, 30 November 2013 - 07:01 WIB
Meresahkan, wacana Praja IPDN harus tes CPNS
Meresahkan, wacana Praja IPDN harus tes CPNS
A A A
Sindonews.com - Usulan Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) soal tes CPNS bagi alumni Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebelum penempatan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.

Ketua Ikatan Alumni Pendidikan Pamong Praja (Ikadik PP) Sumatera Barat (Sumbar) Jose Rizal ikut menyampaikan kekecewaan atas rencana itu.

Menurutnya, Menpan-RB Tasdik Kinanto beberapa waktu lalu memang menyampaikan pernyataan soal perlunya tes CPNS bagi praja IPDN demi memenuhi rasa keadilan dan sesuai aturan Menpan-RB.

“Kalau hanya berangkat dari pertimbangan aspek keadilan, mengapa tidak seluruh lulusan sekolah ikatan dinas diwajibkan ikut tes CPNS,” tukas Jose yang juga alumni STPDN 1999 ini, Sabtu (30/11/2013).

Mantan calon Wakil Wali Kota Pariaman ini mengatakan, banyak kementerian yang memiliki sekolah ikatan dinas, seperti STAN (Sekolah Tingi Akuntansi Negara) di bawah naungan Kementerian Keuangan. Lalu ATK (Akademi Teknologi Kulit) dan STTT (Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil) yang keduanya di bawah Kementerian Perindustrian.

Aritnya, sekolah-sekolah itu didirikan karena memang diperlukan skill, knowledge, attitude yang khusus dibentuk oleh semua lembaga pendidikan itu, yang lulusannya kemudian ditempatkan secara khusus pula, yakni dalam lingkungan kementerian masing-masing.

"Demikian pula halnya IPDN, yang berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri, yang berfungsi khusus untuk mencetak para kader pamong praja," tukas Jose.

“Menjadi tak efisien, bila ada lulusan IPDN yang ternyata tidak lulus CPNS, otomatis belum bisa mengabdi di lapangan, padahal negara sudah menghabiskan anggaran mahal dalam mencetak kader pamong praja ini,” imbuhnya.

Dia mengungkapkan, menurut hitung-hitungannya Kemendagri, anggaran untuk satu orang praja hingga tamat dari IPDN itu besarnya Rp500 juta rupiah. Itu sudah termasuk biaya, makan, perkuliahan, asrama, pakaian yang semuanya ditanggung negara.

"Nah, apa negara tidak rugi, kalau praja-praja yang setelah lulus ini tidak langsung diterjunkan ke lapangan, lantaran belum lulus CPNS ?” tukasnya lagi.

Bila ingin tetap menerapkan aspek keadilan, dan tak terjadi pemborosan anggaran negara, lanjutnya, maka sebaiknya tes CPNS dilakukan sejalan dengan tes ketika para calon praja itu diseleksi masuk pendidikan,

“Toh, seluruh warga Negara Indonesia yang lulus SMA dapat mendaftarkan diri menjadi praja IPDN, siapa pun itu, tak ada pengecualian, nah di sinilah letak keadilan itu seharusnya. Jadi begitu lulus, mereka telah menyandang status CPNS, dan menjadi PNS selama pendidikan yang ditugas belajarkan dengan pangkat II/a karena baru lulusan SMA. Jangan ketika lulus baru ikut tes CPNSnya, ini jelas sangat mubazir,” tambahnya lagi.

Lebih jauh ditambahkan, sekarang seleksi calon Praja IPDN begitu berlapis dan ketat yakni dengan menggandeng KPK. Belum lagi ditambah aturan ketat dengan risiko DO atau turun tingkat.

"Maka sangat tidak adil bila tes CPNS dilakukan ketika mereka lulus. Sehingga demi aspek keadilan dan efisiensi anggaran negara yang dipakai selama membentuk pamong praja ini tak mubazir, alangkah baiknya tes CPNS dilakukan bersamaan saat para praja ini ikut seleksi masuk IPDN," usulnya.

Kemendagri harus berani mengambil sikap, mengomunikasikan pada KemenPAN-RB filosofi berdirinya IPDN, yakni untuk mencetak kader pamong praja, lulusannya harus siap dan dapat langsung diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat seperti juga Akademi TNI dan Akademi Kepolisian.

Hal ini juga sesuai dengan cita-cita Rudini yang menggabungkan APDN seluruh Indonesia menjadi STPDN di Jatinangor pada tahun 1990.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6119 seconds (0.1#10.140)