Melongok penangkaran kucing langka di Tulungagung

Jum'at, 29 November 2013 - 14:47 WIB
Melongok penangkaran kucing langka di Tulungagung
Melongok penangkaran kucing langka di Tulungagung
A A A
BINATANG itu tampak seperti manusia yang didera kegelisahan. Mondar mandir, bergerak liar ke kiri ke kanan. Sesekali mencoba menerobos kerangkeng logam yang mengurungnya. Tenaganya terlihat begitu kuat. Setiap kepalanya menerjang, anyaman logam kawat seukuran sangkar burung kenari itupun bergoyang berderit derit tak karuan.

Rudi Utomo (36) si pemilik hewan memandang dengan tenang peliharaannya. Tanpa bergeser sejengkalpun dari tempat duduknya, dia melanjutkan ceritanya. Yakni kisah tentang keunikan kucing-kucing piaraannya. Katanya, apa yang dimilikinya adalah kucing yang telah terlegitimasi sebagai ras (kucing) tertinggi di dunia.

“Ras Spinx ini sebagai kasta kucing yang paling tinggi,“ tuturnya sembari menunjuk hewan yang terus bergerak liar di dalam kurungan besi yang teronggok tak jauh dari ujung kakinya, Jumat (29/11/2013).

Secara fisik, hewan carnivora yang terpasung dalam kerangkeng itu memang unik. Tidak terlihat sehelai bulupun tumbuh di kulitnya. Tidak seperti lazimnya kucing yang berbulu tebal. Dari ujung kepala, kaki hingga ujung ekor Spinx terlihat bersih mulus, serupa domba biri-biri yang baru keluar dari ruang cukur.

“Ciri khasnya memang mulus tak berbulu,“ terang pemelihara kucing langka asal Desa/Kecamatan Kedungwaru, RT 01 RW 02, Kabupaten Tulungagung ini.

Nama Spinx mengingatkan pada salah satu keajaiban dunia di negeri Cleopatra (Mesir). Sebuah batu kuno berukuran raksasa di sebelah gunung piramida dengan konstruksi pahatan badan singa berkepala manusia. Dan si meong berkulit putih pucat, berkerut kerut dan sedikit kemerah-merahan itu memang berasal dari sana.

“Ini memang dari negara Mesir. Tempat Ratu Cleopatra bermukim,“ terang Rudi sembari tergelak tawa.

Tanpa diminta, suami Karmini (34) itu pun menyibak mulut kerangkeng. Dia ingin lebih mendekatkan cerita yang dibangunya dengan bukti yang ada. Tidak butuh waktu lama, hewan serumpun dengan harimau dan singa itupun meloncat keluar.

Sebentar berlari berputar, bergerak dengan pola tak beraturan, seolah sedang merayakan kebebasan. Lagi lagi ayah satu anak ini tidak menunjukkan raut kepanikan. Dia biarkan saja, binatang tropis itu bergerak mengikuti nalurinya. “Hanya penampilan luarnya saja sepertinya agresif dan liar. Tapi sebenarnya tidak demikian,“ jelas Rudi Santai.

Benar apa yang dikatakanya. Tidak lama, sikap Spinx yang liar perlahan melunak. Ia mendekat, mendengus, menyambut mesra setiap elusan tangan. “Aslinya kucing ini suka bermanja-manja. Gayanya saja yang liar,“ papar Rudi tanpa menghentikan sentuhanya.

Sikapnya yang manja dan menyukai elusan bertolak belakang dengan anatomi fisik keseluruhan. Wajahnya sedikit panjang, agak moncong kedepan dan beraura menyeramkan. Bentuk rupa yang berbeda dengan kucing kebanyakan. Mirip paras tokoh antagonis Gollum, bocah kecil berwajah aneh, personifikasi tuyul dalam film Lord of the Rings.

Begitu juga dengan model telinganya. Berstruktur tegak menjulang, melebar, menyerupai daun telinga kelelawar. Bagian tubuhnya secara umum ramping, liat serupa jasmani para atlit lari.

Tidak hanya sekedar hobi. Binatang yang diperoleh dari komunitas Indonesian Cat Association (ICA) atau asosiasi pecinta kucing itu, juga diperdagangkan. Untuk anak Spinx yang baru berusia tiga bulan, ayah satu anak ini mematok harga Rp12,5 juta hingga Rp15 juta. Harga yang setara dengan nominal sepeda motor bebek baru.

“Kalau harga indukanya bisa mencapai Rp30 juta. Bila beli impor langsung dari luar negeri bisa mencapai Rp70 juta,“ katanya.

Rudi mengklaim, dia lah pemilik satu-satunya pemilik kucing ras Spinx di tiga propinsi, yakni Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah. “Ini sudah ada anaknya yang dipesan orang Bali,“ ujarnya.

Tidak hanya Spinx, Rudi juga memiliki koleksi kucing ras kaki pendek (Munchskin). Jenis kucing yang berasal dari Negara Swiss. Di dunia komunitas pecinta kucing, Muncskin juga memiliki kasta yang setara dengan Spinx.

Meski gesture wajahnya tidak jauh beda dengan kucing kebanyakan, Muncskin memiliki keunikan pada dua pasang kakinya. Kaki yang lebih pendek dibandingkan kucing pada umumnya. Ini membuat kucing ini terlihat ceper dan lebih lucu menggemaskan dibanding Spinx. “Harga jualnya sama. Kalaupun selisih, tidak terpaut jauh,“ ujarnya.

Di luar dua ras itu, masih memiliki piaraan kucing ras Bengal. Kucing jenis langka dengan penampakan menyerupai Cheetah. Binatang ini berasal dari Amerika Latin. “Ini juga masuk golongan ras tertinggi di dunia,“ jelasnya.

Termasuk dengan yang usia “bayi”, jumlah kucing Rudi saat ini sebanyak 22 ekor. Mantan sopir truk Tulungagung-Jakarta itu menempatkan hewan piaranya di ruang sempit sebelah rumahnya. Ruangan untuk 22 ekor kucing itu 3 meter x 2,5 meter x 3. “Ruangan yang berukuran sama itu saya sekat dan dibagi tiga," jelasnya.

Rudi memulai hobi yang pada akhirnya menjadi mata pencaharian itu sejak akhir tahun 1999. Secara otodidak dia memulai dari kucing jenis Persia yang secara klasifikasi masih di bawah koleksi yang dimilikinya sekarang. Dia tekun dan telaten mengikuti acara yang digelar komunitas pecinta kucing hias.

Dengan keterlibatanya yang aktif, Rudi mengetahui daur hidup kucing. Yakni mulai harapan hidup kucing jantan berusia 24 tahun dan betina 17 tahun, hingga bagaimana mengatasi penyakit jamur pada telinga dan ekor dia kuasai.

Rudi juga hafal masa birahi kucing yang hadir setiap 21 hari sekali, atau masa bunting yang mencapai 65 hari. Dia juga mengerti bila hewan piaraannya tersebut telah bersertifikat, dan terdapat microchip yang tertanam di tubuhnya.

“Binatang ini bisa diketahui sebagai keturunan atau generasi ke berapa. Dan microchip yang ada di tubuhnya itu untuk mendeteksi keberadaanya. Saya termasuk salah satu orang yang memiliki sertifikat ICA. Di Indonesia anggota ICA sekitar 4.500 orang. Untuk Tulungagung sendiri anggotanya 33 orang,“ terangnya.

Secara khusus, kucing kucing hias ini dapat dikatakan telah kehilangan naluri “hewaniahnya”. Kucing ini mampu bertahan tidak membuang air atau kotoran jika wadah kotoran berisi pasir tidak ada di dekatnya. Sentuhan dokter hewan secara rutin dan makanan khusus membuat kucing-kucing ini tidak doyan memangsa tikus atau ikan laut yang dipindang.

“Setiap bulan biaya yang dikeluarkan untuk makanan seluruh kucing ini sebesar Rp1,5 juta,“ paparnya.

Namun yang paling menyenangkan, Rudi bisa memperoleh manfaat ekonomis dari hobinya. Setiap bulan, dia rata-rata mampu menjual 2-3 ekor kucing.

“Dan dari hasil itu, alhamdulillah tahun ini saya bisa umroh ke tanah suci. Dari semula hobi, kegiatan ini sekarang sepenuhnya menjadi mata pencaharian,“ jelasnya tanpa bermaksud pamer diri.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6577 seconds (0.1#10.140)