Gerakan terorisme masih berpotensi di Jateng

Kamis, 28 November 2013 - 17:32 WIB
Gerakan terorisme masih...
Gerakan terorisme masih berpotensi di Jateng
A A A
Sindonews.com – Gerakan-gerakan radikal yang berujung pada terorisme masih berpotensi terjadi di Jateng. Jika tidak segera ditindaklanjuti, tidak menutup kemungkinan gerakan-gerakan radikal tersebut dapat berkembang menjadi aksi yang lebih berbahaya termasuk terorisme.

Hal tersebut dikatakan Ketua Forum Koordinasi dan Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jateng, Najahan Musyfak dalam acara Sosialisasi Hasil Penelitian Potensi Terorisme dan Pencegahan Terorisme di Daerah yang diselenggarakan di Hotel Semesta Kota Semarang.

“Secara kuantitatif kita tidak dapat menyebutkan berapa jumlahnya, namun dari segi fenomena, gerakan-gerakan yang mengarah kepada radikalisme dan terorisme masih ada di sekitar kita. Bahkan perekrutan dan pelatihannya juga masih berjalan hingga saat ini,” ujarnya kepada KORAN SINDO disela sosialisasi, Kamis (28/11/2013).

Najahan menambahkan, penanganan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama tersebut harus segera dilakukan. Jika tidak, gerakan-gerakan kecil tersebut dapat berubah menjadi gerakan yang lebih besar dan mengarah kepada tindakan terorisme.

“Penanganan harus segera dilakukan, jangan sampai ideologi gerakan radikal tersebut berubah menjadi aksi terror,” imbuhnya.

Menurut Najahan, banyak faktor yang menjadi penyebab gerakan terorisme masih terjadi. Salah satunya proses infiltrasi faham radikal terorisme melalui rumah ibadah, lembaga pendidikan keagamaan, kampus dan sekolah serta seluruh bidang kehidupan masyarkat masih tinggi.

“Selain itu, perekrutan juga masih berjalan hingga saat ini, belum lagi penyebaran faham radikal dari terorisme yang secara masif baik dengan cara konvensional maupun digital. Hal tersebut diperparah dengan sempitnya pandangan keagamaan masyarakat dan lemahnya pembinaan dan pencegahan terorisme dari negara,” paparnya.

Untuk itu, Najahan berpesan kepada masyarakat untuk tetap waspada dalam menghadapi semua itu. Ia berharap kerja sama baik masyarakat maupun pemerintah untuk menekan angka terorisme di Jateng dan umumnya Indonesia.

“Kita harus bersatu baik masyarakat maupun pemerintah untuk mengantisipasi hal ini. Karena masyarakat adalah sasaran empuk dari gerakan-gerakan itu,” pungkasnya.

Sementara itu, Saifudin Zuhri selaku akademisi dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang juga peneliti kasus terorisme mengatakan, terjadi pergeseran sistem terorisme di Indonesia.

Menurutnya, jika dulu aksi teror dilakukan dengan perusakan, kemudian penyerangan petugas keamanan, saat ini dilakukan dengan cara merubah pola pikir masyarakat.

“Pergeseran ini perlu kita waspadai secara bersama-sama, diperlukan strategi yang baru sebagai bentuk antisipasi pergeseran itu karena jika faham radikal sudah tertanam dalam idiologi, akan menimbulkan gerakan-gerakan terorisme yang berbahaya,” ujarnya.

Strategi yang harus dilakukan imbuh dia adalah pembinaan sejak dini kepada masyarakat. Pembinaan itu penting untuk merubah pola pikir masyarakat agar tidak terjebak pada faham-faham radikalisasi.

“Selain pembinaan pola pikir itu, kita juga harus mengingatkan kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. Sebab, banyak sekarang anak-anak yang terjebak dalam kubangan aksi terorisme di Indonesia. Fakta membuktikan, umur pelaku bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia rata-rata 18-31 tahun,” imbuhnya.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8005 seconds (0.1#10.140)