Pelayanan buruk, ugal-ugalan, hingga tiket mahal
A
A
A
Sindonews.com - Akhir-akhir ini, masyarakat Kota Solo dan sekitarnya masih hangat membicarakan peluncuran Moda Transportasi masal Batik Solo Trans (BST). Hangatnya pembicaraan tersebut terjadi menjelang peluncuran BST Koridor Dua yang akan dilakukan beberapa hari mendatang.
Berbekal isu hangat tentang BST yang berkembang di masyarakat, KORAN SINDO, berusaha menikmati moda trasnsportasi massal itu pada Senin (11/11) pagi, untuk jalur Koridor Satu.
Setelah menunggu sekitar 15 menit di salah satu halte khusus, BST yang ditunggu akhirnya tiba. Rute yang dinaiki pada pagi tersebut adalah rute Palur-Bandara Adisoemarmo Boyolali.
Kesan kumuh dan tidak terawat langsung tersuguh di BST dengan nomor registrasi 003 tersebut. lantai BST cukup kotor dan tidak dibersihkan oleh awak bus.
Tidak berbeda dengan lantai BST, kursi-kursi yang ada juga banyak yang rusak, patah dan tidak nyaman untuk dinaiki. Bahkan kursi di dalam bus tersebut tidak lebih bagus dari kursi-kursi yang ada pada Bus Kota yang sudah usang.
Suara bising juga terdengar jelas dari dalam kursi penumpang, bunyi tersebut berasal dari body bus dan interior bus yang sudah banyak yang kendor bautnya. Bunyi itu cukup mengganggu para penumpang yang menikmati BST pada pagi itu. Suara bising juga ditambah dengan suara buka tutup pintu yang sangat kasar oleh pramugari BST.
Seolah melengkapi, sang sopir yang mengoperasikan bus tersebut juga berlaku seenaknya sendiri. Sopir tersebut mengemudikan dengan ugal-ugalan, bahkan beberapa kali hampir terjadi tabrakan dengan kendaraan yang berasal dari lawan arah.
Hal itu masih diperparah dengan diterjangnya lobang-lobang yang ada di sepanjang perjalanan, hingga membuat rasa tidak nyaman penumpang semakin terlihat. Tidak hanya itu beberapa penumpang juga diturunkan di luar selter yang telah disediakan, sehingga penumpang harus melompat karena dek BST tersebut tinggi.
Setelah berjalan beberapa lama, pramugari bus langsung membagikan tiket bagi para penumpang. Tiket tersebut dibuat dua jenis yakni untuk penumpang biasa sebesar Rp3.500 hingga di depan bandara. Sedangkan untuk penumpang yang masuk ke bandara harga tiketnya Rp15.000, padahal pada tiket yang tertera Rp10.000.
KORAN SINDO dan beberapa penumpang lainnya mencoba menanyakan keabsahan tiket tersebut, akan tetapi sang pramugari yang enggan disebutkan namanya itu tetap bersikukuh dengan harga tiket sebesar Rp15.000. Kondisi tersebut cukup dikeluhkan oleh beberapa penumpang yang menuju bandara, bahkan banyak penumpang yang lebih memilih turun di depan gerbang bandara karena dikenakan tiket sebesar Rp3.500 saja.
“Lebih baik turun di luar mas, harga tiketnya murah dari pada masuk ke dalam tiketnya mahal,” ujar salah seorang penumpang, Sujinem.
Kepala Perusahaan Umum (Perum) Damri Solo, Sutaryadi, selaku operator BST membenarkan jika bus tersebut bising dan banyak yang sudah rusak. Ia menyebutkan kerusakan tersebut tidak bisa diperbaiki seperti semula, pasalnya spare part bus tersebut sudah tidak diproduksi lagi oleh produsennya yakni Hyundai Motor Company dari Korea Selatan.
Sehingga jika ada kerusakan pihaknya hanya bisa memperbaiki dan mencari spare parts imitasi yang kualitasnya jauh berbeda dengan kondisi aslinya.
“Ya memang kondisinya seperti itu, mau bagaimana lagi, mau diperbaiki susah cari yang asli. Saya kira itu sudah optimal karena sudah dioperasikan lebih dari tiga tahun,” ucapnya.
Sedangkan untuk masalah tiket, pihaknya membenarkan jika tiket untuk rute bandara sebesar Rp15.000, hal itu sudah sesuai aturan yang ditetapkan. Ia menyebutkan tiket yang saat ini beredar memang berada pada angka Rp10.000 per lembar. Menurutnya itu merupakan sisa tiket lama yang saat ini belum habis stoknya dan masih digunakan.
“Itu cuma menghabiskan stok saja, yang benar memang Rp15.000 untuk ke bandara,” pungkasnya.
Berbekal isu hangat tentang BST yang berkembang di masyarakat, KORAN SINDO, berusaha menikmati moda trasnsportasi massal itu pada Senin (11/11) pagi, untuk jalur Koridor Satu.
Setelah menunggu sekitar 15 menit di salah satu halte khusus, BST yang ditunggu akhirnya tiba. Rute yang dinaiki pada pagi tersebut adalah rute Palur-Bandara Adisoemarmo Boyolali.
Kesan kumuh dan tidak terawat langsung tersuguh di BST dengan nomor registrasi 003 tersebut. lantai BST cukup kotor dan tidak dibersihkan oleh awak bus.
Tidak berbeda dengan lantai BST, kursi-kursi yang ada juga banyak yang rusak, patah dan tidak nyaman untuk dinaiki. Bahkan kursi di dalam bus tersebut tidak lebih bagus dari kursi-kursi yang ada pada Bus Kota yang sudah usang.
Suara bising juga terdengar jelas dari dalam kursi penumpang, bunyi tersebut berasal dari body bus dan interior bus yang sudah banyak yang kendor bautnya. Bunyi itu cukup mengganggu para penumpang yang menikmati BST pada pagi itu. Suara bising juga ditambah dengan suara buka tutup pintu yang sangat kasar oleh pramugari BST.
Seolah melengkapi, sang sopir yang mengoperasikan bus tersebut juga berlaku seenaknya sendiri. Sopir tersebut mengemudikan dengan ugal-ugalan, bahkan beberapa kali hampir terjadi tabrakan dengan kendaraan yang berasal dari lawan arah.
Hal itu masih diperparah dengan diterjangnya lobang-lobang yang ada di sepanjang perjalanan, hingga membuat rasa tidak nyaman penumpang semakin terlihat. Tidak hanya itu beberapa penumpang juga diturunkan di luar selter yang telah disediakan, sehingga penumpang harus melompat karena dek BST tersebut tinggi.
Setelah berjalan beberapa lama, pramugari bus langsung membagikan tiket bagi para penumpang. Tiket tersebut dibuat dua jenis yakni untuk penumpang biasa sebesar Rp3.500 hingga di depan bandara. Sedangkan untuk penumpang yang masuk ke bandara harga tiketnya Rp15.000, padahal pada tiket yang tertera Rp10.000.
KORAN SINDO dan beberapa penumpang lainnya mencoba menanyakan keabsahan tiket tersebut, akan tetapi sang pramugari yang enggan disebutkan namanya itu tetap bersikukuh dengan harga tiket sebesar Rp15.000. Kondisi tersebut cukup dikeluhkan oleh beberapa penumpang yang menuju bandara, bahkan banyak penumpang yang lebih memilih turun di depan gerbang bandara karena dikenakan tiket sebesar Rp3.500 saja.
“Lebih baik turun di luar mas, harga tiketnya murah dari pada masuk ke dalam tiketnya mahal,” ujar salah seorang penumpang, Sujinem.
Kepala Perusahaan Umum (Perum) Damri Solo, Sutaryadi, selaku operator BST membenarkan jika bus tersebut bising dan banyak yang sudah rusak. Ia menyebutkan kerusakan tersebut tidak bisa diperbaiki seperti semula, pasalnya spare part bus tersebut sudah tidak diproduksi lagi oleh produsennya yakni Hyundai Motor Company dari Korea Selatan.
Sehingga jika ada kerusakan pihaknya hanya bisa memperbaiki dan mencari spare parts imitasi yang kualitasnya jauh berbeda dengan kondisi aslinya.
“Ya memang kondisinya seperti itu, mau bagaimana lagi, mau diperbaiki susah cari yang asli. Saya kira itu sudah optimal karena sudah dioperasikan lebih dari tiga tahun,” ucapnya.
Sedangkan untuk masalah tiket, pihaknya membenarkan jika tiket untuk rute bandara sebesar Rp15.000, hal itu sudah sesuai aturan yang ditetapkan. Ia menyebutkan tiket yang saat ini beredar memang berada pada angka Rp10.000 per lembar. Menurutnya itu merupakan sisa tiket lama yang saat ini belum habis stoknya dan masih digunakan.
“Itu cuma menghabiskan stok saja, yang benar memang Rp15.000 untuk ke bandara,” pungkasnya.
(lns)