3 kabupaten di Yogyakarta belum usulkan besaran UMK
A
A
A
Sindonews.com - Batas akhir pengajuan usulan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) di Yogyakarta sudah lewat, yakni pada 31 Oktober 2013. Namun, masih ada tiga kabupaten yang belum menyetorkan usulan tersebut ke Dewan Pengupahan Provinsi DIY. Ketiganya adalah Sleman, Kulonprogo dan Gunungkidul.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) DIY Budi Antono mengatakan, Dewan Pengupahan tingkat kabupaten/kota seharusnya sudah menyetorkan usulan UMK, pada 31 Oktober 2013. Namun, belum semua melakukannya.
"Date line sebenarnya sudah lewat, 31 Oktober lalu. Yang sudah (melaporkan usulan UMK) baru Kota Yogyakarta dan Bantul," katanya, kepada wartawan, Jumat (1/11/2013).
Tiga kabupaten yang belum melaporkan usulan UMK tersebut, karena masih terjadi perdebatan yang alot di dewan pengupahan setempat, terutama dari kalangan buruh dan pengusaha.
"Masih tarik ulur soal besaran, contohnya di Sleman. Kepala dinasnya (Disnakertrans Sleman) bilangnya ke saya seperti itu (masih alot)," kata pejabat yang akrab disapa Anton ini.
Pembahasan alot di Sleman, berkutat pada besaran UMK yang diusulkan Dewan Pengupahan setempat dengan keinginan buruh. Selisih antara dua pihak masih sangat jauh, berkisar Rp500.000. Dewan Pengupahan Sleman dari kalangan pengusaha mengusulkan UMK sebesar Rp1.145.000, sedangkan kaum buruh meminta Rp1.650.000.
Sedangkan Gunungkidul dan Kulonprogo yang sama-sama belum memasukkan usulan UMK, juga masih berkutat pada selisih besaran yang dinginkan antara Dewan Pengupahan dengan kaum buruh.
Dewan Pengupahan setempat masing-masing mengusulkan untuk Kulonprogo Rp1.160.000, dan Gunungkidul Rp1.007.000. Sedangkan kaum buruh di dua kabupaten tersebut, menginginkan lebih tinggi dari angka tersebut.
Untuk Kota Yogyakarta, UMK yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan setempat adalah Rp1.173.000 dan Bantul Rp1.125.000. Meski sudah sepakat mengusulkan angka UMK, namun kaum buruh di Yogyakarta dan Bantul, sebenarnya belum puas.
Mereka berharap, Gubernur DIY bisa menetapkan besaran UMK bisa lebih tinggi dari yang diusulkan Dewan Pengupahan tersebut. Bagi ketiga daerah yang belum memasukkan usulan UMK tersebut diberi tenggak waktu sampai Sabtu 2 Nopember 2013.
"Saya berharap Jumat ini sudah masuk, ternyata belum. Makanya kita kasih kesempatan sampai besok. Meski Sabtu, harus sudah masuk," tegasnya.
Dia mengakui, keterlambatan memasukkan usulan UMK sejauh ini belum memiliki implikasi. Pasalnya penetapannya juga masih lama, yakni 20 Nopember. Namun, Dewan Pengupahan Provinsi juga butuh waktu mencermatinya. Apalagi Gubernur masih ingin mendengarkan paparan langsung dari wali kota dan bupati secara langsung, tanpa boleh diwakilkan.
"Gubernur ingin paparan dari kepala daerah, tidak boleh diwakilkan dan harus didampingi kepala dinas (Disnakeetrans) setempat," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi tidak sepakat usulan UMK di tiga kabupetan dibatasi sampai hari ini. Alasannya, mulai tahun ini, Provinsi DIY menggunakan UMK, bukan UMP. Artinya, penetapan UMK adalah 40 hari sebelum diberlakukan per Januari 2014. "Artinya penetapan UMK kan 20 Nopember, kenapa harus dipaksa besok," ungkapnya.
Menurut dia, lebih baik memberi kesempatan pembahasan yang alot itu agar endingnya melahirkan win-win solution. "Teman-teman di Sleman memamg menginginkan angka yang tinggi, tapi itu realistis mengingat kebutuhan hidup di Sleman juga tinggi. Kalau dipatok seperti UMK yang diusulkan Dewan Pengupahan dari pengusaha, ya sangat memberatkan buruh," jelasnya.
Lebih lanjut, Kirnadi menambahkan, agar kalangan buruh siap-siap jika sewaktu-waktu duduk bareng dengan Gubernur DIY. "Aksi kemarin kita dijanjikan bisa bertemu gubernur, ABY meminta kaum buruh bisa meluangkan waktunya. Dan yang lebih penting, tetap satu suara," tegasnya.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) DIY Budi Antono mengatakan, Dewan Pengupahan tingkat kabupaten/kota seharusnya sudah menyetorkan usulan UMK, pada 31 Oktober 2013. Namun, belum semua melakukannya.
"Date line sebenarnya sudah lewat, 31 Oktober lalu. Yang sudah (melaporkan usulan UMK) baru Kota Yogyakarta dan Bantul," katanya, kepada wartawan, Jumat (1/11/2013).
Tiga kabupaten yang belum melaporkan usulan UMK tersebut, karena masih terjadi perdebatan yang alot di dewan pengupahan setempat, terutama dari kalangan buruh dan pengusaha.
"Masih tarik ulur soal besaran, contohnya di Sleman. Kepala dinasnya (Disnakertrans Sleman) bilangnya ke saya seperti itu (masih alot)," kata pejabat yang akrab disapa Anton ini.
Pembahasan alot di Sleman, berkutat pada besaran UMK yang diusulkan Dewan Pengupahan setempat dengan keinginan buruh. Selisih antara dua pihak masih sangat jauh, berkisar Rp500.000. Dewan Pengupahan Sleman dari kalangan pengusaha mengusulkan UMK sebesar Rp1.145.000, sedangkan kaum buruh meminta Rp1.650.000.
Sedangkan Gunungkidul dan Kulonprogo yang sama-sama belum memasukkan usulan UMK, juga masih berkutat pada selisih besaran yang dinginkan antara Dewan Pengupahan dengan kaum buruh.
Dewan Pengupahan setempat masing-masing mengusulkan untuk Kulonprogo Rp1.160.000, dan Gunungkidul Rp1.007.000. Sedangkan kaum buruh di dua kabupaten tersebut, menginginkan lebih tinggi dari angka tersebut.
Untuk Kota Yogyakarta, UMK yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan setempat adalah Rp1.173.000 dan Bantul Rp1.125.000. Meski sudah sepakat mengusulkan angka UMK, namun kaum buruh di Yogyakarta dan Bantul, sebenarnya belum puas.
Mereka berharap, Gubernur DIY bisa menetapkan besaran UMK bisa lebih tinggi dari yang diusulkan Dewan Pengupahan tersebut. Bagi ketiga daerah yang belum memasukkan usulan UMK tersebut diberi tenggak waktu sampai Sabtu 2 Nopember 2013.
"Saya berharap Jumat ini sudah masuk, ternyata belum. Makanya kita kasih kesempatan sampai besok. Meski Sabtu, harus sudah masuk," tegasnya.
Dia mengakui, keterlambatan memasukkan usulan UMK sejauh ini belum memiliki implikasi. Pasalnya penetapannya juga masih lama, yakni 20 Nopember. Namun, Dewan Pengupahan Provinsi juga butuh waktu mencermatinya. Apalagi Gubernur masih ingin mendengarkan paparan langsung dari wali kota dan bupati secara langsung, tanpa boleh diwakilkan.
"Gubernur ingin paparan dari kepala daerah, tidak boleh diwakilkan dan harus didampingi kepala dinas (Disnakeetrans) setempat," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi tidak sepakat usulan UMK di tiga kabupetan dibatasi sampai hari ini. Alasannya, mulai tahun ini, Provinsi DIY menggunakan UMK, bukan UMP. Artinya, penetapan UMK adalah 40 hari sebelum diberlakukan per Januari 2014. "Artinya penetapan UMK kan 20 Nopember, kenapa harus dipaksa besok," ungkapnya.
Menurut dia, lebih baik memberi kesempatan pembahasan yang alot itu agar endingnya melahirkan win-win solution. "Teman-teman di Sleman memamg menginginkan angka yang tinggi, tapi itu realistis mengingat kebutuhan hidup di Sleman juga tinggi. Kalau dipatok seperti UMK yang diusulkan Dewan Pengupahan dari pengusaha, ya sangat memberatkan buruh," jelasnya.
Lebih lanjut, Kirnadi menambahkan, agar kalangan buruh siap-siap jika sewaktu-waktu duduk bareng dengan Gubernur DIY. "Aksi kemarin kita dijanjikan bisa bertemu gubernur, ABY meminta kaum buruh bisa meluangkan waktunya. Dan yang lebih penting, tetap satu suara," tegasnya.
(san)