Ditertibkan, anjal di Solo kalang kabut
A
A
A
Sindonews.com - Tim gabungan dari Satpol PP, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi sedianya merazia anak jalanan (Anjal) yang biasa mangkal di persimpangan jalan. Namun, menangkap para anjal itu tidak mudah.
Akhirnya, tim hanya membawa belasan pengamen, gelandangan dan orang terlantar (PGOT).
Razia itu digelar lantara di Solo akhir-akhir ini terlihat banyak anjal berkeliaran. Rencananya, anjal yang terjaring akan dibina di Panti Asuhan Pamardi Yoga sekaligus disekolahkan.
Namun, tim yang dibagi dua kelompok ini hanya mengamankan dua anak jalanan dan belasan PGOT. Setiap kali aparat mendekat, pengamen dan pengemis anak berhasil melarikan diri.
“Hanya dua (anjal) yang terjaring. Sebagian besar berhasil kabur. Dua anak berusia di bawah umur ini diamankan dari lampu merah Pasar Kliwon (Jalan Kapten Mulyadi) dan lampu merah Gading (Jalan Veteran),” terang anggota tim penertiban dari Bagian Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Kentingan, Witarso Rabu (30/10/2013).
Dari belasan PGOT, terdeteksi tiga di antaranya menderita psikotis alias orang gila.
Seluruh hasil tangkapan didata untuk kemudian ditangani sesuai kondisi riil. Dinsosnakertrans menyerahkan orang gila ke RSJD dan Griya PMI, sedangkan untuk gelandangan asal luar kota langsung dipulangkan ke kampung halamannya.
Pantauan Sindonews.com, petugas terpaksa melumpuhkan seorang PGOT di Jalan Slamet Riyadi dengan suntikan penenang karena sulit diajak bekerja sama.
Seorang petugas mengalami luka ringan saat mencoba melumpuhkan pria berpakaian kumal itu. Usai mengangkutnya ke mobil RSJD, tim kemudian melanjutkan operasi ke simpang empat Panggung.
Tanpa dikomando, para pengamen dan pengemis anak-anak lari tunggang langgang saat tim tiba. Petugas berusaha mengejar, namun kalah lincah.
Dalam penertiban itu, petugas mengamankan PGOT antara lain di Monumen 45 Banjarsari dan seputar Jembatan Komplang, Nusukan.
Kasi Rehabilitasi Bidang Sosial Disnosnakertrans Bambang Yunianto menduga anak-anak jalanan hanya dimanfaatkan orang dewasa. Dinsosnakertrans berupaya menelusuri jaringan tersebut dengan mengorek keterangan dari anjal.
“Sangat ironis, anak-anak di bawah usia 12 tahun mengamen dan mengemis. Kami akan mendatangkan orangtuanya, supaya jelas. Mengapa mereka tega melepaskan anak-anak ini ke jalanan?” kata dia.
Jika alasan utama untuk membiayai sekolah, Dinsosnakertrans menawarkan pendidikan gratis yang dikelola Panti Asuhan Pamardi Yoga.
Akhirnya, tim hanya membawa belasan pengamen, gelandangan dan orang terlantar (PGOT).
Razia itu digelar lantara di Solo akhir-akhir ini terlihat banyak anjal berkeliaran. Rencananya, anjal yang terjaring akan dibina di Panti Asuhan Pamardi Yoga sekaligus disekolahkan.
Namun, tim yang dibagi dua kelompok ini hanya mengamankan dua anak jalanan dan belasan PGOT. Setiap kali aparat mendekat, pengamen dan pengemis anak berhasil melarikan diri.
“Hanya dua (anjal) yang terjaring. Sebagian besar berhasil kabur. Dua anak berusia di bawah umur ini diamankan dari lampu merah Pasar Kliwon (Jalan Kapten Mulyadi) dan lampu merah Gading (Jalan Veteran),” terang anggota tim penertiban dari Bagian Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Kentingan, Witarso Rabu (30/10/2013).
Dari belasan PGOT, terdeteksi tiga di antaranya menderita psikotis alias orang gila.
Seluruh hasil tangkapan didata untuk kemudian ditangani sesuai kondisi riil. Dinsosnakertrans menyerahkan orang gila ke RSJD dan Griya PMI, sedangkan untuk gelandangan asal luar kota langsung dipulangkan ke kampung halamannya.
Pantauan Sindonews.com, petugas terpaksa melumpuhkan seorang PGOT di Jalan Slamet Riyadi dengan suntikan penenang karena sulit diajak bekerja sama.
Seorang petugas mengalami luka ringan saat mencoba melumpuhkan pria berpakaian kumal itu. Usai mengangkutnya ke mobil RSJD, tim kemudian melanjutkan operasi ke simpang empat Panggung.
Tanpa dikomando, para pengamen dan pengemis anak-anak lari tunggang langgang saat tim tiba. Petugas berusaha mengejar, namun kalah lincah.
Dalam penertiban itu, petugas mengamankan PGOT antara lain di Monumen 45 Banjarsari dan seputar Jembatan Komplang, Nusukan.
Kasi Rehabilitasi Bidang Sosial Disnosnakertrans Bambang Yunianto menduga anak-anak jalanan hanya dimanfaatkan orang dewasa. Dinsosnakertrans berupaya menelusuri jaringan tersebut dengan mengorek keterangan dari anjal.
“Sangat ironis, anak-anak di bawah usia 12 tahun mengamen dan mengemis. Kami akan mendatangkan orangtuanya, supaya jelas. Mengapa mereka tega melepaskan anak-anak ini ke jalanan?” kata dia.
Jika alasan utama untuk membiayai sekolah, Dinsosnakertrans menawarkan pendidikan gratis yang dikelola Panti Asuhan Pamardi Yoga.
(lns)