Mantan pejabat BPN dituntut 6 tahun penjara

Jum'at, 20 September 2013 - 21:31 WIB
Mantan pejabat BPN dituntut 6 tahun penjara
Mantan pejabat BPN dituntut 6 tahun penjara
A A A
Sindonews.com - Kelurga terdakwa M. Thoriq, tiba-tiba terperanjat dari tempat duduknya dan meneriaki Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai orang yang tidak punya hati nurani.

“Kenapa tidak menghukum mati saja. Kamu tidak punya hati nurani,” timpal Soewidji, kuasa hukum M. Thoriq, Jumat (20/9/2013).

Salah seorang di antara keluarga mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Semarang itu, tak kuasa menahan emosinya dan nyaris menyerang JPU.

Situasi persidanganpun berubah ricuh. Beruntung ketiga penuntut umum yang terdiri dari Febri Hartanto, Endeyono Wahyudi dan Lasri Murtono bergerak cepat dan meninggalkan kantor Tipikor.

Emosi keluarga M. Thoriq spontan meledak saat JPU membacakan amar tuntutannya untuk tiga terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa M. Thoriq dengan pidana enam tahun penjara, dikurangi masa tahanan yang telah dijalaninya dengan perintah agar para terdakwa terdakwa tetap ditahan,” kata JPU Fberi Hartanto.

Selain M. Thoriq dua mantan pejabat BPN Semarang lainnya, yaitu mantan Kasi Pengukuran Pemetaan dan Pendaftaran, Wimbo Cahyono serta mantan Kasubsi Pengukuran, Pemetaan dan Konversi Tanah, Yudhi Riyarso, juga dituntut pidana enam tahun penjara.

Selain itu, ketiga terdakwa ini dikenakan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidair dua bulan kurangan. “Terhadap uang pengganti para terdakwa tidak dituntut untuk membayarnya,” tambahnya.

Ketiganya didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 Jo Psal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1.

Sebelum menjatuhkan tuntutannya JPU terlebih dahulu mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan menurut penuntut umum, para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perbuatan terdakwa telah menguntngungkan orang lain serta tidak mengakui perbuatannya.

Sementara hal meringankan, belum pernah dihukum, usia lanjut, menyesali perbuatannya serta telah mengabdi pada negara melalui BPN.

Menanggapi tuntutan ini, M. Thoriq menyatakan, penuntut umum melakukan manipulasi data, dengan tidak menghadirkan saksi Rustadji dan Endang Handayani dari PT Handayani Membangun.

Selain itu, memblokir sertifikat dianggap JPU turut serta melakukan tindak pidana kerugian negara sebesar Rp2,5 miliar.

“Tetapi dituntut ada. Tidak dipertimbangkan, inikan fatal,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Tim Penasihat Hukum para terdakwa, Soewidji akan menyampaikan nota keberatan pada persidangan berikut.

“Kita akan menyampaikan nota keberatan pada sidang selanjutnya,” ujarnya.

Ketika ditanya komentarnya terkait tuntutan JPU, Soewidji menyatakan tuntutan JPU tidak cermat dan cendrung mengabaikan fakta hukum dalam persidangan.

Fakta itu seperti para terdakwa dijerat dengan dakwaan ruislag tetapi faktanya tentang tumpang tindih sertifikat yang diterbitkan pihak BPN di Desa Nyatnono atas tanah milik Pemprov Jateng dengan sertifikat 05.

Kasus ruislag bermula saat tanah seluas 31.000 meterpersegi di Desa Nyatnono, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang ditukar dengan tanah seluas 42.000 meter persegi di wilayah Kalongan Ungaran Barat.

Kondisi tanah yang ditukar dinilai tidak sesuai dengan tanah yang berada di Desa Nyatnono.

Perbedaan itu terdapat pada kondisi tanah yang jurang seluas 32.000 meter persegi, sisanya tanah datar. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam audit investigasinya menemukan kerugian negara sebesar Rp2,5 miliar.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7445 seconds (0.1#10.140)