Kasus korupsi Bupati Tobasa, penyidik dinilai 'mandul'
A
A
A
Sindonews.com - Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut dinilai memiliki kepentingan dalam penyidikan kasus korupsi penjualan hutan lindung seluas sembilan hektar (ha) pembangunan akses menuju PLTA Asahan III TA 2012 senilai Rp17 miliar dengan tersangka Bupati Toba Samosir (Tobasa), Kasmin Simanjuntak.
Praktisi Hukum Medan, Ilham Prasetya Gultom mengatakan, indikasi kepentingan penyidik dalam penanganan kasus orang nomor satu di Tobasa itu bisa dilihat dari langkah-langkah penyidikan yang dilakukan penyidik sehingga yang bersangkutan tidak ditahan seperti pada pejabat lainnya.
“Indikasi kalau mereka (Penyidik Tipikor) itu memiliki kepentingan dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 73/PUU-IX/2011. Penyidikan terhadap seorang kepala daerah/wakil kepala daerah tidak mendapat izin presiden,” katanya, Senin (26/8/2013).
Karena, sambung Ilham, kasus korupsi merupakan tindak pidana ekstra ordinari, sama seperti kasus narkotika dan tindak pidana terorisme. ”Korupsi ini kan kasus ekstra ordinari (kejahatan tertentu) yang tidak bisa disamakan dengan kasus tindak pidana lainnya,” ujarnya.
Selain itu, jika mengacu pada unsur penilaian subyektif penyidikan oleh penyidik seharusnya Bupati Tobasa itu sudah bisa langsung ditahan sejak ditetapkannya jadi tersangka.
”Semua unsur subyektifnya ada pada Bupati itu yakni akan mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan berusaha melarikan diri,” tuturnya.
Dia menyebutkan, dengan kekuasaan yang saat ini masih berada ditangan Kasmin Simanjuntak itu selaku Bupati, segala hal bisa dilakukannya untuk menghindar dari jeratan hukum.
”Dia (Kasmin Simanjuntak) masih berkuasa, tentu dengan kekuasaannya itu dia bisa berbuat apa saja. Intinya dalam kasus ini penyidik sudah memiliki kepentingan dibalik kasus korupsi yang melibatkan Bupati Tobasa itu atau Penyidik tidak pernah membaca atau mengulas kembali keputusan MK tersebut,” sebutnya.
Sebelumnya, wakil ketua Komisi A DPRD Sumut, H Syamsul Hilal, meminta Gubernur Sumatera Utara, Gatoto Pujo Nugroho, segera mengusulkan penonaktifan Kasmin Simanjuntak dari jabatannya sebagai Bupati Tobasa dan fokus menjalani proses hukum yang saat ini sedang dalam penyelidikan di Polda Sumut.
“Saya minta Gubernur Sumut segera mengusulkan penonaktifannya (Kasmin Simanjuntak) ke Menteri dalam negeri (Mendagri) dan fokus pada proses hukumnya. Saya juga meminta kepada Kapolda Sumut supaya langsung menahan yang bersangkutan,” katanya.
Penyidik Tindak pidana korupsi (Tipikor) Polda Sumut memastikan, Kasmin Simanjuntak tersandung di dua kasus korupsi berbeda. Yakni, penjualan hutan lindung seluas 9 hektar (ha) di Dusun Batumamak Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Tobasa dan pengadaan Alat kesehatan (Alkes) dan KB senilai Rp9 miliar dengan dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan senilai Rp4,9 miliar.
Selain itu, dalam kasus tersebut penyidik juga telah memeriksa 10 saksi. Yakni empat orang dari PLN, dua orang dari pemilik tanah dan empat orang dari unsur Pemkab Tobasa.
Praktisi Hukum Medan, Ilham Prasetya Gultom mengatakan, indikasi kepentingan penyidik dalam penanganan kasus orang nomor satu di Tobasa itu bisa dilihat dari langkah-langkah penyidikan yang dilakukan penyidik sehingga yang bersangkutan tidak ditahan seperti pada pejabat lainnya.
“Indikasi kalau mereka (Penyidik Tipikor) itu memiliki kepentingan dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 73/PUU-IX/2011. Penyidikan terhadap seorang kepala daerah/wakil kepala daerah tidak mendapat izin presiden,” katanya, Senin (26/8/2013).
Karena, sambung Ilham, kasus korupsi merupakan tindak pidana ekstra ordinari, sama seperti kasus narkotika dan tindak pidana terorisme. ”Korupsi ini kan kasus ekstra ordinari (kejahatan tertentu) yang tidak bisa disamakan dengan kasus tindak pidana lainnya,” ujarnya.
Selain itu, jika mengacu pada unsur penilaian subyektif penyidikan oleh penyidik seharusnya Bupati Tobasa itu sudah bisa langsung ditahan sejak ditetapkannya jadi tersangka.
”Semua unsur subyektifnya ada pada Bupati itu yakni akan mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan berusaha melarikan diri,” tuturnya.
Dia menyebutkan, dengan kekuasaan yang saat ini masih berada ditangan Kasmin Simanjuntak itu selaku Bupati, segala hal bisa dilakukannya untuk menghindar dari jeratan hukum.
”Dia (Kasmin Simanjuntak) masih berkuasa, tentu dengan kekuasaannya itu dia bisa berbuat apa saja. Intinya dalam kasus ini penyidik sudah memiliki kepentingan dibalik kasus korupsi yang melibatkan Bupati Tobasa itu atau Penyidik tidak pernah membaca atau mengulas kembali keputusan MK tersebut,” sebutnya.
Sebelumnya, wakil ketua Komisi A DPRD Sumut, H Syamsul Hilal, meminta Gubernur Sumatera Utara, Gatoto Pujo Nugroho, segera mengusulkan penonaktifan Kasmin Simanjuntak dari jabatannya sebagai Bupati Tobasa dan fokus menjalani proses hukum yang saat ini sedang dalam penyelidikan di Polda Sumut.
“Saya minta Gubernur Sumut segera mengusulkan penonaktifannya (Kasmin Simanjuntak) ke Menteri dalam negeri (Mendagri) dan fokus pada proses hukumnya. Saya juga meminta kepada Kapolda Sumut supaya langsung menahan yang bersangkutan,” katanya.
Penyidik Tindak pidana korupsi (Tipikor) Polda Sumut memastikan, Kasmin Simanjuntak tersandung di dua kasus korupsi berbeda. Yakni, penjualan hutan lindung seluas 9 hektar (ha) di Dusun Batumamak Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Tobasa dan pengadaan Alat kesehatan (Alkes) dan KB senilai Rp9 miliar dengan dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan senilai Rp4,9 miliar.
Selain itu, dalam kasus tersebut penyidik juga telah memeriksa 10 saksi. Yakni empat orang dari PLN, dua orang dari pemilik tanah dan empat orang dari unsur Pemkab Tobasa.
(rsa)