Mahasiswa baru di Makassar harus lolos tes narkoba
A
A
A
Sindonews.com - Universitas negeri maupun swasta, di Kota Makassar mensyaratkan setiap mahasiswa baru (Maba) tahun ajaran 2013/2014, untuk menjalani tes rapid urine (narkoba).
Pemberlakuan aturan ini, untuk mencegah peredaran narkoba di dalam kampus. Apalagi, berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulsel, kampus menjadi salah satu tempat rawan peredaran narkoba.
Kepala Humas Unhas Iqbal Sultan mengatakan, tes narkoba dilakukan sejak dua tahun lalu. Namun demikian, dari dua tahun berturut, tim kesehatan Unhas belum menemukan indikasi penggunaan narkoba pada maba.
"Tahun ini, merupakan tahun ketiga penyelenggaraan tes narkoba. Sejauh ini, kami belum menerima laporan hasil tesnya. Tapi mudah-mudahan semua negatif sama dengan dalam dua tahun ini," ungkapnya kepada wartawan, Rau (21/8/2013).
Selain Unhas, langkah serupa juga dilakukan oleh Universitas Muslim Indonesia (UMI). Wakil Rektor III UMI Prof Abdul Gani mengungkapkan, pihaknya ingin memotong jalur dengan menerima mahasiswa yang bersih dari narkoba.
Apalagi UMI merupakan kampus Islami dan kampus swasta terbesar yang harus menjadi contoh. Karena itu, bagi maba yang terdeteksi menggunakan narkoba, maka pihak kampus akan langsung melakukan pemanggilan.
"Kita pasti upayakan pembinaan dan rehabilitasi. Kalau anaknya tidak berniat untuk dibina, maka akan dikembalikan kepada orang tua dan mencoret dalam daftar mahasiswa," ungkapnya saat prosesi penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran dan Ekonomi UMI.
Sementara itu, Ketua BNN Provinsi Sulsel mengatakan, Sulsel memang sangat rawan peredaran narkoba, karena memiliki pelabuhan dan bandara sebagai pintu masuk. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel menjadi salah satu pemicu tingginya peredaran narkoba di wilayah ini.
"Untuk pengguna sendiri, Sulsel masuk dalam 15 besar di Indonesia. Data 2012, pengguna di Sulsel mencapai 115.000 orang. Data terbaru, pengguna narkoba akan kami rilis pada bulan September mendatang," ungkapnya.
Karena itu, dia menyilahkan agar keluarga pengguna atau pengguna itu sendiri, agar sukarela mengikuti rehabilitasi dan tidak dipungut biaya. Anggaran rehabilitasi sendiri, dikucurkan dari pusat.
Richard menambahkan, jika kampus dan sekolah memang rawan menjadi tempat peredaran narkoba, dimana angka prevalensi pengguna di Sulsel menunjukkan 10 persen adalah usia sekolah.
"Memang kampus dan sekolah cukup rentan. Maka kebijakan strategi nasional kami fokus kepada generasi muda untuk memotong keberlanjutan pengguna narkoba, termasuk dengan mengangkat duta narkoba dari kampus-kampus di Sulsel," tandasnya.
Pemberlakuan aturan ini, untuk mencegah peredaran narkoba di dalam kampus. Apalagi, berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulsel, kampus menjadi salah satu tempat rawan peredaran narkoba.
Kepala Humas Unhas Iqbal Sultan mengatakan, tes narkoba dilakukan sejak dua tahun lalu. Namun demikian, dari dua tahun berturut, tim kesehatan Unhas belum menemukan indikasi penggunaan narkoba pada maba.
"Tahun ini, merupakan tahun ketiga penyelenggaraan tes narkoba. Sejauh ini, kami belum menerima laporan hasil tesnya. Tapi mudah-mudahan semua negatif sama dengan dalam dua tahun ini," ungkapnya kepada wartawan, Rau (21/8/2013).
Selain Unhas, langkah serupa juga dilakukan oleh Universitas Muslim Indonesia (UMI). Wakil Rektor III UMI Prof Abdul Gani mengungkapkan, pihaknya ingin memotong jalur dengan menerima mahasiswa yang bersih dari narkoba.
Apalagi UMI merupakan kampus Islami dan kampus swasta terbesar yang harus menjadi contoh. Karena itu, bagi maba yang terdeteksi menggunakan narkoba, maka pihak kampus akan langsung melakukan pemanggilan.
"Kita pasti upayakan pembinaan dan rehabilitasi. Kalau anaknya tidak berniat untuk dibina, maka akan dikembalikan kepada orang tua dan mencoret dalam daftar mahasiswa," ungkapnya saat prosesi penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran dan Ekonomi UMI.
Sementara itu, Ketua BNN Provinsi Sulsel mengatakan, Sulsel memang sangat rawan peredaran narkoba, karena memiliki pelabuhan dan bandara sebagai pintu masuk. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel menjadi salah satu pemicu tingginya peredaran narkoba di wilayah ini.
"Untuk pengguna sendiri, Sulsel masuk dalam 15 besar di Indonesia. Data 2012, pengguna di Sulsel mencapai 115.000 orang. Data terbaru, pengguna narkoba akan kami rilis pada bulan September mendatang," ungkapnya.
Karena itu, dia menyilahkan agar keluarga pengguna atau pengguna itu sendiri, agar sukarela mengikuti rehabilitasi dan tidak dipungut biaya. Anggaran rehabilitasi sendiri, dikucurkan dari pusat.
Richard menambahkan, jika kampus dan sekolah memang rawan menjadi tempat peredaran narkoba, dimana angka prevalensi pengguna di Sulsel menunjukkan 10 persen adalah usia sekolah.
"Memang kampus dan sekolah cukup rentan. Maka kebijakan strategi nasional kami fokus kepada generasi muda untuk memotong keberlanjutan pengguna narkoba, termasuk dengan mengangkat duta narkoba dari kampus-kampus di Sulsel," tandasnya.
(san)