5 masalah penerimaan siswa baru di Bandung
A
A
A
Sindonews.com - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Bandung untuk tingkat SMP dan SMA dinilai banyak masalah. Berbagai indikasi pelanggaran disinyalir terjadi.
"Setidaknya ada lima indikasi pelanggaran dalam PPDB di Kota Bandung tahun ini," ujar Koordinator Koalisi Pendidikan Jawa Barat (KPJB) Iwan Hermawan, di Kantor Ombudsman, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/7/2013).
Pertama, adalah adanya penerimaan siswa ilegal yang membuat kuota siswa hampir di SMP dan SMA negeri jadi berlebih. Membeludaknya jumlah siswa, salah satunya diakibatkan adanya titipan pejabat.
Kedua, adalah adanya komersialisasi dalam proses PPDB. Di mana saat daftar ulang, sekolah memungut uang untuk keperluan seperti buku paket. "Ketiga adanya penjualan pakaian seragam, kaos olahraga, baju batik, dan lain-lain," jelasnya.
Masalah keempat, adalah adanya musyawarah yang melibatkan pihak sekolah dengan orangtua peserta didik yang tidak demokratis terkait Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS).
"Terakhir, adalah adanya tindakan perpeloncoan yang dilakukan di sekolah saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)," terangnya.
Berbagai temuan itu, lalu dilaporkan ke Ombudsman perwakilan Jawa Barat dan Komisi Informasi Daerah Jawa Barat. Dalam waktu dekat, berbagai laporan itu akan dipelajari untuk ditindaklanjuti.
"Kita akan pelajari dulu materi yang dilaporkan teman-teman," kata Kepala Ombudsman perwakilan Jawa Barat Haneda Sri Lastoto.
"Setidaknya ada lima indikasi pelanggaran dalam PPDB di Kota Bandung tahun ini," ujar Koordinator Koalisi Pendidikan Jawa Barat (KPJB) Iwan Hermawan, di Kantor Ombudsman, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/7/2013).
Pertama, adalah adanya penerimaan siswa ilegal yang membuat kuota siswa hampir di SMP dan SMA negeri jadi berlebih. Membeludaknya jumlah siswa, salah satunya diakibatkan adanya titipan pejabat.
Kedua, adalah adanya komersialisasi dalam proses PPDB. Di mana saat daftar ulang, sekolah memungut uang untuk keperluan seperti buku paket. "Ketiga adanya penjualan pakaian seragam, kaos olahraga, baju batik, dan lain-lain," jelasnya.
Masalah keempat, adalah adanya musyawarah yang melibatkan pihak sekolah dengan orangtua peserta didik yang tidak demokratis terkait Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS).
"Terakhir, adalah adanya tindakan perpeloncoan yang dilakukan di sekolah saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)," terangnya.
Berbagai temuan itu, lalu dilaporkan ke Ombudsman perwakilan Jawa Barat dan Komisi Informasi Daerah Jawa Barat. Dalam waktu dekat, berbagai laporan itu akan dipelajari untuk ditindaklanjuti.
"Kita akan pelajari dulu materi yang dilaporkan teman-teman," kata Kepala Ombudsman perwakilan Jawa Barat Haneda Sri Lastoto.
(san)