Guru ini kembangkan energi alternatif dari sampah
A
A
A
JERAMI, daun tebu, tongkol jagung, atau ilalang selama ini hanya dianggap sebagai sampah yang layak dimusnahkan. Namun siapa sangka, ditangan seorang pria kreatif di Jombang, Jawa Timur, sampah-sampah tersebut ternyata bisa diolah menjadi bio premium atau bio diesel pengganti solar.
Apa yang dilakukan Arif Wibowo, warga Desa Kaliwungu, Kecamatan Kota Jombang, Jawa Timur perlu kerja keras bertahun-tahun untuk melakukan penelitian dan ujicoba. Akhirnya, penerima penghargaan guru teladan nasional dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) tahun 2008 ini berhasil menyulap aneka sampah menjadi bio premium dan bio diesel pengganti solar.
Arif tak berani mengklaim hasil kreatifitasnya ini sebagai penemuan baru, sebab menurutnya, diluar negeri bio diesel dan bio premium sudah marak digunakan masyarakat.
Menurut Arif, bio premium dan bio diesel dibuat dengan bahan yang sangat melimpah di sekitarnya, seperti rumput gajah, jerami (bekas batang padi), ilalang, batang jagung, tongkol jagung, daun tebu, eceng gondok, biji jarak, buah bintaro, atau rumput-rumputan sampah lainnya.
Proses pembuatannya juga sangat mudah, pertama rumput di haluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin penggiling. Setelah itu, masukkan ke dalam wadah khusus dan campuri dengan jamur ragi (sacharomyces cerevice).
Jika sudah diaduk hingga rata, fragmentasikan campuran rumput, air dan jamur ragi ini ke dalam wadah tertutup selama 14 hari. Setelah itu, lakukan proses destilasi (pemisahan air dengan minyak) dengan alat yang dirancang secara khusus.
"Dengan cara sederhana ini, kita akan mendapatkan bio etanol yang selanjutnya dapat di proses lagi menjadi bio premium ataupun bio solar. Untuk membuktikannya, kita juga bisa langsung mencoba menggunakan bio premium tersebut pada sepeda motor," terangnya.
Terhadap hasil kreatifitasnya tersebut, Arif mengaku akan membuka diri jika pemerintah berminat mengembangkannya. Namun jika tidak, Arif mengaku akan tetap mengembangkan bio premium dan bio solar ini dengan cara bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar sejumlah pabrik atau perusahaan swasta.
Sebab dibandingkan dengan bio solar non subsidi milik Pertamina, bio solar buatan Arif jauh lebih murah. Hanya dijual Rp6.000 perliter sementara solar non subsidi milik pertamina dijual Rp10.600 perliter.
Demikian juga dengan bio premium milik Arif, juga dijual jauh lebih murah dari harga Pertamax. Jika pemerintah nantinya menaikkan harga solar subsidi menjadi Rp6.500 perliter, berarti solar buatan Arif ini masih lebih murah.
Padahal, menurut Arif, kualitas bio solar maupun bio diesel dari bahan sampah yang ramah lingkungan ini jauh lebih baik, diantaranya emisi gas buangnya lebih rendah dan perawatan mesin menjadi lebih terukur.
Selama ini Arif mengaku sangat prihatin dengan kondisi pemerintah yang selalu bingung saat terjadi kenaikan harga minyak dunia. Padahal jika pemerintah bisa memproduksi bio solar sendiri, pemerintah tak perlu ambil pusing dengan kenaikan harga minyak dunia yang sering terjadi sehingga kondisi perekonomian dalam negeri bisa tetap stabil.
Apa yang dilakukan Arif Wibowo, warga Desa Kaliwungu, Kecamatan Kota Jombang, Jawa Timur perlu kerja keras bertahun-tahun untuk melakukan penelitian dan ujicoba. Akhirnya, penerima penghargaan guru teladan nasional dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) tahun 2008 ini berhasil menyulap aneka sampah menjadi bio premium dan bio diesel pengganti solar.
Arif tak berani mengklaim hasil kreatifitasnya ini sebagai penemuan baru, sebab menurutnya, diluar negeri bio diesel dan bio premium sudah marak digunakan masyarakat.
Menurut Arif, bio premium dan bio diesel dibuat dengan bahan yang sangat melimpah di sekitarnya, seperti rumput gajah, jerami (bekas batang padi), ilalang, batang jagung, tongkol jagung, daun tebu, eceng gondok, biji jarak, buah bintaro, atau rumput-rumputan sampah lainnya.
Proses pembuatannya juga sangat mudah, pertama rumput di haluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin penggiling. Setelah itu, masukkan ke dalam wadah khusus dan campuri dengan jamur ragi (sacharomyces cerevice).
Jika sudah diaduk hingga rata, fragmentasikan campuran rumput, air dan jamur ragi ini ke dalam wadah tertutup selama 14 hari. Setelah itu, lakukan proses destilasi (pemisahan air dengan minyak) dengan alat yang dirancang secara khusus.
"Dengan cara sederhana ini, kita akan mendapatkan bio etanol yang selanjutnya dapat di proses lagi menjadi bio premium ataupun bio solar. Untuk membuktikannya, kita juga bisa langsung mencoba menggunakan bio premium tersebut pada sepeda motor," terangnya.
Terhadap hasil kreatifitasnya tersebut, Arif mengaku akan membuka diri jika pemerintah berminat mengembangkannya. Namun jika tidak, Arif mengaku akan tetap mengembangkan bio premium dan bio solar ini dengan cara bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar sejumlah pabrik atau perusahaan swasta.
Sebab dibandingkan dengan bio solar non subsidi milik Pertamina, bio solar buatan Arif jauh lebih murah. Hanya dijual Rp6.000 perliter sementara solar non subsidi milik pertamina dijual Rp10.600 perliter.
Demikian juga dengan bio premium milik Arif, juga dijual jauh lebih murah dari harga Pertamax. Jika pemerintah nantinya menaikkan harga solar subsidi menjadi Rp6.500 perliter, berarti solar buatan Arif ini masih lebih murah.
Padahal, menurut Arif, kualitas bio solar maupun bio diesel dari bahan sampah yang ramah lingkungan ini jauh lebih baik, diantaranya emisi gas buangnya lebih rendah dan perawatan mesin menjadi lebih terukur.
Selama ini Arif mengaku sangat prihatin dengan kondisi pemerintah yang selalu bingung saat terjadi kenaikan harga minyak dunia. Padahal jika pemerintah bisa memproduksi bio solar sendiri, pemerintah tak perlu ambil pusing dengan kenaikan harga minyak dunia yang sering terjadi sehingga kondisi perekonomian dalam negeri bisa tetap stabil.
(ysw)