Fenomena banyak mantan anggota DPR/DPRD daftar DPD
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Dede Mariana mengatakan, sekarang ini terjadi fenomena baru banyak mantan anggota DPR dan DPRD mendaftar jadi calon anggota DPD dengan beragam motif.
Tak pelak, jika pada pendaftaran calon angota DPD ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Jawa Barat cukup banyak.
"Bisa motif pribadi dan lain-lain," ujar Dede, usai dialog "Ada Apa dengan DPD", di Bandung, Senin (22/4/2013).
Dede mengungkapkan betapa banyaknya masyarakat yang meminati menjadi anggota DPD. Padahal jumlah DPD di tiap provinsi hanya empat orang. Berbeda dengan DPR yang pemilihannya berdasarkan daerah pemilihan (dapil).
Di sisi lain tugas DPD juga relatif lebih sedikit dari DPR. DPD hanya mengusulkan RUU yang berkaitan dengan daerah. Namun, pengesahan RUU sendiri ada di DPR RI.
Karena tugas dan fungsi DPD yang terbatas itulah, Dede mengusulkan amandemen UUD 45 tentang penguatan kewenangan anggota DPD.
Dede juga menyoroti tingginya ongkos menjadi anggota DPD, terutama jika calon tersebut tidak memiliki jaringan. Bahkan menjadi seorang anggota DPD jauh lebih mahal dari DPR RI.
Dede memperkirakan ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh setiap calon anggota DPD bisa mencapai puluhan miliar rupuah.
Staf Ahli Gubernur Jabar ini menuturkan, ongkos untuk anggota DPR RI pada 2009 mencapai Rp70 juta, dan yang tertinggi bisa mencapai Rp15 miliar.
"DPD mungkin sampai Rp50 miliar kalau mengandalakan uang saja," ujarnya.
Bisa saja ongkos politik yang mahal itu dihindari, menurut Dede, caranya dengan memanfaatkan jaringan politik yang ada.
Tetapi jika tidak memiliki jaringan politik, diperlukan ongkos yang sangat besar untuk memelihara jaringan itu.
"Kalau mengandalkan duit ya mahal. Jadi bagi siapa pun yang mau mencalonkan jadi anggota DPD, jaringannya harus kuat," katanya.
Tak pelak, jika pada pendaftaran calon angota DPD ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Jawa Barat cukup banyak.
"Bisa motif pribadi dan lain-lain," ujar Dede, usai dialog "Ada Apa dengan DPD", di Bandung, Senin (22/4/2013).
Dede mengungkapkan betapa banyaknya masyarakat yang meminati menjadi anggota DPD. Padahal jumlah DPD di tiap provinsi hanya empat orang. Berbeda dengan DPR yang pemilihannya berdasarkan daerah pemilihan (dapil).
Di sisi lain tugas DPD juga relatif lebih sedikit dari DPR. DPD hanya mengusulkan RUU yang berkaitan dengan daerah. Namun, pengesahan RUU sendiri ada di DPR RI.
Karena tugas dan fungsi DPD yang terbatas itulah, Dede mengusulkan amandemen UUD 45 tentang penguatan kewenangan anggota DPD.
Dede juga menyoroti tingginya ongkos menjadi anggota DPD, terutama jika calon tersebut tidak memiliki jaringan. Bahkan menjadi seorang anggota DPD jauh lebih mahal dari DPR RI.
Dede memperkirakan ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh setiap calon anggota DPD bisa mencapai puluhan miliar rupuah.
Staf Ahli Gubernur Jabar ini menuturkan, ongkos untuk anggota DPR RI pada 2009 mencapai Rp70 juta, dan yang tertinggi bisa mencapai Rp15 miliar.
"DPD mungkin sampai Rp50 miliar kalau mengandalakan uang saja," ujarnya.
Bisa saja ongkos politik yang mahal itu dihindari, menurut Dede, caranya dengan memanfaatkan jaringan politik yang ada.
Tetapi jika tidak memiliki jaringan politik, diperlukan ongkos yang sangat besar untuk memelihara jaringan itu.
"Kalau mengandalkan duit ya mahal. Jadi bagi siapa pun yang mau mencalonkan jadi anggota DPD, jaringannya harus kuat," katanya.
(lns)